(Arrahmah.id) – Jika ditanya dari mana tulip berasal, jawabannya hampir pasti Belanda. Jawaban ini tidak salah, mengingat Belanda saat ini terkenal akan ladang tulipnya yang indah yang menjadi ciri khasnya.
Belanda tidak hanya dikenal sebagai pengekspor tulip terbesar di dunia, tempat ribuan varietas ditanam, dibeli dan dijual hari ini, tetapi juga karena integrasi ‘tulip’ ke dalam narasi budaya Belanda dan identitas nasional. Prevalensi gambar bunga dalam lukisan, furnitur, vas, dan ornamen Belanda lainnya mengonsolidasikan identitas ini, dan keragaman warna serta coraknya dirayakan hari ini sebagai sambutan musim semi yang edenik di seluruh dunia Barat.
Tapi tahukah Anda, jika sebenarnya Tulip berasal dari negeri Muslim?
Tulip diimpor ke Belanda pada abad ke-16 oleh Oghier Ghislain de Busbecq, duta besar Raja Ferdinand I untuk Sulaiman Al Qanuni. Dalam sebuah surat tertanggal 1 September 1555, dia menulis bahwa saat melewati sebuah distrik dalam perjalanannya dari Adrianople menuju Konstantinopel, dia melihat sekuntum bunga bernama tulipam. Dia menamainya demikian, menyamakannya dengan tulband, sebutan orang Persia dan Utsmaniyah yang mengacu pada sorban yang dikenakan oleh pria di Turki pada saat itu.
Padahal, nama bunga itu ‘lale’, yang berasal dari kata lal, artinya merah, dalam bahasa Persia. Busbecq mengangkut umbi lale sebagai hal baru langka untuk taman Ferdinand I (Kaisar Romawi Suci pada waktu itu) di Wina dan Praha, mempopulerkan nama baru ini, dan melepasnya dari asalnya dan kaitannya dengan dunia Islam. Lale (kemungkinan besar Tulipa Armena) yang diperhatikan oleh Busbecq pada hari itu adalah bunga dengan warna merah cerah, lima atau enam kelopak berbentuk tombak, mengarah ke atas, tepinya yang tidak rata saling tumpang tindih, dan bercak hitam di mahkotanya.
Kepopuleran tulip dalam seni Islam sangat berkaitan dengan bentuk bunganya. “Allah” dalam tulisan Arab, ﷲ, menyerupai bentuk tulip. Huruf Arab yang membentuk kata lale, bentuknya mirip dengan huruf yang membentuk nama Allah, menjadikannya bunga yang sangat istimewa dengan status tinggi dalam seni dan budaya Islam.
Lale menyebar luas dan liar keluar dari Persia Khurasan, melalui pegunungan Pamir-Alai di Asia Tengah, melintasi Mazar-i-Sharif di Afghanistan, dan sepanjang wilayah Anatolia timur Turki. Ya, Tulip awalnya adalah bunga liar dari Asia Tengah, dari Pegunungan Hindu di Kazakhstan, tetapi pertama kali dibudidayakan oleh orang Turki, pada awal 1000 Masehi.
Tulip terlihat untuk pertama kalinya dalam karya seni Seljuk. Pada abad ke-12 , tulip termasuk dalam motif, khususnya di kota Konya, yang merupakan ibu kota Anatolia Seljuk. Tampaknya tulip dan budaya tulip datang bersama orang Turki ke Anatolia.
Ketika Konstantinopel didesain ulang sebagai Istanbul, setelah penaklukan Utsmaniyah, Sultan Mehmet II memerintahkan agar tulip ditanam di taman dan kebun baru. Sultan sendiri adalah seorang tukang kebun yang rajin. Di waktu luangnya, dia bekerja di taman Istana Topkapi.
Sultan Sulaiman membawa kecintaan pada bunga tulip ke tingkat yang lebih tinggi. Dia memprofesionalkan penanaman dan penggunaan tulip di Istanbul, dan menjadi lebih populer daripada bunga mawar. Sultan Sulaiman juga seorang penyair hebat, dan menyebut tulip beberapa kali dalam puisinya. Nama penyairnya adalah “Muhibbi.”
Menanam tulip di taman menjadi tren di seluruh Kesultanan Utsmaniyah pada saat itu. Tulip menjadi bagian penting dari kehidupan dan digambarkan dalam seni, cerita rakyat, puisi, musik, dan kehidupan sehari-hari. Motif tulip klasik Turki memiliki kelopak yang memanjang dan ramping. Dapat ditemukan pada ukiran di dinding ataupun ubin, di tekstil sutra, baju besi baja, perangkat kopi Turki, dan mereka digambarkan berdiri tegak di atas karpet Turki yang indah. Kesultanan Utsmaniyah sangat memperhatikan lingkungan, dan tulip menjadi simbol nasional.
Ketika lale memasuki Barat sebagai ‘tulip’, lale menjadi simbol status elit Eropa, bukan karena warna dan variabilitasnya, tetapi karena kemiripannya yang eksotis dengan “hiasan kepala pria Turki”. Satu tangkai bisa berharga hingga ribuan gulden, karena lale membawa kegilaan sedemikian rupa sehingga, menurut legenda, akhirnya merusak seluruh perekonomian Belanda.
Tulip adalah nama yang di berikan oleh orang yang sama yang menganggap seluruh orang di dunia Islam ‘tidak beradab’, nama mereka orang-orang Muhammadan bukan Muslim, teroris bukan pengungsi, pengungsi bukan manusia. Ironisnya, bunga tulip, yang begitu terbungkus dalam identitas Belanda, adalah milik rakyat dan seperangkat kepercayaan yang dianggap menjijikkan oleh Belanda dalam iklim politik saat ini.
Keinginan untuk memiliki apa yang bukan milikmu sepertinya tidak pernah berakhir. (zarahamala/arrahmah.id)