Oleh Nazwa Hasna Humaira
Aktivis Dakwah
Jalur Cicalengka-Majalaya Kabupaten Bandung mengalami kerusakan, hal ini tentu sangat berbahaya khususnya saat musim hujan tiba. Terdapat kurang lebih ratusan lubang di sepanjang jalan yang sangat mengganggu aktivitas para pengemudi, terlebih mobilitas kendaraan di wilayah tersebut terhitung cukup padat. Ditambah menjadi jalan utama bagi truk yang bermuatan besar. Sudah beberapa kali diupayakan penambalan jalan, namun kerusakan kembali berulang. (BandungBergerak.com, 12/4/24)
Kondisi jalan berlubang tentu saja tidak bisa dibiarkan begitu saja. Harus ada upaya agar perbaikan atau penambalan yang sudah dijalankan tidak cepat rusak kembali.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan jalan, diantaranya: karena jalan terendam air, adanya perubahan suhu, tergantung material konstruksi perkerasan, kondisi tanah dasar yang tidak stabil, proses pemadatan di atas lapisan tanah dasar yang kurang baik, dan muatan kendaraan berat yang melebihi kapasitas.
Dari faktor-faktor tersebut dapat diupayakan agar kerusakan berulang bisa diminimalisir sehingga kondisi jalan bisa awet dalam jangka waktu yang panjang. Sistem drainase yang tepat, pemilihan bahan berkualitas, pengerjaan yang tidak asal-asalan, material yang tahan terhadap perubahan suhu, juga pengaturan dan pengawasan arus kendaraan besar yang melebihi kapasitas.
Semuanya itu sangat bisa diupayakan, dengan syarat muncul kesadaran dari semua pihak akan tanggung jawabnya baik dari para pelaksana proyek, maupun para pemangku kebijakannya.
Namun sayang karena negara diatur oleh sistem kapitalisme sekular, penyelesaian di atas menjadi rumit. Kapitalisme yang mengedepankan keuntungan, membuat para pengusaha berpikir bisa meraup untung besar walaupun harus mengabaikan kualitas. Akibat kecurangan berupa pengurangan kualitas ini, aspal di bawah standar kelayakan pun digunakan sehingga mudah terkelupas, dan menyebabkan jalan cepat rusak dan berlubang. Jalan yang seharusnya bisa tahan hingga empat tahun, jadi semakin pendek masa bertahannya.
Pengawasan yang lemah, suap menyuap tender perusahaan yang bukan rahasia lagi, turut memperparah keadaan. Maka wajar tidak sedikit proyek, bukan hanya jalan raya, jembatan ambruk yang baru beberapa hari atau bulan beroprasi, sementara biaya yang sudah dikeluarkan cukup besar.
Selain itu air yang terus-menerus merendam jalan di saat penghujan juga sulit diatasi. Penggundulan hutan, alih fungsi lahan yang tak terkendali, kembali kepada kebijakan kapitalisme yang mengedepankan pembangunan tapi abai terhadap keamanan dan keselamatan. Hanya menguntungkan segelintir orang, rakyat yang kena imbasnya.
Sekularisme yang memisahkan agama dengan kehidupan, telah menyuburkan berbagai tindak kejahatan, seperti korupsi, riba, suap menyuap, berlaku curang, dan lain sebagainya. Umat sengaja dijauhkan dari pertanggungjawaban setelah kematian.
Berbeda halnya dengan sistem Islam yang menjadikan agama sebagai pengaturan untuk berbagai hal. Rakyat biasa terbina untuk bertanggung jawab bagi diri sendiri maupun orang lain.
Ketika agama dijadikan landasan pengaturan negara maka segala tindakan yang menyimpang dari syariat seperti korupsi, suap menyuap, berlaku curang, kalaupun ada tidak akan tumbuh subur sebagaimana dalam kapitalisme. Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu daplat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 188).
Jika terjadi pelanggaran syariat maka sanksi tegas akan diberlakukan. Sehingga kasus penyimpangan tidak berulang.
Islam memandang bahwa pembangunan infrastruktur sebagai tanggung jawab seorang pemimpin. Ia akan melaksanakan amanahnya dengan sungguh-sungguh tanpa bertujuan meraih keuntungan pribadi, tetapi dalam rangka mengurusi umat semaksimal mungkin demi mewujudkan keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan.
Pembiayaan infrastruktur berasal dari baitulmal, tidak diserahkan kepada swasta dalam pembangunannya. Negara cukup melakukan kontrak kerja yang mengupah para ahli dan pekerja lainnya.
Pembangunan berdasarkan syariat tidak akan menimbulkan bencana seperti banjir karena tidak akan terjadi perizinan yang menjadikan maraknya alih fungsi lahan. Kepemilikan lahan dalam Islam diatur menjadi 3 kepemilikan; negara, umum, dan individu. Negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan tanah apalagi menjualnya kepada swasta padahal tanah atau lahan tadi terkategori kepemilikan umum.
Seleksi ketat para pemangku kebijakan menjadikan hukum mampu ditegakkan dengan adil. Keimanan menjadi syarat utama dan pertama sehingga mampu mendudukkan jabatan sebagai amanah.
Sejarah Islam mencatat bagaimana khawatirnya seorang Khalifah Umar jika ada jalanan berlubang. Khawatir ada keledai terperosok apalagi kalau manusia yang celaka.
Demikianlah, Islam menyelenggarakan pembangunan infrastruktur yang berkualitas bagi kenyamanan rakyatnya.
Maka solusi penyelesaian kasus jalan berlubang membutuhkan solusi sistemik pula karena masalahnya berasa dari rusaknya sistem.
Wallahu’alam bishshawwab