Oleh: Adibah NF
Pendidik Generasi
(Arrahmah.com) – Sebuah Wedding Organizer (WO) Aisha Weddings, telah menghebohkan jagad maya yang mempromosikan hal yang dianggap tidak wajar. Bahkan dianggap aneh dan bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut negeri ini.
Adapun promosi yang ditawarkannya berupa ajakan kepada para pemuda/pemudi untuk menikah muda, agar terhindar dari perbuatan maksiat. Kontroversi pun mencuat dalam masalah promo yang mencantumkan rentang usia ideal bagi perempuan siap menikah yakni 12-20 tahun saja.
Hal ini menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati dinilai merupakan bentuk pelanggaran dan pengabaian terhadap perlindungan dan pencegahan anak dari korban kekerasan dan eksploitasi. Karena, pernikahan di Indonesia telah diatur UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan asas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang berlaku sejak 15 Oktober 2019, bahwa usia pernikahan adalah 19 tahun.
Dengan demikian, apa yang dilakukan Aisha Weddings dianggap melanggar UU Perlindungan Anak, melawan hukum, UU Perkawinan Anak dan UU Tindak Pidana Perdagangan Orang. (Dirilis oleh merdeka.com,11/02/2021)
Saat ini, Aisha Weddings tersangkut dalam jalur hukum, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) sendiri yang akan menyelidiki kasus tersebut berdasarkan laporan Komisi Perlindungan Anak (KPAI). (cnnindonesia.com,11/02/2021).
Selain itu, sang owner WO itu sendiri terancam UU ITE dan UU Perlindungan Anak. Akun media sosial milik Aisha Wedding beserta websitenya kini sudah tidak bisa diakses lagi atau dinonaktifkan.
Promosi Aisha Weddings disinyalir terkesan sporadis dan dipaksakan bahkan diada-adakan untuk memancing keresahan publik. Dengan mendapati adanya kejanggalan-kejanggalan misalnya, tidak adanya alamat dan nomor telepon yang bisa dihubungi oleh para calon pengguna jasa, ditemukan bahwa pihak Aisha Weddings membayar jasa percetakan banner di Lombok, Nusa Tenggara Barat, dengan menggunakan PayPal, bukan rekening bank biasa.
Kejanggalan lain pun yaitu adanya akun PayPal yang digunakan untuk membayar jasa percetakan banner menggunakan nama samaran.
KemenPPPA Lenny Rosalin, menanggapi kasus ini dengan mengungkapkan bahwa kasus ini telah menjadi peringatan bagi semua pihak agar lebih intensif lagi melakukan sosialisasi dan advokasi bahwasanya, perkawinan anak tidak boleh terjadi. (Jawapos.com/16/02/2021)
Jika dilihat sekilas tanpa mendalami dengan cermat, promosi Aisha Weddings ini seolah-olah memfasilitasi pernikahan sesuai syariat Islam dan memotivasi kaum muda untuk bersegera menikah dengan mengambil sebagian dari ayat Al-Qur’an sebagai dalil.
Ajakan inipun apabila tidak dibarengi dengan pemahaman terhadap hukum dan fikih pernikahan yang lengkap, bisa jadi banyak masyarakat yang akan terprovokasi untuk nikah dini dan berpotensi menjadi celah penyerangan terhadap syariat Islam. Sehingga nikah dini menjadi kambing hitam selanjutnya melarang untuk melakukan nikah dini.
Pernikahan Dalam Syariat Islam
Membentuk keluarga adalah fitrah bagi manusia. Pernikahan dalam Islam merupakan sesuatu yang suci dan mulia. Islam telah memberikan serangkaian tuntunan untuk menata fitrah itu agar terwujud sebuah keluarga yang melahirkan generasi Rabbani.
Karena generasi kebangkitan hanya akan terwujud dari keluarga yang mempunyai pandangan hidup Islam. Tepatlah, ketika Islam menyebutkan istilah pernikahan dengan sebutan mitsaqan ghaliza (perjanjian yang berat). Karena di dalamnya terdapat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pasangannya.
Oleh karena itu, siapa saja yang sudah siap menikah, harus sudah memahami hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah pernikahan, bukan asal siap saja. Karena masih banyak hal yang harus dipelajari dan difahami hukum-hukumnya seperti, hukum khitbah, akad nikah, nafkah, talak, rujuk dan lain sebagainya.
