DHAKA (Arrahmah.com) – Pemerkosan oleh sekelompok tentara brutal Myanmar terhadap Habiba dan adiknya adalah kisah menyedihkan yang sudah tidak asing lagi di kalangan ribuan pengungsi Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh untuk menghindari kekerasan yang dilancarkan oleh tentara Myanmar.
“Mereka mengikat kami berdua di tempat tidur dan memperkosa kami satu per satu,” kata Habiba, (20), yang kini telah menemukan tempat berlindung bersama dengan keluarga pengungsi Rohingya beberapa kilometer dari perbatasan Bangladesh-Myanmar, sebagaimana dilansir RB News, Sabtu (26/11/2016).
“Kami hampir kelaparan di sini. Tapi setidaknya tidak ada yang datang ke sini untuk membunuh atau menyiksa,” kata Hashim Ullah, kakak Habiba yang melarikan diri bersama saudara-saudara perempuannya.
Habiba dan adiknya Samira, (18), mengatakan bahwa mereka diperkosa di rumah mereka di desa Udang oleh tentara Myanmar yang kemudian membakar rumah mereka.
“Mereka membakar rumah-rumah, menewaskan banyak orang termasuk ayah kami dan memperkosa banyak gadis-gadis muda,” kata Habiba, yang setuju untuk disebutkan namanya dalam kisah ini.
“Salah satu tentara mengatakan kepada kami sebelum pergi bahwa mereka akan membunuh kami jika mereka melihat kami saat mereka datang ke sini lagi. Kemudian mereka membakar rumah kami.”
Tudingan luas pemerkosaan telah menimbulkan kekhawatiran bahwa pasukan keamanan Myanmar secara sistematis menggunakan kekerasan seksual terhadap Rohingya.
Cerita serupa tentang kekerasan dan pemerkosaan memenuhi deretan gubuk beratap plastik yang telah menjadi satu-satunya tempat berlindung bagi ribuan Muslim Rohingya yang melarikan diri dari negara bagian Rakhine.
Rohingya yang melarikan diri itu bercerita tentang pemerkosaan, penyiksaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh pasukan Myanmar di daerah yang berada di bawah kontrol militer setelah serangan mematikan di pos perbatasan polisi bulan lalu.
Wartawan asing dan penyidik independen telah dilarang memasuki daerah itu.
Saat militer dan pemerintah menyangkal tuduhan tersebut, kelompok hak asasi manusia telah lama menuding bahwa militer Myanmar menggunakan pemerkosaan sebagai senjata perang dalam beberapa konflik etnis yang berkecamuk di wilayah perbatasan negara itu.
(ameera/arrahmah.com)