(Arrahmah.com) – Gonjang – ganjing tentang Perda Pelarangan Peredaran Minuman Beralkohol (Mihol) di kota Surabaya semakin membuat was was kaum muslim di Surabaya hal ini di sebabkan oleh kabar akan di tolaknya Perda tersebut oleh Gubernur Jatim.
Dalam pernyataannya Gubernur Jatim Dr H Soekarwo, Senin (23/5) menyatakan belum menerima Perda Pelarangan Mihol Kota Surabaya dari Pemkot Surabaya. Dan sebagai tambahan, gubernur dua periode ini menyebut salah satu opsi adalah memperbolehkan peredaran mihol terbatas pada hotel bintang 4 dan bintang 5.dalam UU No 23 Tahun 2014 menyebutkan kewenangan gubernur adalah terbatas pada menyetujui atau menolak, Dengan demikian, lanjutnya, jika gubernur tidak setuju dengan salah satu pasal, maka ia tidak bisa melakukan pengubahan, tetapi langsung menolak seluruh isi Perda dan mengembalikan kepada pemerintah daerah yang bersangkutan.(http://harianbhirawa.co.id/2016/05/gubernur-dikabarkan-akan-anulir-perda-pelarangan-mihol-kota-surabaya/).
Terkait dengan kemungkinan di tolaknya Perda Pelarangan Peredaran Minuman Beralkohol (Mihol) di kota Surabaya ini, DPRD Surabaya menyatakan siap mengajukan banding kepada Menteri Dalam Negeri atas keputusan Gubernur Jawa Timur ini, bila sudah menerima surat resminya. “Kami belum menerima surat resmi terkait penolakan Gubernur atas Perda Pelarangan Peredaran Mihol kota Surabaya. Kalau nanti sudah kita terima, mekanismenya akan kita kembalikan pada Pansus yang bersangkutan untuk tindakan selanjurtnya,” terang Wakil Ketua DPRD Surabaya H Darmawan SH, Senin (18/7).
Pada kesempatan ini, Aden—sapaan akrab Dramawan, mengaku sudah bertemu Ketua Pansus Perda Mihol, Rachmat yang memberikan sinyal akan melakukan banding atas putusan Gubernur Jawa Timur yang menolak Perda ini.
“Dari Ketua Pansus sepertinya akan melakukan banding begitu resmi menerima penolakan Gubernur Jatim atas Perda Pelarangan Peredaran Mihol ini. Banding ini bisa dilakukan mengingat pelarangan mihol sendiri muncul dari usulan masyarakat yang harus diperjuangkan,” terang Aden.
“Kalau ada ormas yang sudah menyatakan tidak setuju atas putusan Gubernur ini, justru akan semakin mendukung perjuangan Pansus yang bakal melakukan upaya banding di tingkat menteri nantinya. Silahkan disalurkan resmi kepada kami,” tegas dia.(http://www.bangsaonline.com/berita/24707/perda-mihol-ditolak-dprd-surabaya-akan-banding-ke-mendagri)
Belumkah Saatnya untuk Sadar?
Belum hilang dari ingatan kita tindak kriminalitas akibat dari minuman laknat ini di antaranya :
– Norman Hamzah ,20, warga Dusun Balak Lor, Desa Balak, Kecamatan Songgon, Banyuwangi, Jatim, diringkus polisi karena diduga menyetubuhi dua gadis LS dan TL pada Januari 2016. Kejahatan itu dipicu pesta miras yang dilakukan sebelumnya
– Pada Desember 2015, Agung Muhamad Mustofa ,32, warga Malang, gelap mata akibat pengaruh minuman keras. Miras membuat pikirannya tidak jernih sehingga menusuk sahabatnya sendiri, Andi Krisnawan (32) usai keduanya berkaraoke.
Masih banyak lagi kasus kasus lain ( lihat catatan kepolisian ) dan sebagian besar pelakunya adalah remaja yang merupakan generasi penerus bangsa, hal ini tidak aneh karena berdasarkan riset Gerakan Nasional Anti Miras (GeNAM), pada tahun 2014 jumlah remaja pengonsumsi miras melonjak drastis hingga menyentuh angka 23% dari total jumlah remaja Indonesia yang saat ini berjumlah 63 juta jiwa padahal pada tahun 2007 berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan, jumlah remaja pengonsumsi miras di Indonesia masih diangka 4,9% .Padahal di lihat dari sudut pandang apapun minuman ber alkohol ini sangat layak untuk di larang peredaraanya.
