ADDIS ABABA (Arrahmah.com) — Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed dilaporkan turun langsung ke medan perang pada Rabu (24/11/2021), untuk memimpin pasukannya di garis depan melawan pemberontak dari wilayah Tigray.
Abiy, pemenang Nobel Perdamaian 2019, “sekarang memimpin serangan balasan” dan “memimpin dari medan perang sejak kemarin (23/11/2021),” lapor media yang berafiliasi Pemerintah Ethiopia, Fana Broadcasting Corporate.
Namun, keberadaan Abiy yang merupakan mantan operator radio di militer yang naik menjadi letnan kolonel, tidak diketahui tepatnya.
Media pemerintah juga tidak menyiarkan gambar dirinya di medan tempur.
Adapun para pejabat belum menanggapi permintaan komentar untuk rincian misi dan keberadaan PM Abiy Ahmed.
Pengumuman Abiy pada Senin (22/11) bahwa dia akan berada di garis depan “mengilhami banyak orang untuk… bergabung dengan kampanye bertahan hidup”, kata Fana pada Rabu.
Salah satu warga Ethiopia yang ikut bertempur adalah Feyisa Lilesa, pelari jarak jauh dan peraih medali perak Olimpiade.
Kepada media pemerintah ia mengatakan, kemajuan pemberontak menjadikannya alasan kuat untuk membela negara.
Pelari maraton itu menjadi terkenal secara politik setelah mengangkat dan menyilangkan tangannya saat menyelesaikan maraton di Olimpiade 2016 Rio de Janeiro.
Gestur tersebut adalah isyarat solidaritas dengan sesama etnis Oromo yang terbunuh saat memprotes pelanggaran yang dilakukan selama hampir tiga dekade pemerintahan TPLF (Front Pembebasan Rakyat Tigray).
Perang Ethiopia melawan pemberontak Tigray telah menewaskan ribuan jiwa dan memaksa ratusan ribu orang mengalami kelaparan.
Pada Rabu, Sekjen PBB Antonio Guterres menyerukan diakhirinya pertempuran dengan cepat saat berkunjung ke Kolombia untuk memperingati ulang tahun kelima kesepakatan damai antara pemerintah dan mantan pemberontak FARC.
“Proses perdamaian di Kolombia mengilhami saya untuk membuat seruan mendesak hari ini kepada para protagonis konflik di Ethiopia untuk gencatan senjata tanpa syarat dan segera menyelamatkan negara,” katanya dikutip dari AFP.
Utusan-utusan asing juga dengan beberapa kali mendorong gencatan senjata, meskipun ada sejumlah tanda perkembangan yang akan datang.
Perang Ethiopia pecah pada November 2020 ketika Abiy mengirim pasukan ke Tigray untuk menggulingkan partai TPLF yang berkuasa.
Dia mengatakan, langkah itu sebagai tanggapan atas serangan TPLF di kamp-kamp tentara federal dan menjanjikan kemenangan cepat, tetapi pada akhir Juni pemberontak merebut kembali sebagian besar Tigray termasuk ibu kotanya, Mekele.
Sejak itu TPLF merangsek masuk ke wilayah tetangga Amhara dan Afar, dan minggu ini mengeklaim telah merebut sebuah kota yang hanya berjarak 220 kilometer dari Addis Ababa, ibu kota Ethiopia. (hanoum/arrahmah.com)