(Arrahmah.com) – Isu-isu diskriminasi yang sering dinyanyikan oleh kaum sekuler ketika mengkritik Islam dalam mengatur wanita seakan tak ada habisnya. Berbagai cara mereka suarakan sebagai upaya untuk menghipnotis masyarakat tanah air terutama yang berstatus agama Islam agar mereka keluar dari keyakinan-keyakinan yang di anggap sebagai aturan yang diskriminasi dalam memperlakukan hak dan kewajiban perempuan.
Tentu hal ini sangat menyedihkan karena masyarakat oleh kalangan sekuler di ajak untuk berfikir model feminis yang notabene adalah gerakan yang lahir dari cara pandang ala barat, dimana di dunia mereka tidaklah dikenal istilah etika, moral, adab dan iman. Selain itu juga disebabkan sikap keputus asaan dalam menerima kondisi sosial serta sejarah masyarakat Barat yang tidak bisa menghargai dan menjunjung tinggi kehormatan kaum hawa serta dogma gereja yang tidak memihak kepada wanita.
Memahami keadaan dengan keyakinan rasionalitas dan materialis inilah yang menjadi sebab kemunculan kaum feminis dalam menyuarakan bahwa mereka bukanlah makhluk yang harus selalu dinomor duakan sesudah laki-laki atau korban dari pada faham patriarkhi yang menjadikan kaum pria sebagai makhluk yang selalu mendominasi dalam seksualitas.
Selanjutnya usaha keras mereka untuk memahamkan kepada dunia bahwa perbedaan aspek bilogis tidaklah menjadikan wanita sebagai kaum yang lemah dan tidak bisa berkiprah dalam dunia pembangunan, dan pendidikan. Selain itu juga mereka menuntut agar dapat disamakan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan, sehingga mereka bisa bergerak bebas di ranah mana saja baik di bidang private maupun public.
Dalam perjalanan waktu dari penyebaran faham feminis ini, Barat sebagai rahim dalam melahirkan ideologi tersebut pun sampai sekarang belum bisa membuktikan bahwa wanita disana sudah tidak lagi mengalami kekerasan atau pelecehan seksual, malah hal yang terjadi adalah sebaliknya bahwa satu dari 6 orang wanita Amerika pernah menjadi korban perkosaan. Dan data statistik menunjukkan 17,7 juta wanita di sana pernah menjadi korban percobaan perkosaan atau perkosaan sebagaimana yang di himpun dalam organisasi nasional AS untuk anti kekerasan seksual yakni Rape, Abuse, and Incest Nastional Network (RAINN) dalam situs www.rainn.org.
Maka jangan kaget ketika nanti di dapati sekelompok wanita muslimah yang sudah terhipnotis pemikiran feminis melakukan aksi protes untuk tidak ingin hamil atau menuntut agar diberlakukan iddah bagi laki yang cerai akibat dari efek ideologi feminis yang mulai mereka paksakan untuk masuk kepada ranah agama terutama agama Islam yang mereka klaim sebagai agama yang berlaku diskrimatis dan menindas hak-hak perempuan.
Islam dalam memandang wanita
Berikut ini adalah cuplikan dari khutbah haji wada’ Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam yang memperintahkan kaum pria agar mereka bertaqwa dalam melindungi hak-hak wanita,
“Bertaqwalah kalian kepada Allah dalam urusan wanita, karena kalian mengambil mereka dengan amanah Allah, kalian halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah. Untuk itu, hak kalian adalah bahwa istri-istri kalian tidak boleh menghamparkan alasnya kepada orang yang kalian tidak sukai. Jika mereka melakukan itu , pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai. Sedang hak mereka yang merupakan kewajiban kalian diberi nafkah dan sandang yang layak.” (Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri. Ar-Rakhiqul Makhtum hal: 201)
Praktek kehidupan di Barat yang menjadikan wanita sebagai korban kekejian para lelaki sudahlah merupakan mata rantai yang tidak pernah terputus sejak zaman Yunani kuno dahulu kala, di mana mereka hanya dijadikan budak-budak pemuas yang pada akhirnya kaum wanita marah dengan mengusung sebuah faham yang mereka sebut sebagai feminis.
