(Arrahmah.com)– Pada 3 Juli 2013, militer Mesir menggulingkan presiden terpilih negara tersebut, Dr. Muhammad Mursi, dalam sebuah kudeta militer yang terjadi dengan dorongan pihak-pihak asing. Mereka tidak hanya menghina kehendak rakyat dan hukum Mesir, tetapi juga memenuhi penjara-penjara dengan para anggota sah pemerintahan negara tersebut dan tokoh-tokoh Islam. Mereka menahan secara paksa para ulama dan tokoh partai Islam khususnya mereka yang berasal dari partai Kebebasan dan Keadilan. Garda Republik menembaki para demonstran damai di saat mereka sedang melaksanakan shalat Subuh. Puluhan dari mereka, termasuk para wanita dan anak-anak, syahid (insya Allah) dan lebih dari seribu dari mereka luka-luka. Tindakan tak dapat dibenarkan dari militer Mesir tersebut terus terjadi.
Bukannya mendukung presiden terpilih dan pemerintahan yang sah dan mengatasi para pelaku anarki, militer Mesir memberikan dukungan mereka terhadap orang-orang berpikiran sekular dan liberal dalam menentang seorang presiden terpilih dan pemerintahan yang sah menurut hukum. Militer Mesir melabeli kudeta militer mereka sebagai revolusi rakyat dan dengan rusak memperalat [melibatkan] beberapa tokoh politik dan agama yang lemah atau satu sama sekali tidak memiliki kebijakan politik. Militer Mesir melibatkan tokoh agama terkemuka seperti Syaikh (Rektor) Universitas Al-Azhar, Dr. Ahmad Tayyib, dalam bencana ini dan membuat mereka sebagai saksi atas pembenaran kudeta militer mereka. Dengan cara ini mereka melemahkan kedudukan Islami, sosial dan hukum [Universitas] Al-Azhar di mata komunitas internasional secara umum, dan dunia Islam secara khusus. Untuk mendapatkan kembali status ini dan mengganti kerusakan [citra], Syaikh Al-Azhar itu harus membela kebenaran dengan menunjukkan taubat dan menarik kembali dirinya dari langkah sebelumnya!
Mengikuti langkah Amerika, Militer Mesir menggunakan istilah-istilah “terorisme, ekstrimisme dan musuh negara,” terhadap orang-orang yang menentang kudeta militer ini untuk membenarkan tindakan kudeta militer mereka yang tidak sah. Militer Mesir menuduh partai-partai Islam dan para pemimpinnya telah berbuat kejahatan, menyimpan senjata, menumpahkan darah dan lain-lain.
Para pemimpin Dunia Barat menganggap demokrasi sebagai pencapaian terbesar dalam sistem mereka, dan mereka menganggap pemilu dan pemerintahan terpilih menjadi hak yang diserahkan pada rakyat. Namun mereka tidak meneteskan “air mata” apapun atas “penguburan” aspirasi bangsa Mesir, malahan mereka menyebut kudeta militer itu sebagai pilihan yang tidak dapat terelakkan.
Jika kita melihat ke masa lalu, kita temukan bahwa di Al-Jazair, partai-partai Islam mendapatkan suara mayoritas yang berlimpah dalam pemilu, tetapi bukannya menyerahkan pemerintahan kepada mereka (pemerintahan terpilih), mereka dikirim ke kuburan-kuburan dan penjara-penjara. Di Palestina, ketika Hamas memenangkan pemilu, tidak ada yang mengakuinya secara sah, malahan mereka dituduh “teroris” dan “radikalis”. Demikian juga, ketika Najmuddin Erbakan berkuasa melalui pemilihan umum di Turki, namun ia dipecat dari jabatannya juga dengan kekuatan semata oleh militer. Dan hari ini, di Mesir, Partai Kebebasan dan Keadilan yang memenangkan pemilu tetapi tidak diberikan kesempatan untuk menyelesaikan masa jabatannya.
Penyingkiran pemerintahan yang terpilih di Mesir melalui cara [kudeta militer] yang tidak bermoral dan ilegal, dan reaksi rendah serta memalukan komunitas internasional dengan tegas menunjukkan bahwa slogan demokrasi dan pemilu tidak lain hanyalah propaganda tak dapat dipercaya dan menyesatkan. Slogan tersebut digunakan hanya ketika kekuasaan dipegang oleh orang-orang yang melayani kepentingan-kepentingan dan keinginan Barat. Dalam kondisi itulah pemerintahan akan meraih dukungan rakyat dan sekaligus dukungan Barat. Tetapi jika partai Islam berkuasa melalui sistem Barat ini, maka pemerintahan partai Islam tersebut tidak akan diterima dan juga tidak disenangi “publik”.
Sesungguhnya Imarah Islam Afghanistan menganggap kudeta terhadap representasi dari gerakan Islam di Mesir, presiden terpilih Dr. Muhammad Mursi, pelengserannya dari kursi kekuasaan dengan kekuatan senjata, pembunuhan dan penangkapan terhadap para pejuang Islam sebagai tindakan yang bertentangan dengan seluruh undang-undang dan pelanggaran terhadap semua hak. Imarah Islam Afghanistan menyerukan kepada saudara kandung kami, rakyat Mesir, untuk berhias diri dengan ajaran-ajaran pokok Islam dengan mengendalikan emosi, bersabar, menanggung beban, bersikap bijaksana dan berdasarkan bashirah. Secara khusus, hendaknya mereka bersungguh-sungguh untuk menyatukan kelompok-kelompok Islam dan tidak membiarkan semakin luasnya api perpecahan dan fitnah di tengah rakyat. Imarah Islam Afghanistan menyerukan kepada seluruh dunia, negara-negara Islam, PBB, OKI (Organisasi Konferensi Islam), dan organisasi-organisasi internasional lainnya untuk berpihak sesuai undang-undang di pihak kehendak rakyat Mesir dan tuntutan-tuntutannya, bangkit untuk menolong orang-orang yang dizalimi, menghadang kekerasan dan kezaliman, dan mengambil langkah-langkah yang seharusnya untuk menghentikannya.
Al-Qari Muhammad Yusuf Ahmadi
Juru bicara resmi Imarah Islam Afghanistan
29 Sya’ban 1434 H 8 Juli 2013 M
(siraaj/arrahmah.com)