Oleh: Ibnu Salman | Pemerhati Timur Tengah
(Arrahmah.id) – Perang Suriah yang kembali berkobar, membuat sekutu rezim Basyar Asad seperti Rusia, Iran dan milisi dukungan Iran (milisi Syiah Hizb Lebanon) menjadi dilematis. Sebab, Rusia juga sedang disibukkan perang dengan Ukraina. Secara militer kemampuannya terkuras di Ukraina. Bantuannya terhadap rezim Suriah Jadi setengah hati. Sementara Iran dan milisi syiah Hizb Lebanon juga sedang menghadapi zionis “Israel”.
Ini tentu sangat menguntungkan Mujahidin Suriah dan sekutunya serta kelompok-kelompok yang didukung Turki, termasuk oposisi yang berada dalam barisan Tentara Nasional Suriah (SNA). Momentum inilah yg dimanfaatkan oleh kelompok pejuang suriah.
Namun, apa yang terjadi di Suriah, juga menambah semangat dan gairah warga Palestina dan Hamas. Kebangkitan perlawanan di Suriah menjadi penambah semangat moral Hamas. Selama ini antara Mujahidin Suriah yang dipimpin Hay’ah Tahrir asy-Syam (HTS) dan Hamas, juga saling bantu, baik secara teknologi, strategi perang, moril maupun materil.
Dalam sebuah pernyataan melalui video yang dikutip Dilly Hussain di X, pejabat Hamas Talal Nasser pun menyuarakan dukungan Hamas sepenuhnya terhadap Kelompok pejuang Suriah. Nasser mengecam keras kediktatoran brutal Basyar Asad yang telah membantai rakyatnya sendiri dengan bom dan senjata kimia.
Dalam wawancara sebuah stasiun TV Nasser juga mengungkap bahwa kelompok pejuang Suriah banyak memberi bantuan dana kepada Hamas melalui perwakilannya di Suriah. Hamas dan pejuang Suriah, kata Nasser, rutin melakukan komunikasi dan saling membantu dalam banyak hal.
Menurut Nasser, siapa saja yang yang memerangi dan membunuhi kelompok perlawanan Suriah itu sama saja dengan menusuk Palestina dari belakang.
“Rakyat Suriah tidak ada bedanya dengan rakyat Palestina. Tidak ada beda juga dengan warga Lebanon, warga Irak, atau warga Yordania. Kami tidak percaya Yordania yang pertama, Suriah yang pertama, Mesir yang pertama, Aljazair yang pertama. Kami hanya percaya bahwa kami ini adalah satu ummah!” tegas Nasser.
Jadi, kebangkitan perlawanan di Suriah justru jadi penambah spirit dan hamasah Palestina. Hamas juga percaya, kelak setelah para pejuang Suriah menyelesaikan tugasnya, mereka akan bergeser ke Palestina dan membebaskan Al Aqsha, bahkan membebaskan bilaadul haramain (negara dengan dua tanah suci).
Bertambahnya semangat Pejuang Palestina akan makin melemahkan moral dan mental “Israel”. Tak hanya lemah moral dan mental, juga secara strategi perang, ini akan menguntungkan Palestina, karena Iran dan milisi syiah Hizb Lebanon akan lebih fokus menghadapi zionis “Israel”. Jadi ke depannya, zionis akan lebih dikroyok oleh tiga kekuatan (Hamas/Al Qassam, milisi syiah lebanon dan Iran).
Secara strategi perang, ini menguntungkan kelompok pejuang Suriah dan Hamas di Palestina. Kenapa?
Setiap pemimpin negara akan lebih memprioritaskan kepentingan negaranya terlebih dahulu. Rusia, saat ini masih sibuk menghadapi Ukraina. Iran dan milisi syiahnya (Hizb Lebanon) juga memiliki kepentingan yang sama: melawan zionis “Israel”. Mereka terpaksa meninggalkan sekutunya (Suriah). Kalau pun mereka membantu, itu tidak maksimal.