Direktorat Jenderal Bea Cukai, menyatakan berulang kali tarif cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) mengalami kenaikan, namun tak juga mendorong kontribusinya terhadap penerimaan negara. Pendapatan cukai dalam RAPBN tahun 2016 ditargetkan sebesar Rp155.519,6 miliar, terdiri atas cukai hasil tembakau sebesar Rp148.855,9 miliar, cukai etil alkohol (EA) sebesar Rp171,2 miliar, dan cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) sebesar Rp 6.492,4 miliar (Rp. 6,4 T). Bila dibandingkan dengan Pendapatan Negara tahun 2016 sebesar Rp. 1.822 T, maka pendapatan yang di dapat dari cukai minuman beralkohol ini hanya sekitar 0,4% saja dari total pendapatan Negara. Ini artinnya secara ekonomi, nilai cukai yg diperoleh TIDAK SIGNIFIKAN BAGI PENDAPATAN NEGARA, NAMUN SIGNIFIKAN MENAMBAH KERUSAKAN MASYARAKAT.
Cara berfikir yang keliru terhadap mihol ini perlu diluruskan. Jangan sampai gelap mata hanya karena menuruti ‘nafsu’ bisnis dengan menghalalkan segala cara. Alasan yang dibuat-buat untuk mendukung peredaran dan produksi minuman alkohol hanya dilandasi kepentingan pribadi, tanpa berfikir untuk membentengi rakyat. Jika publik ditanya apakah mau keluarganya menjadi korban akibat minuman alkohol? Tentu tidak! Karena itu perlu ada upaya serius dari semua elemen untuk segera menyadari bahaya demi bahaya yang diakibatkan minuman alkohol. Belumkah saatnya untuk sadar?
Mengetuk Kesadaran
Islam yang membawa rahmat dan berasal dari Allah SWT telah memberikan panduan bagi hidup. Barangsiapa yang mau mengambilnya maka akan mendapatkan keselamatan. Sebaliknya, barangsiapa yang mengingkarinya maka kesusahan dan kerusakan yang didapat. Maka pahamilah sebagai manusia yang diciptakan-Nya.
Beberapa hal yang perlu dipahami dari gonjang-ganjing perda mihol dan upaya untuk memberikan solusi, maka harus diperhatikan:
- Mihol berizin atau oplosan sama saja merusakan. Karena itu memberikan izin pabrik untuk memproduksi, badan atau perorangan untuk mengedarkan, maka sama halnya menyuburkan kerusakan. Cobalah dipikirkan secara rasional!
- Akar masalah dari ketidakjelasan perda karena bukan bersumber dari syariah Islam, tetapi berasal dari perarutan bikinan manusia itu sendiri. Inilah buruknya demokrasi, yang menjadikan manusia sebagai sumber hukum. Implikasinya, peraturan tentang mihol yang ada akan senantiasa mengikuti kepentingan mausia, khususnya kaum pemodal, sehingga rakyat dikorbankan.
- Syariah Islam akan mampu melarang dan menghapuskan mihol secara tegas dan tuntas. Karena Islam melarang mihol/miras secara umum. Baik dikonsumsi anak-anak atau dewasa, baik mereknya resmi maupun selundupan atau ilegal, semuanya haram. Ayat-ayat al-quran sudah menjelaskan panjang lebar(QS. Al-Baqarah : 219, QS. An-Nisa’ : 43, QS. Al-Maidah: 90).
- Islam memberikan sanksi bagi peminum mihol akan dicambuk sebanyak 40 atau 80 cambukan. Abdurrahman Al-Maliki dalam Nizamul ‘Uqubat menjelaskan sanksi ta’zir bagi warung/kafe/toko yang menyajikan mihol, baik resmi atau tak resmi, takni penjara hingga lima tahun.
- Seperangkat syariah Islam yang mulia dan memberikan perlindungan dan sanksi akan mampu diwujudkan dalam bingkai KHILAFAH
Oleh karena itu, Pak De Karwo sebagai Gubernur Jawa Timur jangan takut untuk memberikan perlindungan kepada rakyat. Seorang pemimpin ibaratkan gembala dalam memberikan dan melayani apa yang digembalakan. Jangan ragu untuk mengambil syariah Islam sebagai solusi dari segala persoalan baik di Jawa Timur, Indonesia, dan kehidupan dunia.
Wallahu A’lam Bishawab
Agung Sumartono, Anggota Departemen Politik HTI Jawa Timur
(*/arrahmah.com)