LONDON (Arrahmah.com) – Lebih dari separuh anak-anak di dunia, atau lebih dari 1,2 miliar, terancam oleh kemiskinan, konflik atau diskriminasi terhadap anak perempuan, kata Save the Children dalam laporan yang diterbitkan Rabu (30/5/2018), seperti dilansir Daily Sabah.
Dalam laporan “Indeks Akhir Masa Kecil” tahunannya yang diterbitkan sebelum Hari Anak Internasional, badan amal yang berbasis di London itu mengatakan lebih dari 153 juta anak-anak tinggal di negara-negara yang memiliki ketiga ancaman tersebut.
“Lebih dari setengah anak-anak di dunia memulai hidup mereka dalam kondisi tertekan karena mereka seorang gadis, karena mereka miskin atau karena mereka tumbuh di zona perang,” kata Helle Thorning-Schmidt, kepala eksekutif amal, seperti dilansir AFP.
“Pemerintah harus berbuat lebih banyak untuk menjamin bahwa setiap anak memulai hidupnya dengan kondisi terbaik,” tambahnya.
“Fakta bahwa negara-negara dengan tingkat pendapatan yang sama memberikan hasil yang berbeda untuk anak-anak menunjukkan bahwa kebijakan, pendanaan, dan komitmen politik membuat perbedaan penting.”
Situasi untuk anak-anak di 95 dari 175 negara telah membaik sejak tahun lalu, tambahnya, tetapi “kondisi muncul jauh lebih buruk” di sekitar 40 negara. Indeks ini melihat peristiwa “perampasan masa kanak-kanak mereka”, termasuk kekurangan gizi, kehamilan awal, tidak mendapatkan pendidikan, pekerja anak, pernikahan anak di bawah umur dan kekerasan ekstrem.
Singapura dan Slovenia berada di peringkat teratas, dengan Norwegia, Finlandia, dan Swedia menyusul. Delapan dari 10 negara terakhir berada di Afrika Barat dan Tengah, dengan Nigeria menjadi negara terbawah.
Laporan itu mengidentifikasi adanya 10 masalah utama yang memerlukan tindakan segera, termasuk tingkat imigrasi yang saat ini meningkat, sehingga diprediksi akan meningkatkan jumlah perkawinan anak dan kehamilan remaja.
Laporan tersebut juga mengatakan bahwa 240 juta anak-anak tinggal di negara-negara yang terkena dampak konflik dan kemiskinan, di mana 30 persen dari negara-negara yang termasuk dalam indeks tersebut memiliki ciri adanya diskriminasi terhadap anak perempuan. “Ini berarti jumlah anak perempuan yang menghadapi pengecualian di banyak bidang sangat fantastis,” ungkap laporan tersebut, di mana ia mencatat bahwa komplikasi selama kehamilan dan persalinan adalah pembunuh nomor satu perempuan berusia 15-19 tahun di seluruh dunia. (Rafa/arrahmah.com)