Oleh: Shakirullah*
(Arrahmah.com) – Jamaah Ahlus Sunnah lil Dakwah wal Jihad di Nigeria atau yang lebih dikenal dengan nama “Boko Haram” sedang menjadi sorotan media dan dunia Internasional. Itu dimulai sejak mereka menyerbu sebuah sekolah keputrian Nasrani di Chibok, Negara bagian Borno-Timur Laut Nigeria dan menculik 200 orang dari mereka pada 14 April 2014 lalu.
Kelompok ini melancarkan serangkaian serangan di berbagai tempat di Timur Laut Nigeria, khususnya Negara bagian Borno sepanjang 2014 hingga awal 2015. Dan yang terbaru adalah operasi Jihad mereka terhadap negara-negara yang berbatasan dengan Nigeria, diawali dari Kamerun, kemudian Niger dan yang terakhir adalah Chad.
Rentetan peristiwa-peristiwa ini mendorong negara-negara Sahel di Afrika Barat menggelar operasi militer gabungan untuk menumpas “Boko Haram”. Dan di tengah-tengah kampanye operasi militer ini, “Boko Haram” menyatakan Bai’at-nya kepada Jamaah Daulah Islam pimpinan Abu Bakr al-Baghdady, sehingga semakin memanaskan babak baru dari penumpasan “Terorisme, Ekstremisme dan Radikalisme” Nigeria.
Jamaah Ahlus Sunnah lil Dakwah wal Jihad di Nigeria, didirikan oleh Seorang Dai dan Mubaligh Islam bernama Syaikh Muhammad Yusuf—Rahimahullah—pada 2002 di Kota Maidiguri, ibukota dari negara bagian Borno. Bermula dari sebuah gerakan Dakwah, kemudian berkembang menjadi gerakan Jihad setelah mencuatnya berbagai kasus kejahatan yang dilakukan oleh aparat dan rezim Salibis Nigeria terhadap Kaum Muslimin di negara itu.
Nigeria sebagai negara terpadat di benua Afrika memiliki populasi yang hampir seimbang antara penganut Muslim dan Nasrani di negeri ini. Kaum Muslimin mendominasi di wilayah Utara dan Barat Daya, sedangkan kelompok Nasrani dominan di bagian Selatan dan tengah Nigeria.
Nigeria sebelumnya merupakan sebuah wilayah dari ke-Khilafahan Islam terkuat di Afrika Barat, yaitu Khilafah Sokoto. Karena itulah Nigeria menjadi Negara dengan penduduk Muslim terbanyak di antara negara-negara Afrika lainnya.
Menarik memang, bagaimana dunia Internasional, khususnya Amerika dan Prancis, begitu tertarik untuk menggerakkan negara-negara di sekeliling Nigeria agar bersatu memukul gerakan “Boko Haram” dan menghabisinya. Sebagaimana mereka (Amerika dan Prancis) pada Januari 2013 juga telah menggerakkan negara-negara di sekeliling Mali untuk menghantam dan melenyapkan keberadaan kelompok-kelompok “Teroris” yang menguasai Azawad–Utara Mali ketika itu.
Di sini ada benang merah yang sama jika kita kaitkan. Benang merah itu adalah kelompok Jihad. Ketika kelompok Jihad menguasai sepetak tanah dan di atasnya mereka menegakkan hukum Allah, maka di sanalah negara-negara Salibis aparat Dajjal merasa gemetar dan geram melihatnya. Mereka segera menggelar berbagai konferensi dan pertemuan-pertemuan darurat Internasional untuk menanggulanginya. Mereka menjadikan hukum hudud yang mulia semisal potong tangan sebagai bukti kejahatan! Mereka gembar-gemborkan satu orang yang dibunuh dari pihak Nasrani sebagai bukti kejahatan sektarian!
Dan selanjutnya tentu saja semua media barat juga akan mengeluarkan kicauan dan gonggongan yang sama seperti dilakukan oleh rezim Salibis, karena merekalah “tentara”nya di bidang media dan alat informasinya Aliansi Salibis.