Karena memahami hukum-hukum nikah adalah fardu bagi setiap muslim. Bagi yang akan melaksanakan dalam waktu dekat merupakan fardu ain dan fardu kifayah bagi yang akan melaksanakannya di kemudian hari. Meskipun hukum asal menikah adalah sunah (mandub). Firman Allah Swt, artinya,
“Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berbuat adil, maka (kawinilah) satu orang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.” (TQS. An-Nisaa’: 3)
Islam pun menganjurkan untuk menikah bagi siapa saja yang sudah mencapai usia baligh, siap untuk menikah dan mempunyai kemampuan untuk menanggung beban. Tidak disebutkan batasan usia seseorang untuk menikah. Rasulullah saw bersabda,
”Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya,” (HR. Bukhari, Muslim,Tirmidzi dan lainnya)
Menikah bukan hanya masalah siap dan kehalalan urusan hubungan suami isteri semata. Namun perlu memahami urusan rumah tangga dan tanggung jawab sebagai suami dan istri serta hak dan kewajibannya masing-masing, yang akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak. Alhasil, perlu adanya kesiapan yang matang dan pemahaman yang utuh berkaitan dengan hukum-hukum pernikahan.
Sesuatu yang wajar, apa yang dilakukan oleh Aisha Weddings menuai polemik, karena promosi yang masif tidak disertai pemahaman tentang hukum pernikahan serta edukasi masalah pernikahan itu sendiri. Karena pernikahan dianggap sebagai pelegalan atas hubungan seks semata.
Pernikahan dini saat ini pun salah satunya karena rangsangan dari lingkungan sekitar yang sekuler liberal yang memicu naluri berkasih sayang antara pemuda dan pemudi (gharizat an-nau’). Karena tanpa memiliki ilmu dan penjelasan bagaimana membangun sebuah keluarga, pernikahan pun kerap berakhir dengan perceraian hingga tindakan kriminal.
Melakukan pernikahan dini hakikatnya adalah menikah sebagaimana mestinya, namun harus diperhatikan apakah sudah sesuai dengan aturan Islam atau bahkan berpeluang untuk mengantarkan pada potensi penyerangan terhadap syariat Islam?
Perlu adanya edukasi yang utuh berkaitan dengan hukum nikah dini yang ada secara umum dalam semua pernikahan. Hukum ini wajib dipahami karena berkaitan dengan syarat sebagai kesiapan menikah. Setidaknya ada tiga hal penting yang perlu disiapkan yakni: kesiapan ilmu, kesiapan materi/harta, kesiapan fisik/kesehatan serta mental. Kesiapan ini berlaku umum untuk siapa saja yang akan melakukan pernikahan. Baik nikah dini maupun bukan dini.
Demikian pula, Islam telah menetapkan hukum-hukum preventif agar para pemuda dan pemudi terhindar dari rangsangan dan godaan untuk berbuat maksiat, seperti memerintahkan kepada laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangannya, menjauhi perkara-perkara syubhat, berhati-hati agar tidak tergelincir dalam perbuatan maksiat kepada Allah, mengendalikan nafsu, menutup aurat, tidak berdua-duaan dengan selain mahram, dan Lainnya. Hal ini semata-mata agar kaum muslim tidak terjerumus pada kehidupan yang rusak.
Inilah bentuk penjagaan tentang syariat pernikahan. Perkara yang sangat diperlukan dan penting untuk memahami syariat pernikahan ini. Sehingga tidak ada lagi pemahaman yang rancu terhadap masalah pernikahan termasuk nikah dini. Dan tidak ada peluang sedikitpun bagi para pembenci syariat Islam untuk bisa menyerangnya.
Untuk menyelesaikan permasalahan yang terus menyerang syariat Islam, diperlukan pemberlakuan syariat ini secara sempurna. Yakni dengan adanya sistem utuh dan menyeluruh diterapkan dalam keluarga, masyarakat dan negara. Itulah sistem aturan Islam kaffah. Yang akan membawa rahmat dan kebaikan kepada seluruh alam. Wallahu a’lam bishshawab.
(*/arrahmah.com)