Rusia lebih fokus ke Ukraina, sementara Iran dan milisi syiah (hizb Lebanon) menghadapi zionis “Israel”. Ini menguntungkan kelompok pejuang Suriah. Tetapi sekaligus juga menambah semangat dan hamasah Mujahidin Palestina, karena mereka dapat bantuan perang dari Iran dan milisi syiah (Hizb Lebanon).
Sebaliknya, agresi biadab zionis ke Gaza pasca operasi 7 oktober 2023 oleh Hamas, juga memicu semangat Mujahidin Suriah, karena mereka sangat terpukul di saat jarak mereka begitu dekat tapi tidak bisa membantu saudara-saudara mereka di Gaza secara langsung. Yang menghalangi mereka tidak lain adalah rezim Basyar Asad dan aliansi Iran sendiri yng selama ini berkoar-koar sebagai pembela Palestina.
Di saat yang sama ketika pada 7 Oktober 2023 Mujahidin Suriah ikut merayakan dan berbahagia atas serangan Hamas ke musuh Islam (zionis yahudi) laknatullah, mereka mengelu-elukan Abu Ubaidah, Jubir Al-Qassam.
Ketika Pemimpin Hamas Syaikh Yahya Sinwar gugur syahid Mujahidin Suriah juga berduka dan terinspirasi akan kegigihan Kepala Biro Politik Hamas itu berjuang hingga akhir hayatnya.
Terinspirasi atas semangat perjuangan Syaikh Yahya Sinwar, patch logo Mujahidin Suriah pun dibuat berbentuk segitiga operasi Al-Qassam yang terkenal itu. Yang tertulis pada patch logo Mujahidin Suriah adalah ucapan Abu Ubaidah Jubir Al-Qassam: “Dan Inilah Jihad, Kemenangan atau kesyahidan”.
Karena tak bisa langsung membantu saudara-saudaranya di Palestina, maka rakyat Suriah berlomba-lomba menyumbangkan hartanya sesuai kemampuan di tengah mereka juga masih berada dalam kesulitan. Bahkan Mujahidin dari kalangan muhajirin di Suriah (pejuang luar Suriah) pun menyumbangkan hartanya ke Gaza pasca invasi zionis pada 7 Oktober 2023.
Sesungguhnya perasaan warga Suriah dengan Palestina dan hati pejuang Suriah dan Palestina itu sudah menyatu. Ini nampak diekspresikan lewat patch logo Mujahidin Suriah di atas.
Menyatunya perjuangannya rakyat (Mujahidin) Suriah dengan Palestina itu mencemaskan zionis penjajah.
Sebuah artikel yang diterbitkan Maariv, salah satu media terbesar “Israel” penjajah menyatakan bahwa oposisi Islam di Suriah adalah ancaman bagi zionis penjajah itu. “Tetap berkuasanya Basyar Asad akan menjadi pilihan yang lebih baik bagi ‘Israel’,” demikian tulisan yang dipublish pada 1 Desember 2024 itu.
Times of “Israel” juga membuat laporan yang sama pada 30 November 2024. “Kemajuan Perlawanan di Suriah Memberikan Keuntungan Jangka Pendek, Potensi Masalah bagi ‘Israel’,” kata Kepala intelijen “Israel”.
Sebenarnya jauh sebelumnya, yaitu pada 18 Mei 2013, saat perlawanan di Suriah baru berlangsung setahun lebih, Times of “Israel” sudah mengingatkan ini dengan judul ‘Israel Prefers Bashar Assad to Islamist Rebels’ (“Israel” Lebih Memilih Basyar Asad daripada Perlawanan Islam).
Zionis penjajah lebih memilih rezim Asad tetap berkuasa daripada Mujahidin Suriah. Ini sekaligus membantah klaim pihak zionis bahwa mereka bersekutu dengan oposisi suriah untuk menumbangkan rezim Asad. Sebaliknya, mereka sesungguhnya ketakutan jika rezim Asad jatuh.