Di saat yang sama, mereka telah menyaksikan bagaimana Aparat Salibis Nigeria membunuhi Kaum Muslimin di Borno pada Juli 2009, sehingga lebih dari 1000 kaum Muslimin di sana berkalang maut. Di antara mereka yang gugur adalah Syaikh Muhammad Yusuf—Rahimahumullah.
Pembantaian ini disaksikan oleh dunia di siang hari, dimana Aparat Salib Nigeria mengeksekusi kaum Muslimin dengan keji. Tragedi ini bahkan diperlihatkan dalam sebuah video yang pernah dirilis oleh Al-Jazeera. Nampak di sana seorang Muslim yang lumpuh pun turut dieksekusi.
Setahun setelahnya, pada Januari dan Maret 2010, kembali terjadi pembantaian terhadap kaum Muslimin dikota Jos, ibukota dari Negara bagian Plateau di Nigeria Tengah. Pembantaian ini dilakukan oleh milisi Salibis dan kaum Nasrani di sana. Tak kurang 1000 Muslim gugur. Tak hanya membantai, sejumlah masjid dan rumah pun dihancurkan.
Semua peristiwa pembantaian ini disaksikan warga dunia, khususnya Barat beserta antek-anteknya. Dan belum lama ini kita juga menyaksikan pembantaian yang sama terhadap kaum Muslimin, tepatnya pada akhir 2013 hingga hari ini. Umat Islam di Afrika Tengah dibantai oleh milisi Salibis bernama Anti-Balaka. Pembantaian yang telah menewaskan lebih dari 2000 kaum Muslimin di negara itu.
Barat hanya diam walau mereka mengetahui ada pembersihan etnis (Muslim) di sana, Pasukan “perdamaian” yang dikirim hanyalah kedok dan menjadi tameng pelindung bagi milisi Salibis tersebut dalam melancarkan aksinya. Kita bisa melihat pada berbagai liputan media, bagaimana tentara Prancis diam saja menyaksikan pembantaian di depan matanya.
Ke mana semua media-media barat dan pro barat dalam peristiwa-peristiwa tragis yang menimpa umat Islam ini? Mana Konferensi dan pertemuan tingkat Internasional untuk menanggulangi berbagai tragedi tersebut? Jangan pernah berharap. Tidak ada dan tidak akan pernah ada.
Barat serta PBB yang mereka cengkram hari ini, tak kan pernah peduli ketika yang menjadi korban adalah kaum Muslimin, walaupun telah terbunuh seribu, sejuta atau bahkan seratus juta sekalipun. Tetapi kalau ada satu saja dari pihak mereka terbunuh dan jadi korban, maka dunia seluruhnya terguncang dan harus mengutuk serta memikirkan dengan seksama peristiwa tersebut.
Mari kita ambil contoh dan bandingkan antara kasus penembakan di Chapel Hill yang menewaskan tiga mahasiswa Muslim Amerika dan penembakan di Denmark pada acara liberalisme yang dihadiri oleh sang penghina Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, si durjana Lars Virk.
Tak ada satu pun media barat dan pro-barat yang memberitakan kejadian di Chapel Hill secara bombastis apalagi menyebut pelakunya dengan sebuan Teroris Ekstrimis Salibis (Kristen), bahkan mereka sederhanakan masalahnya dengan menyebutnya sebagai “kericuhan di tempat parkir”. Sebaliknya peristiwa penembakan di Denmark yang beritanya terus diekspos, diulang-ulang, dan bahkan sampai digelar long march perdamaian, sebagaimana di Paris sebelumnya. Dan pelakunya tentu saja disebut si “esktremis Islam”.
Jika peristiwa-peristiwa ini kita kembangkan lagi ke negeri Islam yang lain, maka fakta demikian adalah sesuatu yang “basi” sebenarnya, karena sikap ambigu barat dan para pengekor mereka telah memainkan lagu lama ini sembari terus diulang-ulang.
Kita akan heran bagaimana mereka secara simultan dan dengan dahsyatnya mengekspos kejahatan-kejahatan Jamaah Daulah di Irak dan di Suriah. Meski Jamaah ini melakukan kesalahan bahkan kejahatan terhadap Kaum Muslimin dan Mujahidin, tetapi itu sangatlah kecil jika dibandingkan dengan kejahtan rezim Syiah Nushayriah (Partai Ba’ath) pimpinan Dinasti Iblis Basyar Asad di Suriah.
