GAZA (Arrahmah.id) – Aksi unjuk rasa besar-besaran terjadi di jalan-jalan Gaza pada Ahad dini hari, 26 Mei, setelah pengumuman Abu Ubaida tentang penangkapan tentara ‘Israel’ oleh pejuang Brigade Al-Qassam di kamp pengungsi Jabalia.
The Palestine Chronicle meminta empat warga Gaza untuk mengomentari operasi yang dilakukan oleh Perlawanan Palestina selama 230 hari setelah dimulainya perang genosida ‘Israel’ tersebut.
Pilihan Kolektif
Ayman Amouna adalah seorang pemuda Palestina yang tinggal di Rafah. Dia kehilangan rumahnya karena pengeboman ‘Israel’, bersama dengan banyak kerabatnya.
“Penangkapan tentara ‘Israel’ kembali membawa kegembiraan di hati kami,” katanya kepada Palestine Chronicle.
Amouna menjelaskan, perlawanan merupakan satu-satunya harapan bagi rakyat Palestina untuk menghadapi agresi ‘Israel’ dan menghentikan kejahatan berkelanjutan mereka terhadap warga sipil yang telah berlangsung sejak 1948.
“Perlawanan adalah pilihan yang diambil oleh semua warga Palestina untuk membebaskan tanah mereka dan mendapatkan kembali hak-hak mereka,” katanya, seraya bersumpah bahwa kejahatan ‘Israel’, betapapun kejinya, tidak akan berhasil membuat rakyat Palestina pergi mereka dari tanah mereka.
The joy of the people of Gaza with Abu Obaida's announcement of capturing Israeli soldiers in Jabalia. pic.twitter.com/4CfW4AMq2U
— Warfare Analysis (@warfareanalysis) May 25, 2024
Menghimpun Tempat Perlindungan Kita
Mohammed al-Issawi juga kehilangan rumahnya akibat serangan ‘Israel’ dan sekarang tinggal di tempat penampungan di Deir al-Balah, yang terletak di Gaza tengah.
“Ketika Abu Ubaida mengumumkan penangkapan tentara ‘Israel’, kami melakukan pawai kecil di sekitar kamp pengungsi untuk merayakan berita tersebut,” katanya kepada kami.
“Kami telah hidup di bawah pendudukan selama 76 tahun, dan kami tidak punya pilihan selain melawan pendudukan untuk mengusir mereka dari negara kami dan merebut kembali seluruh tanah kami yang diduduki.
Kesepakatan yang Terhormat
Samia Mustafa kehilangan suaminya selama perang ini dan dia sekarang membesarkan kedua anaknya sendirian.
“Saya akan mengajari anak-anak saya bahwa perlawanan adalah satu-satunya harapan untuk merebut kembali tanah kami dan menghormati warisan ayah mereka yang terbunuh,” katanya kepada The Palestine Chronicle.
“Pendudukan ini membuat anak-anak saya kehilangan ayah mereka, dan kami telah tinggal di tempat penampungan selama beberapa bulan,” lanjut Mustafa.
“Meskipun semua penderitaan ini terjadi, penangkapan tentara telah menanamkan harapan pada kita bahwa kesepakatan pertukaran yang terhormat pada akhirnya akan mungkin terjadi.”
Kehidupan yang Bermartabat
Ahmed Abdullah kehilangan seluruh anggota keluarganya ketika rumahnya di kamp pengungsi Nuseirat dibom.
“Penjajah tahu betul bahwa mereka tidak bisa membebaskan tawanan mereka dengan kekerasan, dan mereka kini tenggelam di pasir Gaza,” kata Abdullah.
“Satu-satunya pilihan yang ada adalah menegosiasikan kesepakatan pertukaran yang sesuai dengan kondisi Perlawanan dan mencapai kehidupan bermartabat yang kami inginkan,” katanya.
Abdullah juga menunjukkan bahwa penjajah ‘Israel’ menahan lebih dari 10.000 warga Palestina di penjara, dan merupakan hak rakyat Palestina untuk membebaskan tahanan mereka.
“Inilah yang sedang dikerjakan oleh kelompok Perlawanan. Kami ingin pembebasan semua tahanan kami dari penjara ‘Israel’,” katanya. (zarahamala/arrahmah.id)