Abu Ali Umari, begitu orang mengenalnya. Ia juga pernah disebut dengan Abu Ali Alawi karena memang dia adalah pengikut Syiah Alawiyah. Waktu masih memeluk Syiah, ia adalah seorang tentara dan berada di divisi tank sebagai seorang pengemudi.
Abu Ali berasal dari provinsi Homs dan kisahnya ini diceritakan oleh Abu Mus’ab Al-Anshory kepada koresponden arrahmah.com di tanah Syam.
Kisah hijrah Abu Ali Umari berawal saat ia tertangkap oleh Mujahidin Jabhah Nushrah yang melancarkan penyerangan ke markas tentara rezim Nushairiyah pimpinan Bashar Asad di mana ia ditugaskan. Dalam serangan itu, Abu Ali ditangkap dan ditahan oleh Mujahidin. Dengan dakwah sunnah secara intensif dari pihak rehabilitasi penjara, akhirnya Abu Ali tersadar dan dengan sukarela menyatakan bertaubat dan kembali kepada ajaran Islam yang haq
Setelah melihat kelakuan baiknya dan keinginannya yang kuat untuk mendalami Al-Qur’an dan Sunnah selama berada di dalam tahanan Mujahidin, akhirnya ia dibebaskan dan ia memilih bergabung dan berperang di sisi Mujahidin daripada kembali ke keluarganya yang masih menjadi penganut Alawiyah.
Abu Ali Umari dikenal sebagai sosok yang ramah dan suka bercanda, namun perilakunya juga sedikit kasar karena memang latar belakangnya adalah Alawiyah yang sejak revolusi Suriah meletus, orang-orang Alawiyah dikenal sebagai orang yang kejam di barisan pasukan rezim Asad.
Setelah bergabungnya Abu Ali dalam barisan Mujahidin di divisi lapis baja pasca penaklukan kota Idlib, ia memilih duduk sebagai pengemudi tank T-72 buatan Rusia.
Penyerangan bukit Hamra
Satu dari banyak hal yang diingat dari kisah Abu Ali Umari adalah saat ingin melakukan penyerangan di bukit Hamra, pedesaan timur provinsi Hama yang penduduknya mayoritas pemeluk Syiah. Saat itu ia berada dalam satu tank bersama dua orang lainnya yang berposisi sebagai gunner dan observer yang sekaligus penembak senapan mesin doshka dengan kaliber 12,7×108 mm.
Sebelum penyerangan dimulai, Abu Ali melontarkan candaan sambil terus tersenyum kepada rekan-rekannya.
“Hai Abu Mus’ab, kita akan menyerang orang-orang Alawiyin, jika nanti kita sudah sampai di tengah-tengah mereka, saya akan tembak kalian berdua dari dalam (sambil memperagakannya) lalu saya akan turun dari tank dan melambaikan tangan kepada kalian,” ujar Abu Mus’ab Al-Anshory mengikuti ucapan Abu Ali saat itu, kepada koresponden arrahmah.com.
Mereka tertawa bertiga, lalu membalas candaaan Abu Ali.
“Bagaimana jika setelah itu para tentara Syiah akan menangkap dan membunuhmu?”
Abu Ali saat itu menjawab: “Aku akan mengaku kalau aku adalah seorang Alawiy dan aku mengerti kebiasaan dan lahjah (gaya bicara) mereka, mereka tidak akan menangkapku.”
Mendengar jawaban tersebut, ketiganya kembali tertawa lalu terdiam sejenak. Setelah itu Abu Ali dengan ringan mengatakan: “Jangan takut saudaraku, aku mencintai kalian karena Allah, dengan pertolongan Allah kita akan hancurkan mereka semua.”
Lalu ketiganya bertakbir dan berpelukan serta saling mendoakan.
Saat itu setelah komandan tertinggi penyerangan mengambil keputusan, tank T-72 yang dikendarai abu Ali tidak menjadi tank yang berada di depan, melainkan tank cadangan yang berada di belakang bersama beberapa kendaraan tempur infanteri BMP.
