ALEPPO (Arrahmah.id) — Kelompok perlawanan Suriah dilaporkan telah direkrut untuk misi tempur melawan kelompok militan Islamic State (ISIS) di beberapa negara Afrika, yang tampaknya merupakan pengerahan terbaru pemberontak Suriah ke luar negeri atas perintah Turki.
Dilansir Middle East Eye (12/6/2024), beberapa sumber kelompok perlawanan Suriah menginformasikan bahwa ratusan anggota mereka telah dikerahkan ke negara-negara Afrika seperti Burkina Faso, Niger dan Nigeria.
Sebagian dari mereka dilaporkan diberi peran tempur untuk melawan kelompok jihadis di wilayah Sahel yang dimotori ISIS dan Al Qaeda. Sedangkan yang lain diberi tugas untuk melindungi dan mengamankan bisnis Turki di negara-negara tersebut, seperti pabrik dan pertambangan.
Kelompok perlawanan suriah yangsebagian besar berafiliasi dengan Tentara Nasional Suriah (SNA), koalisi kelompok perlawanan yang sebagian besar bekerja sejalan dengan Turki, kemungkinan besar dikerahkan dalam misi tersebut di bawah komando badan-badan Turki atau militer swasta Turki.
“Perintah tidak ada di tangan Suriah”, kata salah satu anggota kelompok perlawanan yang ditempatkan di Afrika kepada MEE. “Terkadang kami ikut serta dalam perlindungan bisnis Turki, terkadang untuk memerangi ISIS, dan terkadang untuk menjaga tambang atau pabrik.”
Ketika laporan awal mengenai pengerahan tersebut pertama kali diterbitkan oleh media Barat, para pejuang SNA mengungkapkan bahwa mereka direkrut melalui faksi Brigade Sultan Murad dengan kontrak sebesar $1,500 untuk enam bulan hingga satu tahun.
Menurut mereka, setelah menerima pelatihan jangka pendek, kelompok pertama yang terdiri dari 500 orang dikirim ke Niger pada bulan Februari 2024. Setelah itu, mereka dikirim ke Nigeria dan Burkina Faso.
Misi-misi tentara bayaran selama empat tahun terakhir telah dilakukan Turki. Sebelumnya turki pernah mengirim kelompok perlawana Suriah ke Libya untuk membantu pemerintah yang didukung PBB dan ke Azerbaijan untuk mendukung tentara Azerbaijan melawan pasukan Armenia. Namun, pihak Turki kerap menyangkal, sementara sumber kelompok perlawanan Suriah selalu membenarkan hal tersebut.
Seorang komandan senior kelompok perlawanan Suriah mengungkapkan kontroversi yang dirasakan oleh kelompok oposisi mengenai berkembangnya industri tentara bayaran. Meskipun terdapat “aliansi dan persaudaraan khusus” dengan Turki, “hubungan tersebut telah dieksploitasi oleh beberapa komandan serakah dari waktu ke waktu”, katanya. “Masalahnya adalah seluruh SNA dicap sebagai tentara bayaran karena ambisi beberapa komandan.”
Komandan senior lainnya menyoroti peluang finansial yang diberikan misi tersebut kepada anggota mereka, dengan mengatakan bahwa “seorang pejuang SNA mencoba menghidupi keluarganya dengan gaji 1.500 lira Turki [$47], yang setengahnya diambil oleh komandan sebagai imbalan”.
Dia menekankan bahwa “satu-satunya sektor pekerjaan yang membutuhkan tenaga kerja secara nasional adalah menjadi tentara bayaran”. (hanoum/arrahmah.id)