LONDON (Arrahmah.com) – Warga Inggris terakhir yang menjadi tahanan di Guantanamo mungkin tidak akan pernah bisa kembali ke keluarganya di London dengan adanya dugaan “kesepakatan rahasia” antara pihak berwenang AS, Arab Saudi dan pihak “keamanan” Inggris, lansir Guardian pada Sabtu (20/4/2013).
Shaker Aamer (46) telah ditahan di pusat tahanan Kuba selama lebih dari 11 tahun tanpa tuduhan yang jelas dan tanpa proses pengadilan. Ia telah dinyatakan tidak bersalah untuk bisa dibebaskan tahun 2007, namun hingga kini ia masih terkurung di penjara Guantanamo.
Bulan ini, ada dua detektif polisi Metropolitan (London) yang mewawancarai Aamer dan mengumpulkan sekitar 150 halaman kesaksian bahwa petugas MI5 dan MI6 Guantanamo terlibat dalam penyiksaannya. Kesaksian ini termasuk pernyataan bahwa ada seorang perwira Inggris yang hadir di sana ketika tentara AS menyiksanya dan bahwa petugas MI6 menyatakan tuduhan-tuduhan palsu tentangnya kepada CIA.
Sementara itu, tim kuasa hukum Aamer menyatakan bahwa AS, Arab Saudi – di mana Aamer dilahirkan – dan pihak “keamanan” Inggris telah berusaha untuk memastikan bahwa ia tidak akan pernah bisa dibebaskan.
Jika ia bisa pulang, mereka mengklaim bahwa ia pasti akan menjadi saksi kunci dalam penyelidikan Scotland Yard mengenai dugaan keterlibatan Inggris dalam penyiksaan tahanan dengan tindakan kejam dan tidak manusiawi yang melanggar hukum internasional setelah serangan 11 September 2001. Scotland Yard atau The Yard, adalah markas pusat bagi Metropolitan Police Service yang bertanggung jawab atas keamanan di London.
Seorang juru bicara Scotland Yard mengatakan bahwa panel bersama yang melibatkan Kejaksaan Crown dan polisi telah diadakan untuk menilai tuduhan keterlibatan dalam penyiksaan yang melibatkan pejabat Inggris.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Inggris mengklaim bahwa pihaknya berkomitmen untuk mengamankan Aamer, dan pemerintah AS berperan dalam keputusan ini.
Namun demikian, telah ditegaskan bahwa ia secara resmi hanya bisa dikirim ke Arab Saudi, di mana para pejabat di sana telah mengancamnya dengan hukuman penjara.
Surat bertanggal 18 Februari 2013 dari William Hague, menteri luar negeri Inggris, untuk pengacara muslim Aamer, Clive Stafford Smith, menyatakan: “Menjadi kesepakatan kami bahwa Mr Aamer hanya bisa dikirim ke Arab Saudi.”
Stafford Smith, direktur badan amal hukum Reprieve, mengatakan: “Tampaknya sangat mungkin bahwa dinas keamanan Inggris bersekongkol dengan Amerika untuk berusaha memastikan bahwa Shaker tidak bisa kembali ke Inggris, karena Shaker adalah seorang saksi atas keterlibatan mereka dalam penyiksaan. Kami hanya bisa berharap bahwa Hague akan menahan pengirimannya ke Arab Saudi. Scotland Yard telah memperoleh pernyataan panjang dari Aamer tentang pelecehan dan keterlibatan Inggris dalam penyiksaan tersebut. Satu-satunya cara untuk mencegah hal itu adalah dengan cara mengirim Shaker ke Arab Saudi.”
Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan The Observer, melalui telepon ke Guantanamo antara Aamer dan Stafford Smith, mengungkapkan bahwa Aamer hampir putus asa untuk bisa kembali ke London.
Ayah empat anak ini hampir mendekati hari ke 70 dalam aksi mogok makannya yang bisa mengancam nyawanya. Ia mengatakan: “Saya harap saya tidak mati di tempat yang mengerikan ini. Saya ingin memeluk anak-anak saya dan melihat mereka tumbuh. Tapi jika kehendak Allah saya harus mati di sini, saya ingin mati dengan terhormat. “
Sebuah petisi online yang menyerukan pemerintah Inggris untuk membawanya kembali ke Inggris mendapatkan lebih dari 115.000 suara dan memicu perdebatan parlemen tentang masalah ini.
Pada hari Sabtu (20/4), Saeed Siddique, ayah mertua Aameer, mengatakan: “Shaker tidak melakukan kesalahan. Dia telah terbukti tidak bersalah dan diputuskan untuk dibebaskan dua kali oleh pemerintah AS. Jadi mengapa dia masih mendekam di neraka Guantánamo. Mengapa pemerintah Inggris tidak bisa memulangkannya kembali?” (banan/arrahmah.com)