(Arrahmah.com) – Berikut ini adalah analisis oleh Pemerhati Kontra Terorisme CIIA yang diterima oleh redaksi arrahmah.com :
Terkait ditangkapnya JM alias Asep dan Ovie alias Umar di kawasan Jl. Sudirman Jakarta dan pengejaran Sigit Indrajit dari Pamulang oleh pihak Densus 88 ada beberapa point perlu menjadi perhatian ummat Islam :
1. Analisa saya, Langkah Densus 88 ini masih terkait dengan posisinya yang terpojok sejak kasus terungkapnya video kebiadaban Densus 88 tahun 2007 di Tanah Runtuh-Poso. Untuk membalik opini dan keadaan, Densus bermanuver mulai dari kasus penembakan 3 orang di wilayah Bekasi bulan lalu yang terduga pelaku perampokan toko emas. Dan salah satu orang yang tewas adalah Makmur, kemudian dikaitkan dengan peristiwa perampokan CIMB Medan 2010. Dan makmur yang tewas di tuduh terkait dengan kelompok Toriq (bom tambora dan Beji-Depok). Dan dari kasus ini mengesankan bahwa teroris benar-benar ada dan otomatis melegitimasi kehadiran Densus yg banyak pihak mendesak keberadaannya di bubarkan.
2. Di akhir bulan April 2013 di Poso terjadi kasus larinya Basri alias Bagong, terpidana kekerasan di Poso yang divonis 19 tahun penjara. Dari data dilapangan terkesan larinya Basri dalam situasi yang dikondisikan. Yang aneh, ini juga sepengetahuan Densus 88 ketika Basri keluar penjara untuk menjenguk keluarganya. Sementara orang sekelas Basri yg dituduh gembong teroris tapi begitu longgar dan leluasa diberikan kebebasan keluar penjara. Ini jelas langkah berikutnya untuk melegitimasi perburuan “teroris” versi Densus 88 di wilayah Poso. Dan secara eksplisit memberi pesan bahwa Densus masih diperlukan.
3. Kali ini Densus 88 menangkap 2 terduga “teroris” dan mengejar 1 orang lagi (sigit indrajit), momentumnya ketika kasus Rohingnya memanaskan emosi ummat Islam. Dan beberapa rencana komponen ummat Islam menggeruduk kedubes Miyanmar di Jakarta. Seolah menjadi momentum yang pas untuk memunculkan perburuan “teroris” baru, yang motifnya dikaitkan dengan ancaman bom terhadap Kedubes Myanmar. Dan ada indikasi mengaitkan 3 orang ini dengan Farhan (Solo-sudah meninggal) atau keluarga Hisbah (Yusuf Qordowi) sebagai legitimasi bahwa mereka memang “teroris”. Ini cara-cara culas untuk menjaga kontinuitas proyek perang melawan “teroris” di Indonesia. Dan ini adalah “pesan” bahwa densus88 masih dibutuhkan.
4. Dibalik langkah-langkah Densus 88, ummat Islam harus ambil nilai positifnya yakni dorongan dan desakan pembubaran Densus 88 harus terus dijaga, karena justru Densus sendiri yang menciptakan momentumnya. Densus sendiri yg dari hari ke hari menunjukkan kelemahannya, dari definisi teroris yg semau gue sampai penindakan yang mengabaikan semua kaidah-kaidah hukum yang manusiawi. Mereka sampai hari ini tampak begitu arogan, contoh, kalau mereka ada kepentingan maka si Bos Densus tinggal berkata : “Lepaskan babi dari kandang!” Artinya target yg udah terpantau atau target yg sudah di “pelihara” sebelumnya di istilahkan babi, dan dilepas artinya untuk di jadikan obyek perburuan dengan target tewas.
5. Dan ummat perlu cermat, jika media seperti TV One sudah ekspos secara berlebihan berarti skenario sudah disiapkan. Narasinya, arah opininya dan target-target sesungguhnya di balik operasi Densus 88 sudah disetting. TV One telah mengabdikan diri menjadi PR (public relation) “resmi” dari Densus 88 dan BNPT dalam proyek kontra terorisme.
6.”Teroris” seolah tidak ada habisnya, karena ada pihak yang bermain untuk reproduksi “teroris”. Jika toh benar adanya, ada person atau beberapa person mengadopsi “jihad fardliyah” utk melawan thogut dan anshorut thogutnya maka saya rasa mereka tidak pernah belajar dari pengalaman. Berpotensi menjadi sebuah “Jihad” yang akan layu sebelum berkembang. Saat ini kita melihat orang yang terduga “teroris” (asumsinya original bukan produk intelijen) kok begitu bodohnya, baru berniat saja sudah kehendus oleh aparat Densus 88. Apalagi rasanya aneh,jika benar adanya mereka sudah menyiapkan bom rakitan yang siap ledak, kenapa harus nunggu di kejar oleh aparat? Biasanya “teroris” sejati dia udah siap bertaruh nyawa dan tdk perlu melewatkan kesempatan sedikitpun karena sudah diperhitungkan segala sesuatunya dengan cermat.
(Harits AU-Pemerhati Kontra Terorisme/CIIA-Ahad 5 mei 2013)