Kekhawatiran zionis penjajah itu logis saja. Jika oposisi Islam di Suriah berkuasa, maka selangkah lagi zionis akan diserang. Pejuang Perlawanan di Palestina mendapatkan energi besar. Sudah lama Mujahidin Suriah itu bercita-cita. Tekad mereka, setelah Suriah futuh, estafet perjuangan berlanjut. Membebaskan Al-Aqsha. Itu yang kerap mereka ungkapkan. Bahkan, jangka panjangnya, setelah Al Aqsha/Palestina bebas, bersama Mujahidin Palestina mereka bertekad akan membebaskan jazirah Arab, dan seterusnya.
Posisi AS
Bagi Amerika Serikat, rezim Basyar Asad bukan sekutunya. Pihak oposisi Suriah apalagi. Meskipun dulu AS sempat mendukung FSA (Free Syrian Army). Tetapi setelah Turki terjun langsung di Suriah dan membantu oposisi Suriah, tak terdengar lagi cawe-cawe AS ke FSA. AS mulai mengendur di Suriah. Bahkan di era Donald Trump, pasukan AS ditarik. Kata Trump yang pebisnis itu, “buang-buang duit saja.”
Tapi di sisi lain AS juga punya “peliharaan” di Suriah, yaitu PKK/YPG. Musuhnya Turki. PKK (Partai Pekerja Kurdistan) di Turki adalah kelompok separatis Kurdi yang oleh AS, Uni Eropa dan Turki ditetapkan sebagai organisasi teroris. Tapi lucunya, AS yang turut menetapkan PKK sebagai organisasi Teroris, perwakilan PKK di Suriah malah jadi sekutunya. Begitulah AS. Dari dulu Suka double standard.
Meskipun peran AS agak kurang saat ini di Suriah, negara ini tetap mempersenjatai milisi PKK/YPG. Pastinya AS tetap ingin mengikuti perkembangan Suriah. Khawatir juga jika oposisi Islam Suriah berkuasa. Jika rezim Asad bakal jatuh, bisa jadi AS benar-benar nimbrung serius di Suriah. Sebab, jika jatuh ke tangan oposisi Islam, itu berarti ancaman untuk sekutunya, zionis penjajah. Karena itu AS akan lebih mendorong de-eskalasi di Suriah.
Skenario yang Unik
Rezim Suriah saat ini “ditinggalkan” sekutunya (Rusia, Iran dan milisi syiah Lebanon). Sebuah negara akan lebih memprioritaskan kepentingan negaranya. Rusia saat ini sedang berjibaku perang dengan Ukraina. Sementara Iran dan milisi syiah Lebanon sedang berseteru dengan “Israel”.
Ini jadi momentum bagi oposisi Islam Suriah yang dibantu Turki untuk melakukan perlawanan membebaskan wilayah-wilayah yang dikuasai rezim Asad.
Di saat yang bersamaan Hamas di Palestina mendapatkan “teman” yang membantu perjuangan mereka menghadapi zionis penjajah. Jadi, saudara seperjuangan rakyat/Mujahidin Suriah yaitu Palestina, dibantu oleh musuhnya rakyat dan pejuang Islam Suriah. Dengan kata lain, musuh Mujahidin Suriah itu malah meninggalkan temannya (rezim Asad) untuk membantu saudara seakidah pejuang Islam Suriah. Jadi secara tidak langsung temannya rezim Asad (Iran, milisi syiah hizb Lebanon), bahkan Rusia itu membantu Mujahidin Suriah. Meringankan perjuangan mereka untuk menumbangkan rezim Asad. Skenario itu milik Allah. Dan ini skenario yang unik karunia Allah.
Semoga Mujahidin Palestina dan Suriah Allah karuniakan kemenangan. Membebaskan Masjid Al-Aqsha dan Palestina dari penjajahan zionis. Setelah itu meneruskan perjuangan, membebaskan Jazirah Arab dari rezim-rezim yang selama ini menindas, korup, memperkaya diri dan keluarganya serta berkomplot dengan zionis yahudi dan musuh-musuh Islam lainnya. Wallaahu A’lam.
(arrahmah.id)