“Saya pribadi tidak bisa mengungkapkan bagaimana campur aduknya perasaan hati saya saat itu, sedih dll bercampur menjadi satu karena tim kami tidak terpilih menjadi tank penyerang pertama, melainkan hanya sebagai tim cadangan jika ada masalah pada tank lainnya,” ungkap Abu Mus’ab.
Sore itu cuaca seperti mendukung penyerangan oleh Mujahidin, langit sedikit mendukung dan gerimis ringan pun turun membasahi bumi.
Setelah persiapan, tim penyerang pun berangkat dan menempuh jarak sekitar 4 kilometer menuju posisi tentara Syiah dengan medan yang gersang dan sedikit bergurun. Untuk melindungi tim penyerang hingga sampai di posisi paling dekat dengan pasukan rezim Asad, tembakan perlindungan pun dilancarkan dengan berbagai macam senapan mesin berat hingga meriam mulai dari kaliber 37 dan 57 mm, mortar serta tembakan tank T-55 dan T-62 dengan kaliber 100 mm dan 115 mm.
Qadarullah saat itu serangan tidak mengalami keberhasilan dan pasukan ditarik mundur ke titik awal.
Penyerangan di Kafraya dan Fuaa
Kisah lainnya yang dikenang dari Abu Ali Umari adalah saat ia kembali dipilih menjadi pengemudi tank T-72 yang akan menyerang ke posisi Syiah di desa Kafraya dan Fuaa.
Setelah mendapat komando untuk menyerang, Abu Ali langsung tancap gas dan tank-nya pun melaju dengan kencang, saat itu Abu Ali sangat bersemangat untuk memporak-porandakan pertahanan para Syiah hingga ia tidak lagi menunggu-nunggu gunner-nya untuk menembak doshma-doshma (bunker) pertahanan para tentara Syiah.
Ia menggilas dan menabrak semua doshma yang ada di depannya, hingga banyak dari tentara Syiah yang mati terhimpit di dalam doshma-doshma mereka.
Abu Ali bersama tank-nya terperosok ke sebuah parit yang dalam yang sebelumnya telah di gali oleh para tentara Syiah dan ditutupi sedemikian rupa hingga sulit membedakan nya. Abu ali terus mencoba memaksa tank-nya agar bisa naik dari parit yang dalam tersebut, karena parit itu cukup dalam akhirnya Abu Ali Umari tidak bisa menggerakkan tank-nya.
Ditengah-tengah posisi musuh Abu Ali tidak kehabisan akal, ia timnya keluar meninggalkan tank, berbekal senapan serbu otomatis dan beberapa magazine peluru di rompinya, Abu Ali dan timnya maju menyerang musuh sambil bertakbir.
Sambil menunggu pasukan bantuan datang Abu Ali dan rekan-rekannya terlibat dalam baku tembak yang sengit dengan tentara Syiah, namun itu tidak menyurutkan semangat tempur mereka. Setelah pasukan bantuan datang dan kekuatan baku tembak sedikit berimbang, sebuah peluru mortar dengan kaliber yang tidak terlalu besar, sekitar 60 mm, jatuh sangat dekat dengan Abu Ali Umari, saat itu para pejuang mengira Abu Ali telah syahid, setelah tim medis pasukan mengevakuasinya ke rumah sakit lapangan, ternyata Abu Ali hanya pingsan dan mengalami sedikit luka akibat pecahan peluru mortar.
Alhamdulillah penyerangan kali itu berhasil cukup baik sehingga posisi Mujahidin menjadi sangat dekat dengan pusat kota Kafraya dan Fuaa.
Penyerangan desa Khontuman, Aleppo selatan
Penyerangan kali itu, Abu Ali bersama timnya kembali terpilih sebagai tank penyerang, yang akan menyerang posisi tentara koalisi Syiah internasional yang berusaha maju dari arah desa Khontuman, Aleppo selatan.
Setelah tembakan-tembakan tamhid (cover) dilancarkan dari senjata-senjata berkaliber besar serta meriam-meriam kelas berat buatan mujahidin yang terdiri dari mortar, meriam jahannam dan roket fiil(gajah), Abu Ali dan tank lainnya pun maju menyerang.
