WASHINGTON (Arrahmah.com) – Menurut sebuah laporan terbaru yang dirilis oleh dokter bedah umum militer AS, dilaporkan oleh media mainstream, tahun lalu 110.000 tentara aktif AS mengambil resep anti-depresan, narkotika, obat penenang, anti-psikotik dan obat anti-kecemasan lainnya, hal itu mengungkapkan keadaan pikiran prajurit demokrasi yang terlibat dalam perang melawan Islam.
Dua pendudukan yang berjalan lama di Irak dan Afghanistan meningkatkan tingkat stress para tentara yang dinyatakan sebagai penyebab gangguan psikologis tanpa menambahkan fatamorgana kehidupan yang mereka jalani dengan rasa bersalah karena telah membunuh jutaan orang tak bersalah yang terus menghantui kehidupan mereka.
Sesuai laporan tersebut, hampir 8% dari Angkatan Darat aktif sekarang mengalami sedatif dan lebih dari 6% pada anti-depresan, meningkat delapan kali lipat sejak tahun 2005.
“Kami tidak pernah memberikan obat kepada pasukan kami sejauh yang kami lakukan sekarang….. Dan aku tidak percaya kenaikan bunuh diri saat ini dan pembunuhan di militer adalah kebetulan,” ungkap Bart Billings, seorang mantan psikolog militer.
Tapi waktu dikeluarkannya laporan tersebut menimbulkan pertanyaan, terutama setelah kebocoran oleh profil tinggi yang mengekspos kejahatan keterlaluan dari tentara salib di Afghanistan. Laporan ini tampaknya berusaha untuk menanamkan dalam diri pembaca rasa simpati terhadap “penyakit” atau “tertekannya” para pasukan.
Mantan pasukan payung dan kini seorang profil tinggi di tubuh militer, James Culp mengatakan untuk Angkatan Darat dan Marinir, menggunakan obat-obatan telah menjadi taruhan bahwa apapun yang terjadi, masalah akan terisolasi dan dibendung. Dia baru-baru ini membela seorang tentara yang dituduh membunuh dengan alasan bahwa penyakit mentalnya diperburuk oleh anti-depresan Zolosoft.
“Apa yang Anda lakukan ketika 30-80% dari orang yang Anda miliki dalam militer telah mengalami tiga atau lebih penyebaran dan secara mental mereka lelah? Apa yang Anda lakukan ketika mereka tidak bisa tidur? Anda membuat resiko yang diperhitungkan dalam resep obat-obat ini,” ujar Culp.
Perilaku khas seorang tentara yang “sakit”
Seorang pilot AS, Patrick Burke memulai harinya di kokpit pembom B-1 dekat Teluk Persia dan berjalan melalui sembilan zona waktu saat ia mengangkut rumah pesawat menuju Dakota Selatan.
Setiap empat jam penerbangan selama 19 jam, ia menelan tablet Dexedrine, amfetamin. Setelah mendarat, ia pergi keluar untuk makan malam dan minum dengan sesama awak. Mereka mengemudi kembali ke Pangkalan Angkatan Udara Ellsworth ketika Burke mulai memukul kepala temannya.
“Jack Bauer mengatakan kepada saya yang akan terjadi-kalian mencoba untuk menculik aku!” teriaknya.
Ketika seorang wanita memberi mereka tumpangan, Burke mendorong wanita tersebut keluar dan dia bergumul ke tanah. “Saya dan pletonku mencari ‘teroris’,” ujarnya sebelum ia menyambar kunci, berkendara jauh dan menabrak pagar pembatas.
Burke dituduh melakukan pencurian mobil, mengemudi dalam keadaan mabuk dan dua tuduhan penyerangan. Tapi pada bulan Oktober, seorang hakim pengadilan militer menemukan letnan muda itu tidak bersalah karena “kurangnya tanggung jawab mental”.
Kenyataannya, meskipun kejahatan tentara salib terus diselimuti PTSD (penyakit depresi), faktanya adalah bahwa kerusakan saraf mereka disebabkan oleh serangan gencar tanpa henti dari Mujahidin. Tentara salibis koalisi telah kalah terhadap Mujahidin di Afghanistan. Mereka bangga dengan pemberontakan terhadap yang Maha Kuasa dan dibangkitkan pada malam dosa yang penuh pesta pora dan pemabuk tidak akan dapat bertahan dalam perang. Meskipun sumber daya telah habis-habisan dikerahkan, namun hati dan pikiran mereka telah gagal. (haninmazaya/arrahmah.com)