Mereka (Barat) buta atau pura-pura buta, melihat pembantaian keji yang dilakukan oleh Basyar Asad dan tentaranya yang dibantu sekutunya dari Iran, Hizbus-Syaithan Lebanon dan Milisi Syiah lainnya. Hampir 200.000 jiwa Kaum Muslimin menjadi korban pembantaian rezim Syiah Nushayriah pimpinan Asad ini. Barat hanya menanggapi dengan menggelar konferensi dan pertemuan-pertemuan untuk menjatuhkan sanksi, seakan dengan sanksi ini mereka telah berbuat untuk menekan rezim Asad agar menghentikan penggunaan senjata kimia dan bom barelnya. Kemudian dilanjutkan dengan sandiwara Hak Veto oleh Rusia, sebagaimana sandiwara Veto ala Amerika terhadap setiap putusan dagelan DK PBB yang akan menjatuhkan sanksi kepada penjajah Zionis!
Dunia hanyalah permainan mereka. Amerika, Rusia, Prancis, Inggris, Zionis, PBB dan yang semisalnya, adalah pemain belakang layar dari setiap episode pembantaian yang menimpa kaum Muslimin. Belum lagi sikap palsu barat terhadap Iran (kita akan bahas pada analisa yang lain, insya Allah).
Ketika Jamaah Daulah di Irak dan Suriah terjerembab karena kesalahan-kesalahan mereka dengan membunuhi Kaum Muslimin dan Mujahidin di Suriah, barat menyaksikan dan menunggu sambil seolah-olah peduli. Tetapi ketika yang mulai terusik adalah kepentingan mereka di Irak dan keamanan dalam negeri mereka, maka kampanye besar-besaran dimulai untuk menumpas kelompok “Radikal” Islam di Suriah dan Irak. Operasi militer yang tidak hanya menyasar Jamaah Daulah dan Jamaah Jihad lainnya, tetapi juga rumah-rumah kaum Muslimin.
Maka bertambahlah duka dan tangisan ini, bertambahlah jumlah darah yang tertumpah dan nyawa yang melayang. Satu pun dari negara-negara Salibis dan Arab yang berkomplot tersebut tidak pernah menembakkan roket mereka atau mengirimkan pesawat mereka guna menghukum rezim Basyar Asad yang telah melakukan pembantaian besar-besaran terhadap rakyat (Muslim) Suriah. Padahal pembantaian itu helas berada di depan mata dan hidung mereka. Dan padahal kejadian ini terus berlanjut setelah 4 tahun bergulir, lebih dari 200.000 nyawa kaum Muslimin di Suriah melayang. Mereka terus bersandiwara.
Tetapi, coba lihat, hanya beberapa saat saja setelah mereka saksikan adegan potong kepala oleh Jamaah Daulah, maka seluruh kekuatan mereka himpun guna membalasnya. Apa timbangan dari semua ini? Yang boleh tumpah hanya darahnya kaum Muslimin. Yang boleh melayang hanya nyawanya kaum Muslimin. Yang layak terusir dari rumah dan negerinya hanyalah orang Islam! Yang boleh dibantai, digulingkan dan diinjak hanyalah umat Islam.
Burma (Myanmar) belum selesai hingga hari ini, Bangladesh masih menyimpan lukanya, Mesir terus berdarah-darah, Somalia dan Kenya semakin sakit, Kashmir masih menangis dan Yaman memulai episode luka terbarunya, sedang Palestina masih tetap sekarat sebagaimana mulanya…
Jika Kaum Muslimin belum sadar akan situasi kritis yang sedang menimpa mereka dan mereka belum juga kenal siapa kawan dan lawannya, maka mereka yang diam pada hari ini akan menjadi santapan musuh selanjutnya.
Insya Allah akan kita lanjutkan pada bahasan kerjasama Amerika dan Iran untuk menggambar ulang Timur tengah.
*Penulis adalah Kontributor media-media Islam pada perang Suriah
(*/arrahmah.com)