LONDON (Arrahmah.com) – British Library telah menolak untuk menyimpan koleksi besar dokumen terkait Taliban (kini Imarah Islam Afghanistan-red) dengan alasan kekhawatiran terhadap hukum “terorisme”.
Koleksi termasuk surat kabar resmi, peta dan siaran radio, lansir BBC pada Jum’at (28/8/2015).
Akademisi telah mengkritik keputusan tersebut dan mengatakan bahwa koleksi tersebut merupakan sumber daya berharga untuk memahami pemberontakan yang berlangsung di Afghanistan.
Perpustakaan berdalih mereka khawatir akan melanggar hukum “anti-terorisme”.
Alex Strick van Linschoten, seorang penulis dan peneliti yang membantu proyek pengumpulan dokumen mengatakan itu sangat mengejutkan dan mengecewakan.
“Tidak ada resep untuk membuat bom atau sesuatu seperti itu,” katanya.
“Ini adalah dokumen yang akan membantu orang memahami sejarah, apakah itu warga Afghanistan yang mencoba belajar mengenai masa lalu mereka atau orang luar yang ingin memahami gerakan.”
“Setiap sarjana akan menyadari penting untuk membaca dokumen utama yang berkaitan dengan subjek jika Anda ingin memahami kelompok-kelompok ‘militan’, namun ada iklim ketakutan di kalangan akademisi yang mempelajari bahan-bahan ini karena hukum Inggris sangat longgar,” ungkapnya.
James Fitzgerald, seorang profesor di Universitas Kota Dublin dan editor Studi Kritis di jurnal “terorisme” mengatakan keputusan perpustakaan itu benar-benar konyol, seperti dilansir BBC.
Dia menyalahkan pemerintah, mengatakan undang-undang terorisme membuat akademisi gugup untuk mempelajari kelompok “ekstrimis”.
“Kami sudah melihat efek nyata. Beberapa dosen tidak ingin memberikan modul ‘terorisme’ lagi karena mereka tidak ingin dicurigai,” ujarnya.
Proyek yang diluncurkan pada tahun 2012 dan termasuk di dalamnya terdapat dewan penasehat British Library, telah memasukkan materi dalam bentuk digital dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Seorang juru bicara perpustakaan mengatakan: “Meskipun arsip diakui sebagai penelitian yang bernilai, namun dinilai arsip tersebut berisi materi yang bertentangan dengan undang-undang terorisme.” (haninmazaya/arrahmah.com)