GROZNY (Arrahmah.id) — Mufti Chechnya yang kontroversial karena melarang niqab dan penasihat terkenal pemimpin Chechnya Ramzan Kadyrov, Salakh Mezhiev, telah terpilih sebagai ketua Pusat Koordinasi Muslim Kaukasus Utara.
Pada tanggal 28 September, Dewan Mufti dengan suara bulat memilih Mezhiyev dalam sebuah pertemuan di Cherkessk, ibu kota Karachay–Cherkessia.
‘Saya mengucapkan selamat kepada Sheikh Salakh-Khadzhi Mezhiev yang terhormat atas pemilihannya untuk jabatan ini. Saya yakin bahwa ia akan membenarkan kepercayaan tinggi yang diberikan kepadanya oleh para pemimpin agama Kaukasus Utara dan akan melakukan segala upaya untuk kegiatan yang bermanfaat dari [Pusat Koordinasi Muslim Kaukasus Utara] demi kepentingan Muslim Kaukasus dan semua penduduk Rusia’, tulis Kadyrov di Telegram, dikutip dari OC-Media (30/9/2024).
Pusat Koordinasi menyatukan sembilan Muftiat Kaukasus Utara — badan perwakilan tradisional Muslim setempat — dan para pemimpin mereka, para Mufti.
Pertemuan untuk memilih ketua baru diadakan dua bulan setelah kematian ketua asosiasi sebelumnya, Mufti Karachay–Cherkessia, Islam Berdiyev, yang telah menjabat sejak 2003.
Mezhiev terpilih sebagai Mufti Chechnya pada tahun 2014 di Kongres Muslim Republik Chechnya. Ia juga pernah menjabat sebagai Penasihat Kepala Republik Chechnya, dan diyakini sebagai bagian dari lingkaran dalam Kadyrov.
Pada bulan Februari 2024, ia menerima gelar ‘Pahlawan Chechnya’ atas dugaan ‘kontribusi pribadinya terhadap pencapaian tujuan dan sasaran’ dalam perang di Ukraina.
Selama dekade terakhir, ia sering muncul di depan umum meremehkan dan menegur penduduk Chechnya khususnya terkait niqab dan paham Wahabi.
Pada tahun 2019, saluran televisi pemerintah Grozy TV menayangkan sebuah cerita di mana Magomed Akhmatov yang berusia 16 tahun dimarahi oleh Mezhiev karena menulis komentar kritis tentang pihak berwenang di Instagram. Mezhiev menuduh Akhmatov, yang menghabiskan sebagian besar acara dengan menangis dan meminta maaf atas perilakunya, telah menjadi ‘kawan musuh-musuh Islam’.
Pada tahun 2020, Mezhiev, bersama dengan kepala Kementerian Dalam Negeri Grozny, Aslan Iraskhanov, mengadakan ‘pertemuan edukasional’ di saluran TV milik pemerintah, di mana ia memarahi dan memaksa empat wanita untuk melepas niqab mereka. Mezhiev kemudian memerintahkan kerabat laki-laki para wanita tersebut untuk memastikan bahwa mereka tidak mengenakan pakaian tersebut di masa mendatang.
Mezhiev juga tampaknya membenarkan pembunuhan Salman Tepsurkaev, seorang yang diduga administrator saluran Telegram oposisi 1adat. Setelah Tepsurkaev diculik oleh pasukan keamanan Chechnya dan dipaksa menyodomi dirinya sendiri dengan botol kaca, Mezhiev menyebut Tepsurkaev sebagai ‘orang kotor’.
Sejak invasi Rusia ke Ukraina, Mezhiev telah aktif berinteraksi dengan mereka yang dikirim ke medan perang dari universitas pasukan khusus di Gudermes, dan menyebut perang itu sendiri sebagai perang yang ‘suci’. (hanoum/arrahmah.id)