(Arrahmah.com) – Kehidupan berbangsa dan bernegara yang berlandaskan konstitusi UUD NRI 1945, yang menjadikan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar Negara (pasal 29 ayat 1-2), dan memosisikan agama menjadi ruh dan jiwa NKRI.
Janji dan promosi Presiden Joko Widodo – Wapres Ma’ruf Amin dalam visi misi Capres 2019 akan “membangun Indonesia berbasis pada manusia, berakhlaqul karimah menuju transformasi Indonesia sebagai Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur. (Negara yang maju, adil, makmur, aman, sentosa dalam limpahan ampunan Tuhan Yang Maha Esa).
Untuk kepentingan dan tujuan di maksud maka:
“Tolong-menolonglah kalian untuk berbuat kebaikan dan ketaatan. Janganlah kalian tolong-menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan.”
(Qs. Al-Maidah [5] : 2).
“Wahai kaum mukmin, ikutilah syariat Islam itu seluruhnya. Janganlah kalian mengikuti bujukan-bujukan setan. Sungguh setan itu adalah musuh kalian yang nyata-nyata merugikan kalian”.
(Qs. Al-Baqarah [2] : 208)
Mengingat :
1. Pengakuan dan komitmen legal formal pemerintahan Jokowi-Ma’ruf terhadap Syariah Islam di bidang ekonomi dan keuangan dengan mengeluarkan Perpres Nomor 28 Tahun 2020 tentang Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), serta Peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) pada 25 Januari 2021. Menjadi ambigu dan terkesan manipulasi Syariah Islam demi kepentingan penguasa dengan munculnya kebijakan Syariah Islam phobia, seperti :
Larangan anjuran dan himbauan pelaksanaan berpakaian sesuai Syariah Islam (menutup aurat) pada seragam sekolah negeri melalui SKB Tiga Menteri tentang Penggunaan Pakaian dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Legalisasi minuman keras (miras) dengan membuka peluang investasi kemungkaran melalui pengembangan perusahaan minuman keras yang dilarang oleh Syariah Islam, sebagai komoditas bisnis investor Asing dan dalam negeri melalui Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Adanya intimidasi agitatif terhadap Aparat Sipil Negara (ASN) muslim yang berkomitmen terhadap Syariah Islam melalui SKB 6 Kementerian dan 5 lembaga pemerintah non struktural tentang Penanganan Radikalisme dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan pada Aparatur Sipil Negara dan Perpres Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstrimisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme pada Tahun 2020 – 2024.
2. Kebijakan menerima Syariat Islam yang menguntungkan kepentingan kekuasaan di satu sisi, dan tidak peduli dengan ajaran Syariat Islam yang lain sebagaimana tersebut di atas, mengindikasikan karakter dan sikap muslim munafik yang bertentangan dengan Syariat Islam. Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an:
“Jika mereka diajak taat kepada Allah dan Rasul-Nya dengan melaksanakan hukum-hukum Allah atas mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolaknya. Jika kebenaran menguntungkan mereka, mereka menerima dengan ridha”.
(Qs. An-Nuur [24] : 48 – 49)
”Kaum munafik laki-laki dan perempuan, satu dengan lainnya saling mengajak berbuat mungkar dan mencegah berbuat ma’ruf. Mereka berlaku kikir. Kaum munafik menjauhkan diri dari Allah. Karena itu Allah membiarkan mereka sesat. Sesungguhnya kaum munafik adalah orang-orang yang durhaka. Allah memberi ancaman siksa neraka Jahanam kepada kaum laki-laki dan perempuan munafik serta golongan kafir. Mereka kekal di dalamnya. Itulah ketetapan Allah bagi mereka. Allah melaknat mereka, dan mereka akan mendapatkan adzab yang kekal.
(Qs. At-Taubah [9] : 67-68)
3. Perlunya perlindungan hukum dan legalitas bagi masyarakat dalam melaksanakan Syariah dan ajaran Agama diberbagai bidang kehidupan sebagai hak konstitusional yang sah.
4. Perlunya pemerintah bersama rakyat dan elemen masyarakat melakukan kolaborasi kebajikan dengan melaksanakan Syariah dan ajaran agama dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat sebagai implementasi pasal 29 ayat 1-2 UUD NRI 1945.
Menyatakan :
1. Presiden wajib merevisi atau mencabut SKB Tiga Menteri tentang Pakaian Seragam Sekolah Negeri sebagai tanggungjawab konstitusional terhadap visi misi Presiden/Wkl, Presiden karena sangat melukai perasaan umat Islam yang mayoritas di negeri ini. Selain itu kebijakan ini tidak sesuai dengan tujuan Pendidikan nasional dan hanya membuat kegaduhan serta meresahkan masyarakat.
2. Presiden wajib mencabut Perpres No. 10 tahun 2021 yang melegalkan jual beli miras serta investasi usaha, karena tidak sesuai dengan konstitusi RI dan bertentangan dengan kitab suci Al-Qur’an Surat Al – Maidah ( 5 ) : 90-91.
“Wahai kaum mukmin, minuman keras, judi, penyembelihan hewan untuk berhala, dan pengundian nasib adalah hal yang kotor bagian dari bujukan setan. Karena itu, jauhilah perbuatan-perbuatan kotor itu supaya kalian mendapatkan keselamatan di dunia dan di akhirat. Wahai kaum mukmin, setan hanya ingin membenamkan kalian dalam rasa permusuhan dan kebencian karena minuman keras dan judi. Setan ingin melalaikan kalian dari mengingat Allah dan melaksanakan shalat. Karena itu mengapa kalian tidak mau berhenti dari perbuatan kotor itu?”
3. Dalam periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi, merupakan momentum yang tepat untuk melahirkan keadilan politik dan hukum dengan mengontrol aparat-aparat pemerintahannya untuk menghentikan tindakan yang rawan konflik SARA berkenaan dengan isu radikalisme, terorisme dan Islamophobia.
4. Maka dengan ini Majelis Mujahidin menyatakan kepada rakyat, pejabat dan Pemerintah RI bahwa: Syariat Islam dalam bermasyarakat dan bernegara bersifat universal, akan membawa maslahat dan perbaikan kualitas hidup dan kehidupan manusia tanpa memandang SARA. Syariat Islam dalam bermasyarakat dan bernegara menjadi kebutuhan bersama bangsa Indonesia untuk mencapai cita-cita kemerdekaan RI menjadi Negara yang adil, makmur, aman dan sentosa dalam ampunan Tuhan Yang Maha Esa (Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur) seperti dinginkan Presiden dan Wapres Jokowi – Ma’ruf dalam visi dan misi pemerintahannya.
Pernyataan ini diputuskan dalam Mudzakarah pleno Lajnah Tanfidziyah dan Ahlul Halli wal Aqdi Majelis Mujahidin.
Yogyakarta, 16 Rajab 1442/28 Februari 2021
Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin
Irfan S Awwas M. Shabbarin Syakur
(Ketua) (Sekretaris)
Menyetujui Amir Majelis Mujahidin
(Drs. Muhammad Thalib)
(*/Arrahmah.com)