Dengan pertolongan Allah, penyerangan kali itu cukup mudah. Meskipun tentara Syiah di bantu oleh serangan udara dari pesawat-pesawat tempur koalisi mereka, namun dengan pertolongan Allah semua itu tidak mampu menghentikan penyerangan Mujahidin. Banyak tentara Syiah Iran yang mati dalam pertempuran itu dan sebagian lainnya lari meninggalkan desa Khontuman.
Mujahidin memperoleh ghanimah yang banyak berupa kendaraan-kendaraan tentara Syiah serta persenjataan yang banyak yang mereka tinggalkan. Setelah memperoleh kemenangan, takbir para mujahidin bergema di seluruh lokasi peperangan, Allahuakbar!
Gugurnya Abu Ali Umari
Dua hari setelah penyerangan di desa Khontuman, panglima tertinggi memutuskan untuk melanjutkan penyerangan terhadap posisi tentara koalisi Syiah internasional yang mundur ke arah selatan kota Aleppo, agar mereka kewalahan dan tidak punya banyak waktu untuk menyusun strategi pertahanan.
Setelah selesai menunaikan sholat Subuh berjama’ah, Abu Ali Umari dan rekan-rekannya saling berpelukan dan saling mendoakan, lalu pergi memacu tank-nya bergerak ke titik paling depan dari posisi ribath Mujahidin yang akan di jadikan titik tolak penyerangan.
Cuaca di pagi hari itu masih sedikit gelap, di tengah perjalanan melewati medan yang sedikit terbuka, dan mungkin juga wilayah tersebut telah di pantau terus menerus oleh para tentara Syiah, tiba-tiba sebuah guided missile anti-tank buatan Rusia meluncur dari arah kota menghantam tank Abu Ali Umari, ledakan api besar terlihat jelas dari kejauhan.
“Berangkat dari disiplin ilmu yang telah di pelajari di divisi lapis baja, ketika sebuah roket anti-tank menghantam, para awak di dalam tank hanya mempunyai waktu kurang dari 10 detik untuk keluar meninggalkan tank sebelum panasnya api dari ledakan membakar peluru-peluru di dalam tank dan meledakkannya,” ungkap Abu Mus’ab.
Abu Ali dan timnya segera bergegas keluar meninggalkan tank, saat itu para awak tank tidak mengalami luka sedikitpun, kecuali Abu Aliyang mengalami sedikit luka ringan, setelah berhasil turun dari tank dengan sedikit sempoyongan Abu Ali dan tim berusaha mencari tempat perlindungan agar aman dari tembakan berikutnya.
Namun, tentara Syiah melanjutkan tembakan dengan menghujani posisi Abu Ali dan timnya dengan berbagai macam tembakan dari mortir, rojamat (termobaric misil) dan senjata lainnya sehingga membakar dan menghanguskan lokasi Abu Ali dan timnya hingga radius ratusan meter.
Qadarullah, dengan begitu banyaknya tembakan ke arah Abu Ali, menjadi sebab Allah memilih Abu Ali Umari sebagai syuhada (In syaa Allah). Pada pagi hari itu dia kembali menghadap Rabbal’alamin.
Setelah tembakan mereda, Mujahidin berupaya mencari Abu Ali Umari. Mereka menemukan jasad Abu Ali tergeletak tidak jauh dari tank.
Mengingat banyaknya tembakan ke arah tim tersebut, tidak mungkin tubuh manusia bisa tetap utuh, pasti akan tercerai-berai. Namun karena kuasa Allah, jasad Abu Ali Umari tetap utuh dan hanya mengalami sedikit luka bakardi beberapa bagian tubuhnya.
Selamat jalan wahai pejuang yang mulia, semoga Allah, menerima amal ibadah jihadmu, dan menempatkanmu di barisan para Syuhada‘ di surga firdaus yang tertinggi. Aamiin. (haninmazaya/arrahmah.com)