PARIS (Arrahmah.com) – Sekitar 200 demonstran ditangkap pada Selasa (1/5/2018) setelah kerusuhan terjadi pada peringatan Hari Buruh di pusat kota Paris, ketika seorang pemuda yang mengenakan penutup kepala membakar sebuah restoran McDonald’s dan beberapa kendaraan saat demonstrasi menentang reformasi sektor publik oleh Presiden Emmanuel Macron sedang berlangsung.
Dengan meneriakkan kata “Bangkit, Paris” dan “Semua orang membenci polisi”, sekitar 1.200 orang yang mengenakan jaket hitam dan penutup wajah bergabung dalam demonstrasi yang digelar untuk memperingati Hari Buruh, menurut pernyataan polisi Paris, sebagaimana dilansir AFP.
Setelah menggelar demonstrasi, sekelompok demonstran mengamuk di sepanjang jalan, merusak sebuah restoran McDonald’s di dekat stasiun Austerlitz, timur pusat kota, dan membakarnya.
Mereka juga membakar kendaraan di sebuah dealer mobil, alat mekanik, dan sebuah sekuter, sehingga meninggalkan jejak kehancuran dan kepulan asap hitam yang menggantung di udara.
Kerusuhan terjadi dalam beberapa bulan di Paris, adapun kerusuhan terburuk ialah ketegangan atas reformasi sektor publik Macron meningkat dan disusul oleh konfrontasi antara polisi dan para demonstran anti-kapitalis di sebuah komunitas yang luas di Perancis barat.
Polisi menggunakan gas airmata untuk membubarkan para demonstran.
Sekitar 200 orang ditangkap, menurut pernyataan polisi. Tiga di antaranya memiliki senjata ilegal, tambahnya.
Macron, yang sedang melakukan perjalanan ke Australia, mengutuk kekerasan yang terjadi. Dia memposting di akun Twitternya, “Kami akan melakukan apapun untuk mengidentifikasi para pelaku dan meminta mereka untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka.”
Dia menambahkan bahwa para demonstran akan diperlakukan dengan tegas.
Puluhan ribu orang turut berpartisipasi dalam pawai Nasional, termasuk lebih dari 20.000 orang di Paris, kata polisi.
Polisi telah memperingatkan bahwa kelompok ekstrimis berisiko menggunakan Hari Buruh untuk mengatur ulang bentrokan dalam demonstrasi, seperti yang pernah terjadi tahun lalu saat demonstrasi digelar untuk menentang reformasi buruh Macron di Paris dan di kamp anti-kapitalis di Perancis barat yang dibubarkan oleh polisi awal bulan ini.
“Macron membuat kita marah,” kata yang tertulis dalam spanduk yang dipegang oleh salah satu demonstran yang menggunakan topeng.
“Kami lelah dengan sistem kapitalis yang menghancurkan segalanya dan penindasan polisi terhadap semua orang yang menentangnya,” ungkap salah seorang mahasiswa berusia 19 tahun yang berpartisipasi dalam demonstrasi tersebut kepada AFP.
Aksi penjarahan dan perusakan membayangi Pawai Hari Buruh, yang diusung antara 20.000 hingga 55.000 demonstran damai, ungkap polisi dan serikat pekerja.
Total orang yang berpartisipasi dalam pawai buruh di seluruh negeri adalah sekitar 143.000 massa, berdasarkan perkiraan pemerintah, jumlah yang sedikit meningkat dari tahun 2017.
Serikat buruh dan serikat mahasiswa telah berusaha menggalang suara untuk menentang Macron yang berhutang kepada SNCF untuk membangun operator kereta api di negara bagian hingga akses ke universitas negeri, yang mereka lihat sebagai kemunduran pelayanan publik, sangat berbeda dengan apa yang dikampanyekan oleh pemerintah Perancis.
Jajak pendapat menunjukkan bahwa Perancis mendukung reformasi tersebut tetapi lebih kritis terhadap kebijakan fiskal Macron, karena kebijakan tersebut dinilai hanya menguntungkan orang kaya dibandingkan para pekerja kasar dan menengah.
“Macron adalah presidennya orang kaya,” Genevieve Durand, seorang pensiunan pegawai negeri yang turut serta dalam pawai di pusat kota Clermont-Ferrand mengatakan kepada AFP, menggambarkan label yang diberikan oleh para pekerja berhaluan tengah.
Macron adalah pria berusia 40 tahun yang energik, yang bersumpah selama kampanye untuk membuat Perancis lebih kompetitif, dia bersikeras bahwa dia tidak akan beranjak dari jalannya.
“Saya akan melakukan apa yang telah saya katakan,” katanya dalam sebuah wawancara di televisi baru-baru ini untuk menandai ulang tahun pertama pemilihannya pada 7 Mei. (Rafa/arrahmah.com)