JAKARTA (Arrahmah.com) – Ruang publik penuh sesak dengan pemberitaan perempuan-permpuan yang beredar di sekitar koruptor. Perhiasan dunia ini menjadi fitnah sepanjang zaman. Dari zaman Nabi Adam dahulu, kemudian masa Bani Isro’il dimana para Nabi banyak diturunkan Allah Ta’ala di sana, hingga kontemporer hari ini. Apalagi kalau bukan urusan syahwat yang notabene perkara pusar ke bawah. Sementara wajah sang koruptor cengengesan dihadapan kamera awak media sembari tetap pede mengacungkan tiga jari. Hal ini mengundang sikap kritis dari masyarakat untuk mengomentari hal tersebut, termasuk perempuan. Baik dan bagus saat kita mengkritisi, memberikan solusi. Henny (Ummu Ghiyas Faris) mengungkapkan fikrohnya tentang ini kepada arrahmah.com dalam opini sepanjang 3 halaman. Dalam beberapa hal termasuk judul kami edit, tanpa mengurangi bobot isinya. Selamat mebaca
Perempuan Sebagai Obyek
Sederet perempuan cantik yang terseret dalam pusaran kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) Ahmad Fathanah terus terungkap. Perempuan-perempuan tersebut diberi sejumlah barang mewah, seperti mobil, arloji mahal, dan uang ratusan juta. Kini barang-barang itu telah disita KPK.
Kasus AF dan perempuan-perempuan yang mendapat hadiah dari uang korupsinya. Dari sini dapat diketahui bahwa posisi perempuan yang rentan menjadi ‘obyek’ uang panas. Ini jelas menunjukkan bahwa kemuliaan perempuan tidak terjamin dalam sistem demokrasi. Di samping itu, kondisi kehidupan sekular dalam sistem demokrasi memungkinkan kehidupan perempuan berstandar pada kebebasan dan tidak terikat dengan hukum syara’. Akibatnya perempuan tidak bisa menjaga kemuliaannya.
Demokrasi dengan asas kebebasannya telah membuat perempuan terekspos ke publik, hingga kebebasan itu kebablasan. Akibatnya, peran perempuan di ranah publik melenceng jauh dari kemubahannya. Bahkan dalam bentuk yang tidak patut, termasuk menjadi ‘obyek’ uang panas. Artinya, aktivitas publiknya sudah terkategori haram, karena tidak sesuai dengan Islam.
Dalam kasus ini nampak jelas pusaran yang menghimpit perempuan ‘obyek’ uang panas tersebut, yaitu antara motif ekonomi, harga diri/kemuliaan dan eksploitasi. Pusaran itu sendiri berwujud dalam bentuk sekularisasi perempuan dalam kehidupan takkan dilematis, antara taqwa atau jerat dosa, karena yang akan dipilih bukan ketaqwaan.
Pada perkembangannya, perempuan ‘obyek’ uang panas tak hanya dapat dipandang menjadi korban. Dalam kacamata peran publiknya, ia adalah subyek yang mengakomodasi suatu peristiwa berjudul uang panas itu. Maka, dalam hal ini memang ada pembelokan makna, agar perempuan dinilai sebagai pelaku. Dengan kata lain, ia melakukan aktivitas sebagai ‘obyek’ uang panas atas kehendak sendiri, bukan karena dipaksa.
Dalam perjalanan panjang demokrasi, sudah bukan rahasia jika Barat bahkan pernah mempertanyakan apakah perempuan itu layak disebut manusia?. Sejarah menunjukkan bahwa perempuan dalam demokrasi adalah komoditi, khususnya untuk pemuas nafsu seksual kaum adam. Demokrasi sudah populer dengan aturannya yang bebas, dengan pilarnya antara lain, kebebasan berperilaku. Demokrasi mengkondisikan perempuan rawan bermaksiat.
