Remaja Muslimah, korban pemerkosaan, menceritakan bagaimana 13 wanita Muslim diperkosa dalam satu malam di negara bagian Arakan, Burma, oleh aparat keamanan Burma.
Di sebuah desa terpencil, di negara yang ketegangan antara Muslim dan Musyrikin tak pernah surut itu, 13 wanita, termasuk gadis remaja, yang menjaga kesuciannya, telah menjadi korban pemerkosaan biadab yang dilakukan oleh aparat keamanan Burma.
Mereka adalah para wanita Muslimah di masyarakat Muslim Rohingya, yang telah menderita akibat akibat kezhaliman orang-orang musyrik di negara mereka.
Salah satu korban berumur 18 tahun, yang tidak disebutkan namanya demi keamanan dan kehormatannya, menceritakan bagaimana tentara dari unit keamanan perbatasan Burma (Nasaka) tanpa seragam resmi memasuki rumahnya yang terletak di kota Maungdaw, sesaat setelah tengah malam lewat pada Rabu (20/2/2013).
“Mereka membawa kami secara terpisah ke tempat yang berbeda dan menyiksa serta memperkosa kami,” katanya, menunjukkan ia bersama ibu dan adik perempuannya yang berusia 15 tahun. Mereka menderita ujian berat itu hingga waktu fajar.
“Mereka datang dan keluar rumah setidaknya 15 kali. Mereka juga memukuli ibuku dengan senapan dan menyeretnya ke luar ke jalan dan memukulinya di tanah,” demikian ungkapnya kepada The Guardian.
Menurut korban, 13 orang di desa itu dianiaya. Chris Lewa, kepala Arakan Project, yang memiliki tim pengawas di kota Maungdaw, mengatakan bahwa ia secara terpisah mengkonfirmasi bahwa pada malam itu setidaknya 11 orang diperkosa.
Kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) telah memperingatkan insiden ini bisa memicu kerusuhan antara umat Muslim dan Buddha setempat.
“Kekerasan seksual oleh Nasaka terhadap para wanita Rohingya telah didokumentasikan selama bertahun-tahun,” kata Matthew Smith, seorang pemerhati HAM, menambahkan bahwa hukuman jarang terjadi bagi pemerkosaan yang dilakukan oleh aparat keamanan.
Khin Ohmar, pendiri Women’s League of Burma (Liga Wanita Burma) mengatakan bahwa penganiayaan semacam ini meneror masyarakat Rohingya.
Dia mengatakan bahwa insiden semacam ini terjadi “setiap kali tentara bergerak ke daerah-daerah terpencil,” dan hukuman biasanya hanya dipindahkan ke daerah lain “dimana perkosaan terus berlanjut tetapi dengan wanita yang berbeda.”
Setelah serangan itu, warga desa melarikan diri ke hutan terdekat dan sepanjang perbatasan ke Bangladesh, kata Lewa. Korban mengatakan kepada The Guardian bahwa ia dan para wanita lainnya telah mendapatkan perawatan di klinik lokal. Tetapi bagaimanan kondisi luka mereka tidak jelas, namun salah seorang dari mereka yang berusia 19 tahun diyakini dalam kondisi kritis. (siraaj/arrahmah.com)