MOSKOW (Arrahmah.com) – Lima tahun sejak kembali ke Timur Tengah dengan pangkalan militer di Suriah, Rusia pindah ke pasar senjata yang ditinggalkan oleh Amerika Serikat dan meningkatkan penjualan ke sejumlah klien ‘tradisional’, lansir Al Jazeera, Senin (3/5/2021).
Penjualan senjata Moskow yang meluas mendatangkan uang dan pengaruh geopolitik, seiring ambisinya untuk menantang hegemoni AS.
Pada 25 Februari, Rusia secara resmi mengumumkan bahwa Mesir telah menerima lima pesawat tempur Sukhoi Su-35, yang pertama dari pesanannya sejumlah 24 unit.
Mesir memesan pesawat tersebut meskipun ada ancaman sanksi AS setelah Washington menolak untuk menjual pesawat tempur F-35 generasi kelima ke Kairo.
Turki, sekutu NATO, sedang dalam pembicaraan dengan Rusia untuk membeli Su-35 dan akhirnya pesawat tempur generasi kelima Su-57 yang canggih, setelah diskors dari program F-35 AS.
Pada 12 Maret, Rusia mengumumkan siap untuk membuka negosiasi resmi dengan Ankara, dan untuk membantu Turki mengembangkan pesawat tempur generasi kelima miliknya, TF-X.
Aljazair, pelanggan terbesar Rusia di MENA, akan menerima 14 jet pembom ringan Sukhoi-34 yang ditingkatkan tahun ini, dan juga dilaporkan tertarik dengan Su-57.
Iran, klien bersejarah persenjataan Rusia sejak zaman Shah, bebas untuk mempertimbangkan kembali barang-barang Rusia, karena embargo senjata PBB selama satu dekade terhadap republik Islam berakhir pada Oktober.
Sebagian, Rusia memasarkan senjatanya karena mereka adalah sumber utama mata uang asing, kata para ahli.
“Ekspor senjata sangat penting bagi ekonomi Rusia, tidak seperti AS yang merupakan pasar yang sangat besar sehingga tidak terlalu peduli dengan ekspor,” kata Kostas Grivas, profesor sistem persenjataan di Hellenic Military Academy.
Pangsa ekspor senjata global Rusia adalah 21 persen pada 2015-19, menjadikannya eksportir terbesar kedua di dunia setelah AS, menurut angka dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI). (Althaf/arrahmah.com)