Sistem Korup Pemangsa Kebaikan
Saat ini korupsi sudah sedemikian menggurita di negeri ini. Elit politik pun terseret dalam kubangan korupsi, ini mengisyaratkan bahwa begitu masuk dalam sistem politik yang ada, orang yang semula baik dan bersih akan cenderung menjadi buruk dan korup. Sistem yang sekarang digunakan di negeri ini diklaim sebagai pilihan terbaik, jika benar demikian seharusnya orang yang masuk dalam sistem ini akan cenderung lebih baik.
Namun fakta berbicara sebaliknya, orang yang masuk dalam sistem ini menjadi buruk dan korup. Kita bisa analisa dari fakta yang ada apakah sistem yang digunakan saat ini adalah sistem yang baik?
Di dalam sistem demokrasi sekarang ini, mereka yang berusaha keras menjaga kebersihan diri terus menerus yang bisa terhindar dari keburukan. Hanya saja karena sistem politik yang buruk, orang yang baik akan berujung pada dua kemungkinan terlempar dari arena atau karena terdesak akhirnya terpaksa melakukan hal yang buruk dan korup.
Saat ini paham kebebasan sudah sangat merajalela di semua aspek kehidupan, termasuk kebebasan berperilaku. Kebebasan yang kebablasan yang menjauhkan perempuan dari ikatannya terhadap taqwa. Kaum perempuan takkan mundur dari kebebasan perilakunya, karena standar kehidupannya bukan Islam, melainkan pemisahan Islam dari kehidupan, yang bernama lain sekularisme itu sendiri. Hal ini jelas bertentangan dengan kaidah syara’, di mana Islam memandang bahwa perbuatan harus terikat dengan Hukum Syara’. Di samping itu, faktanya suara publik untuk mencegah perempuan bermaksiat masih minim. Akhirnya, perempuan masih saja dalam kubangan sekularisme. Ditambah lagi dengan kebijakan negara yang berlandaskan sekularisme, jelas takkan pernah memihak taqwa untuk menjaga warganya.
Dari semua fakta ini sangat jelas bahwa ide kapitalis-liberal telah gagal menyelesaikan persoalan perempuan. Sebaliknya telah sukses menjerumuskan perempuan ke dalam jurang kejahiliyahan dan kegelapan. Betapa tidak, kondisi kaum perempuan saat ini tidak banyak berbeda dengan nasib perempuan sebelum Islam datang. Apakah kita masih ingin berada dalam kegelapan terusmenerus dan berharap pada sistem yang telah menjauhkan kita dari kebaikan?
Maha benar Allah dengan firmanNya :
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا
“Akan tetapi siapa saja yang menolak untuk mengikuti Rasul dan Kitab-kitab suciku, maka ia sungguh akan hidup sesat. “(QS.Thaha (20): 124)
Islam Menumbuhkan Kebaikan
Sistem Islam akan memupus keburukan dan sebaliknya akan menumbuhsuburkan kebaikan. Hal itu hanya terealisir jika dalam kehidupan ini diterapkan syariah Islam secara kaffah. Karenanya harus segera kita wujudkan sebagai penunaian seluruh kewajiban dari Allah dan bukti keimanan kita kepada-Nya. Hukum dan peraturan dibuat dengan mengacu kepada al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma Sahabat, dan Qiyas. Dengan itulah akan menghapus keburukan. Sehingga hukum dan perundangan akan sulit direkayasa untuk kepentingan pribadi dan golongan, akan tetapi penunaiannya semata-mata untuk ketaatan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’aala..
Kasus perempuan dalam pusaran korupsi bukti nyata bahwa sistem sekular telah membuat perempuan terhinakan. Jalan terbaik satu-satunya adalah kembali ke jalan Islam. Jalan yang menjanjikan kemuliaan manusia sebagai individu maupun umat, melalui penerapan aturan Islam secara kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah ‘Alaa Minhajin-Nubuwwah. Wallahu A’lam Bis-Shawaab.
(azmuttaqin/arrahmah.com)