SERAM BAGIAN TIMUR (Arrahmah.com) – Secara umum pertumbuhan jumlah Muslim Maluku cukup menggembirakan. Menurut catatan Dewan Dakwah Ambon, saat ini, jumlah muallaf sudah lebih dari tiga ribu jiwa. Mereka menyebar di berbagai dusun dan desa di beberapa Kabupaten di Maluku.
Sebagian besar di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) yakni di Kecamatan Bula, Werinama, dan Kelimury. Lainnya di Kabupaten Buru.
Mayoritas yakni 53% penduduk Maluku menganut agama Islam, dan 46% menganut agama Kristen dan sisanya menganut Hindu, Budha, serta Konghucu.
Sejak 2010, Dewan Dakwah menempatkan sejumlah dai sarjana Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) M Natsir Jakarta di sejumlah pedalaman Maluku seperti di Pulau Buru dan Seram.
Di Kabupaten SBT, tepatnya di Kecamatan Bula, para muallaf terdapat di beberapa desa seperti Salas Bawah, Salas Gunung, Dawang, Solang dan Bonvia Gunung.
Sedangkan di Kecamatan Werinama, mereka tersebar di beberapa desa antara lain: Liliama, Lapela, Adabay, Balakeu, Nayaba, Funa Nayaba, Dak, dan Budi Mulia.
Adapun di Kecataman Kelimury terdapat di Dusun Mising. Sementara di Kabupaten Buru, para muallaf tersebar di Waihotong, Waigapa, Wailahan, Baman, dan Wamlana.
Namun, banyak muallaf di Maluku yang kembali ke agama asal karena tidak memperoleh pembinaan keislaman yang intensif dan cukup.
“Dalam catatan kami, jumlah muallaf se-Propinsi Maluku tahun ini 3000 orang. Namun, 150 orang di antaranya sudah murtad karena tidak mendapatkan pembinaan,” ungkap Ustadz Abu Imam Rumbara, Ketua Dewan Dakwah Ambon, dalam acara bertajuk ”Dauroh Tokoh Muallaf” yang digelar Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia di Pondok Pesantren Al Anshor Batu Merah, Ambon, beberapa waktu lalu.
Misalnya muallaf warga Desa Liliama, Kecamatan Werinama, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) yang berjumlah sekitar 115 orang, sudah kembali ke agama asalnya.
Sanlat Mualaf
Untuk itu, Dewan Dakwah Ambon sejak tiga tahun terakhir menyelenggarakan ‘Dauroh Tokoh Muallaf’ guna mempersiapkan kader-kader dai muallaf lokal yang sudah terbina. Mereka nantinya diharapkan mampu membina kaum muallaf lainnya.
“Dai lokal insya Allah lebih efektif, karena mereka lebih memahami budaya dan bahasa kaum muallaf setempat,” ujar Ustadz Abu Imam yang pernah menjadi dai di Papua.
Selain mengajarkan dasar-dasar Islam, para muallaf juga diperkenalkan dan dibekali pelatihan usaha cocok tanam produktif.
Dauroh pertama yang berlangsung selama Ramadhan 1434 H/2013, diikuti 26 kader dai muallaf dari Pulau Buru, Seram, dan Ambon, di antaranya kepala Dusun Solan dan mahasiswa asal Pulau Seram.
Hadir dalam acara pembukaan dauroh tersebut antara lain Ketua MUI Maluku Idrus E Toekan, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Maluku H Mahyuddin Latuconsina MA, Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Maluku DR Muspida Sayuti, dan Ketua Pengadilan Agama Ambon H Ilham Mushaddaq.
Tahun berikutnya, Sanlat Tokoh Muallaf berlangsung pada Juli 2014 yang bertepatan dengan Ramadhan 1435 H. Dauroh di Pesantren Al Anshor ini diikuti 40 tokoh muallaf dari Desa Solang, Dawang, dan Salas Kec Bula.
Juga dari Desa Guslau Kecamatan Siwalalat, serta Desa Lapela, Adabai, dan Funa Kecamatan Werinama. Kemudian utusna dari Desa Mising, Kecamatan Kilmuri; Lalu dari Kecamatan Kesui dan Teor di Pulau Kesui Teor, serta dari Pulau Buru.
Pembukaan acara dihadiri oleh Ketua MUI Maluku Ustadz Dr. Abiding Wakam, dan dibuka oleh Kepala Kantor Wilayah Kementrian Agama Maluku Prof. Dr. Abdul Khaliq Latuconsina.
Para peserta selama sebulan penuh mendapat pembekalan ilmu keagamaan dan lifeskill. Ketrampilan yang diberikan antara lain: pelatihan ternak sapi, pembuatan pupuk organik/kandang, dan pelatihan pembuatan kue bagi putri dan ibu-ibu. (azmuttaqin/arrahmah.com)