KHARTOUM (Arrahmah.id) — PBB mengatakan, anak-anak berusia 1 tahun di Sudan telah mengalami kekerasan seksual oleh milisi bersenjata. Hal itu terjadi selama konflik di Sudan.
PBB pada Selasa (4/3/2025) mengutuk tindakan itu sebagai sesuatu yang sangat mengkhawatirkan.
UNICEF atau organisasi internasional yang berfokus pada hak-hak dan kesejahteraan anak mengatakan, skala kekerasan seksual pada anak di Sudan yang dilanda perang jauh lebih luas.
Organisasi tersebut mendesak semua pihak untuk mengakhiri kekerasan seksual sebagai taktik perang.
Penyedia layanan kekerasan berbasis gender (GBV) di Sudan mencatat sekitar 221 kasus pemerkosaan anak sejak awal 2024.
Dari kasus-kasus tersebut, 66 persen korban adalah anak perempuan dan 33 persen adalah anak laki-laki.
Ada 16 korban yang berusia di bawah lima tahun, termasuk empat anak yang masih berusia satu tahun.
Badan anak-anak PBB mencatat 77 kasus tambahan yang dilaporkan tentang kekerasan seksual terhadap anak-anak, terutama percobaan pemerkosaan.
“Diverifikasi dengan saksama oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, angka-angka ini hanya memberikan gambaran sebagian tentang besarnya kekerasan yang dilakukan terhadap anak-anak,” kata UNICEF, dikutip dari kantor berita AFP (4/3/2025).
Meski demikian, para penyintas dan keluarga korban sering kali tidak mau atau tidak mampu untuk maju melapor sebab mereka takut akan stigma, penolakan dari keluarga atau komunitas mereka, pembalasan dari kelompok bersenjata, pelanggaran kerahasiaan, atau dituduh sebagai kaki tangan.
Akan tetapi, ada konsekuensi yang harus ditanggung oleh para korban seumur hidup. Terlebih korban juga masih anak-anak.
“Anak-anak seusia satu tahun yang diperkosa oleh orang-orang bersenjata seharusnya mengejutkan siapa pun dan mendorong tindakan segera,” kata Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell.
“Jutaan anak di Sudan berisiko mengalami pemerkosaan dan bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya, yang digunakan sebagai taktik perang. Ini adalah pelanggaran hukum internasional yang menjijikkan dan dapat merupakan kejahatan perang. Ini harus dihentikan,” tegas dia.
Diketahui, tentara reguler Sudan (SAF) dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter telah terlibat dalam pertempuran memperebutkan kekuasaan sejak April 2023. (hanoum/arrahmah.id)