JAYAPURA (Arrahmah.com) – Beredar informasi tertulis dari Persekutuan Gereja-Gereja di Kabupaten Jayapura (PGGJ) yang meminta dihentikannya pembangunan sebuah masjid di kabupaten tersebut.
Dalam surat edaran itu disebutkan bahwa masjid yang dimaksud adalah Masjid Al-Aqsha yang kini tengah dibangun. Surat itu ditujukan kepada pihak pemerintah dan ditandatangani oleh 15 pendeta dari Gereja-Gereja di Jayapura.
Dalam suratnya mereka tidak meminta pembangunan masjid untuk sepenuhnya dihentikan, namun mereka hanya meminta tinggi masjid yang dibangun harus disesuaikan dengan tinggi gereja sekitar.
Berdasarkan konfirmasi Kumparan.com kepada Pendeta Robbi Depondoye, Ketua Persekutuan Gereja di Jayapura, informasi tersebut benar adanya.
“Iya itu benar dari Persekutuan Gereja-Gereja di Kabupaten Jayapura,” kata Depondoye, Jum’at (16/3/2018).
Pendeta Depondoye mengatakan bahwa agama Kristen merupakan yang pertama datang ke tanah Papua, tepatnya sejak tahun 1916. Kemudian disusul dengan masuknya pemerintah dan agama lain ke Papua. Dengan demikian, sebagai yang pertama masuk sudah seharusnya agama lain menghormati.
“Kami tidak melarang, hanya untuk pembangunan Masjid Al-Aqsha ini tolonglah tingginya tidak melebihi bangunan gereja di sekitarnya. Sejajar saja dengan gereja,” lanjutnya.
Menurut Pendeta Depondoye, rancangan bangunan masjid kini untuk tinggi menaranya saja sudah melebihi tinggi dari gereja sekitar.
“Di rancangan pembangunannya itu sudah melebihi, menaranya itu sekarang sudah sekitar 30-an meter lebih,” ujarnya.
Menurut Pendeta Depondoye, pembuatan surat edaran itu bertujuan untuk menyampaikan keresahan masyarakat kristiani di Papua. Selain masalah pembangunan Masjid Al-Aqsha, dalam surat itu pun Persekutuan Gereja meminta setiap pembangunan fasilitas ibadah harus ada pemberitahuan kepada pihak gereja.
“Secara khusus untuk pembangunan di wilayah Kabupaten Jayapura,” lanjutnya.
Pernyataan itu disampaikan oleh lebih dari 25 orang yang merupakan perwakilan dari gereja-gereja di Jayapura. Dalam surat edaran itu pun tertulis bahwa mereka memberi waktu kepada pihak terkait untuk merespons paling lambat 14 hari setelah pernyataan sikap.
Mereka berharap pemerintah menindaklanjuti tuntutan mereka.
“Yang penting apa yang meresahkan umat Kristen sudah kita sampaikan dan harapannya mekanisme selanjutnya akan diatur oleh pemerintah,” pungkasnya.
Berikut 8 tuntutan dari PGGJ:
- Bunyi Adzan yang selama ini diperdengarkan dari toa kepada khalayak umum harus diarahkan ke dalam masjid.
- Tidak diperkenankan berdakwah di seluruh tanah Papua secara khusus di Kabupaten Jayapura.
- Siswa-siswi pada sekolah-sekolah negeri tidak menggunakan pakaian seragam/busana yang bernuansa agama tertentu.
- Tidak boleh ada ruang khusus seperti mushala-mushala pada fasilitas umum, sekolah, rumah sakit, pasar, terminal, dan kantor-kantor pemerintah.
- PGGJ akan memproteksi di area-area perumahan KPR BTN tidak boleh ada pembangunan mesjid-mesjid dan mushala-mushala.
- Pembangunan rumah-rumah ibadah di Kabupaten Jayapura WAJIB mendapat rekomendasi bersama PGGJ, pemerintah daerah dan pemilik Hak Ulayat sesuai dengan peraturan pemerintah.
- Tinggi bangunan rumah ibadah dan menara agama lain tidak boleh melebihi tinggi bangunan gedung gereja yang ada di sekitarnya.
- Pemerintah Kabupaten Jayapura dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Jayapura WAJIB menyusun Raperda tentang kerukunan umat beragama di Kabupaten Jayapura.
Berdasarkan 8 poin penting di atas maka sikap PGGI terkait pembangunan Masjid Al-Aqsha:
- Pembangunan menara mesjid Al-Aqsha harus di hentikan dan dibongkar.
- Menurunkan tinggi gedung masjid Al-Aqsha sejajar dengan tinggi bangunan gedung gereja yang di sekitarnya.
Sumber: Kumparan.com
(ameera/arrahmah.com)