Oleh Suryani
Pegiat Literasi
Perpanjangan masa jabatan kepala desa dari yang tadinya enam tahun menjadi 8 tahun telah disahkan melalui Undang-Undang Desa. Namun meskipun demikian, saat ini undang-undang tersebut belum bisa direalisasikan, hingga akhirnya bupati menerbitkan SK (Surat Keputusan) untuk para kepala desa.
Bupati Bandung Dadang Supriatna, telah memberikan secara simbolis petikan SK perpanjangan jabatan kepada 270 kepala desa yang ada di wilayahnya. Acara ini berlangsung di Hotel Sultan Raja dan dihadiri oleh unsur Forkopimba (Forum Koordinasi Pimpinan Daerah) dan anggota DPR RI dari komisi lll, Cucun Ahmad Syamsurijal, serta anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari fraksi PKB Hj Humaira. (Bandungrayanet.com, Selasa, 2 Juli 2024)
SK tersebut merupakan implementasi dari UU Nomor 3 tahun 2024 Tentang UU Desa. Dengan ini diharapkan agar para kades lebih inovatif dan senantiasa meningkatkan kinerja secara maksimal dalam meneruskan agenda-agenda sebelumnya atau program yang telah dibuat oleh bupati.
Perpanjangan masa jabatan kades adalah perpanjangan amanah yang diharapkan bisa meneruskan program-program bupati salah satunya bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Namun benarkah kinerja mereka semata demi kepentingan masyarakat, dan akankah rakyat menjadi sejahtera dengan bertambahnya masa jabatan pemimpinnya?
Rasanya hal tersebut sulit untuk diwujudkan, ketika landasan yang digunakan dalam pemerintahannya masih menggunakan sistem kapitalisme sekuler. Di mana agama dijauhkan dari kehidupan, serta tujuan utama yang ingin diraihnya adalah keuntungan materi. Hingga jabatan dalam sistem ini merupakan sarana untuk memperkaya diri dan golongannya.
Apalagi untuk meraih suatu jabatan tertentu dalam sistem ini diperlukan biaya yang sangat mahal, hingga tidak sedikit dari mereka para kandidat penguasa yang menggandeng pengusaha atau pemilik modal dalam menghantarkannya kepada kursi kekuasaan. Pada akhirnya ketika berkuasa, yang lebih diutamakan adalah kepentingan para pendukungnya tersebut agar segera dapat terpenuhi.
Berharap adanya pemimpin yang peduli dan mau memperjuangkan nasib rakyat dalam sistem saat ini ibarat mimpi di siang bolong. Karena pada kenyataannya gonta-ganti pemimpin setiap pilpres dan pilkada, tak satupun membawa kondisi negeri ini menjadi lebih baik. Bisa dirasakan bagaimana kehidupan semakin hari semakin sulit, harga-harga kebutuhan pokok terus naik mengakibatkan daya beli masyarakat menurun, biaya kesehatan dan pendidikan mahal, lapangan pekerjaan pun sangat terbatas, belum lagi akibat inflasi banyak perusahan yang memPHK karyawannya, semakin menambah panjang penderitaan rakyat.
Karena dalam sistem ini penguasa yang berfungsi sebagai raa’in (pengurus) rakyat tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kehadirannya tidak lebih hanya sebagai regulator yang menghubungkan rakyat dengan pengusaha. Dengan segala keterbatasan rakyat dipaksa untuk bisa memenuhi kebutuhannya, hingga tidak sedikit dari mereka yang kelaparan, putus sekolah bahkan meninggal dunia karena sakit yang tidak tertangani medis.
Hal tersebut akan berbeda jika yang menjadi landasan kehidupan dan kepemimpinannya Islam, yang menempatkan penguasa sebagai pelayan bagi rakyat. Ini berarti seorang pemimpin bertanggung jawab penuh dalam mengurusi masyarakatnya. Karena hal tersebut sudah menjadi kewajibannya yang telah tersirat dalam sabda Nabi saw. yang artinya:
“Imam/pemimpin adalah raa’in (pengurus/pengembala) rakyatnya, dan dia bertanggung jawab atas kepengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Karena tanggung jawab tersebut, maka pemimpin dalam Islam akan bersungguh-sungguh untuk menyejahterakan rakyatnya, semua kebutuhan pokok individu akan dipastikan bisa diakses dengan harga terjangkau, termasuk kebutuhan umum seperti pendidikan, kesehatan, keamanan akan dipenuhinya secara gratis dan mudah diakses rakyat.
Semua pembiayaan diperoleh dari kas negara yang disebut baitul mal, dan yang menjadi sumber pendapatannya dari harta milik negara seperti jizyah, kharaj, fa’i, dan ganimah. Selain itu diperoleh dari sumber daya alam yang dikelola negara dan hasilnya dikembalikan untuk kepentingan rakyat secara umum.
Selain itu, kepemimpinan dalam Islam tidak dibatasi oleh masa jabatan. Jika yang bersangkutan benar dalam menjalankan fungsinya, amanah dalam pemerintahannya, tentu disertai dengan ketakwaan dan ketundukan kepada aturan Allah Swt., juga rakyat mencintainya, maka sepanjang itu pula dia akan menjabat.
Seorang pejabat bisa sewaktu-waktu diberhentikan ketika melakukan pelanggaran hukum syara’, baik yang menyangkut individunya maupun dalam kebijakan kepemimpinannya. Karena sejatinya, menjadi seorang penguasa bukanlah soal jenjang karir, namun itu adalah amanah yang harus dijalankan semata untuk mengapai rida Allah Swt.
Seorang pemimpin dalam Islam akan semaksimal mungkin untuk menunaikan hak-hak rakyat yang sudah menjadi kewajibannya. Keimanan yang kuat menyebabkan mereka amanah untuk mengurusi rakyatnya, baik itu kebutuhan primer, sekunder bahkan tersier. Semua itu mereka lakukan tentu karena meyakini betul tentang hari pembalasan yang akan dilaluinya kelak di akhirat.
Sebut saja contohnya amanah kepemmpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Dalam rentang waktu kurang lebih dua tahun mampu menyejahterakan masyarakatnya hingga tidak satu pun orang yang mau menerima zakat. Beliau fokus terhadap amanahnya hingga yang semula berbadan gemuk, berpakaian mewah semenjak menjadi pemimpin berubah drastis menjadi sosok sangat sederhana hingga pelayannya tidak lagi mampu mengenali.
Islam merupakan sistem kehidupan. Di dalamnya terdapat aturan yang menyeluruh untuk mengatur kehidupan. Maka ketika semua aturan Islam diterapkan baik dalam tatanan individu, masyarakat, bahkan negara akan didapati keberkahan dari langit dan bumi. Bukan hanya mempunyai pemimpin yang bertanggung jawab, tetapi kesejahteraan pun akan dirasakan oleh segenap kaum muslim itu sendiri, juga umat manusia secara keseluruhan termasuk alam dan semua isinya.
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,……” (TQS al-Araf ayat 96)
Maka tidak ada alasan bagi segenap kaum muslim untuk tidak berjuang menegakkan kembali kehidupan Islam sebagaimana dahulu pernah tegak menguasai dan menyinari dunia kurang lebih 13 abad lamanya.
Wallahu alam bish shawwab.