Sungguh ini sangat berbeda dengan ajaran Islam dalam menempatkan wanita pada posisi yang mulia di mata agama. Mereka adalah makhluk yang harus di lindungi dan di jaga oleh laki-laki karena fitrah mereka yang mempunyai jasad yang lemah. Mereka juga merupakan makhluk yang suci sehingga tak berhak seorang laki-laki merampas hak dan mendzalimi mereka.
Wanita diwajibkan berjilbab juga bukan dengan tujuan untuk mendiskriminasikan mereka, tetapi lebih kepada arti yang mendalam dengan sebuah tujuan agar kehormatan mereka terjaga serta aurat mereka tertutup dari hal-hal haram yang dapat menjerumuskan mereka ke dalam kebinasaan. Ini semua adalah konsekuansi bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dalam menempatkan wanita dalam posisi yang mulia.
Berbeda dengan barat dimana mereka tak mengenal istilah menutup aurat, praktek seks bebas para remaja, kumpul kebo, perkosaan berikut juga tindakan seks yang menyimpang seperti homoseks dan lesbian merupakan sebuah panenan dari ketidak imanan mereka kepada Allah Ta’ala.
Sara Bokker, salah seorang muallaf mantan artis dan model terkenal di Amerika Serikat yang kini menjadi seorang direktur komunikasi di The March for Justice pun merasa jenuh terhadap cara pandang hidup masyarakat Barat yang hanya bisa memuaskan nafsu jasmani mereka saja, sehingga dia menjadi seorang muslimah karena Islam dapat mengisi kekosongan rohaninya yang dulu selalu di jajah oleh kesenangan-kesenangan duniawi belaka.
Kehormatan dan kemuliaan itulah yang hanya bisa dinikmati oleh wanita yang beragama Islam, karena seluruh tindak tanduk mereka diatur langsung oleh Sang Pencipta mereka sehingga tak perlu lagi para muslimah menuntut agar hak-hak mereka harus disetarakan dengan laki-laki karena mereka juga faham bahwasanya Islam telah menempatkan mereka secara adil dan sesuai dengan fitrah sebagai seorang wanita.
Tetapi, pada hari ini juga ditemukan sebagian muslimah yang merasa telah didiskrimatifkan oleh agama sehingga muncullah sosok feminis muslim seperti Aminah Wadud yang memimpin aksi kontroversial seperti menjadi khatib dan imam sholat Jum’at. Yang kemudian tindakannya di copy oleh aktivis-aktivis liberal di berbagai penjuru dunia termasuk di Indonesia.
Tentu segala perbuatan mereka adalah hasil dari kajian para feminis di dunia Barat yang kemudian mereka adopsi untuk memahami ajaran syari’at Islam. Framework feminis yang notabene adalah kumpulan cara pandang orang-orang tidak beriman dimana mereka selalu mengedapankan rasionalis dan materialis berusaha untuk di pakai dalam memahami Islam yang sejak awal bersumber dari wahyu Allah Ta’ala.
Maka antara konsep kafir yang mendewakan akal lalu kemudian di paksakan untuk memahami Islam yang di dasari iman pasti menghasilkan sesuatu yang absurd. Dan inilah yang dipraktikan oleh wanita yang mengklaim dirinya sebagai feminis muslim dimana cara pandang mereka bukan lagi atas dasar iman. Sehingga wanita yang pada awalnya sudah mulia di mata agama Islam kembali dirusak oleh sekawanan orang-orang Islam yang terpengaruh pola fikir laa iimaana (tidak beriman) ala Barat.
Kemuliaan wanita dalam Islam yang menempatkan mereka dalam posisi adil tidak akan pernah ditemukan dalam ajaran manapun, dari sejak lahir hingga wafat wanita diberlakukan sesuai dengan fitrah kodrati mereka. Sehingga ketika ada wanita muslimah yang mengatakan bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang diskriminatif terhadap wanita, sungguh orang tersebut bukan karena tidak tahu tentang keadilan Islam akan tetapi otak dan pola fikir mereka telah tercuci oleh cara pandang hidup Barat yang sejak awal selalu memberlakukan wanita secara tidak adil dan tidak beradab serta ingkar terhadap keimanan, dimana timgullah pejuang feminis yang pada akhirnya berusaha untuk memberontak dari fitrah kewanitaan yang ada dalam diri mereka. Allahu A’lamu Bish Shawab
Oleh: Zakariya Hidayatullah (Mahasiswa STID Mohammad Natsir)