Oeh: K. Mustarom
(Arrahmah.com) – Terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS mengejutkan banyak pihak. Saat ini, presiden Amerika Serikat adalah seorang pria yang membanggakan diri saat melakukan pelecehan seksual terhadap wanita. Pemimpin bangsa AS adalah pemasok berita palsu dan teori konspirasi yang melahirkan kampanye rasis. Orang yang paling berkuasa di dunia adalah seorang pemilik hotel yang mudah tersinggung, arogan, suka menghina, mengintimidasi, dan narsis. Seorang selebritis yang arogan, pendendam & suka berubah-ubah pikiran kini memimpin AS.
Trump mengubah kebencian menjadi alat politik. Dia bukan yang pertama. Tapi dia yang secara efektif mendorong dan memanfaatkan kebencian konservatif—yang memang sudah lama ada di AS—terhadap Muslim dan orang-orang Latin. Dia mengejek wartawan yang cacat. Dia mengambarkan komunitas kulit hitam bukan apa-apa selain orang-orang kampungan yang penuh dengan kejahatan. Dia mencela lawannya sebagai penjahat pengkhianat dan menyerukan lawannya untuk dipenjara. Dia menghina dan berseteru secara terbuka, yah … dengan hampir semua orang.
Kedengkian adalah meme-nya. Ia menunjukkan bahwa Anda bisa menjadi presiden meski dengan mendobrak segala norma. Dan ini adalah salah satu konsekuensi logis dari demokrasi.
Sejak Donald Trump meluncurkan kampanyenya, dunia mulai mencari kata yang tepat untuk mendefinisikan pemerintahan yang akan ia pimpin. Apakah ia akan menjadi seorang fasis? Apakah ia akan menjadi seorang demagog ataukah diktator? Apakah pemerintahannya bersifat oligarki, plutokrasi, ataukah kleptokrasi?
Kini, setelah ia terpilih dan memimpin Amerika, beberapa pihak merasa sudah menemukan jawaban, bentuk pemerintahan seperti apa yang akan ia pimpin. Jawabannya adalah semua hal di atas. Dan semua itu terangkum dalam satu kata: kakistokrasi, yang secara harfiah berarti sebuah pemerintahan yang dipimpin oleh elemen terburuk dalam sebuah
komunitas. Kakistokrasi adalah sebuah pemerintahan yang dipimpin oleh orang paling tidak berkompeten atau paling buruk dalam sebuah masyarakat.
Trump datang untuk menegaskan musuh utama Amerika. Lima belas tahun lebih Amerika meluncurkan Global War on Terror, yang membuatnya menjadi perang terlama yang pernah dilakukan oleh Amerika Serikat. Hampir lima trilyun dollar sudah dikeluarkan, dengan hasil yang jauh dari harapan. Kini, Donald Trump datang dengan membawa strategi baru.
Dengan narasi yang mirip dengan narasi Perang Salib Paus Urabanus II, Trump, bersama sederetan tokoh anti-Islam ia bawa ke Gedung Putih, siap mendeklarasikan sebuah perang suci, untuk membuat Amerika aman dan hebat kembali. Di malam inagurasinya, ia menegaskan musuh utamanya, yaitu Islam radikal, yang ingin ia tumpas dari muka bumi.
Dengan deklarasi perang sucinya, berakhirlah perang AS melawan terorisme. Musuh mereka sekarang bukan lagi terorisme, bukan juga violent extremism. Tapi, di era Trump, musuh mereka adalah Islam radikal, yaitu siapapun dari umat Islam yang meyakini supremasi hukum Islam di atas nilai-nilai dan konstitusi yang lain.
Executive Summary Laporan Khusus Lembaga Kajian Syamina Edisi 2 | Februari 2017
(*/arrahmah.com)