PARIS (Arrahmah.com) – Perancis menyerukan kepada PBB untuk mengevaluasi perlakuan Cina terhadap Muslim Uighur dan menuduh Beijing telah melakukan praktik yang tidak dapat lagi ditolerir kepada minoritas Muslim.
Pada Selasa (28/7/2020) Menteri Luar Negeri Perancis, Jean-Yves Le Drian, mengajukan proposal tersebut setelah ketegangan meningkat antara Perancis dan Cina, sehingga perhatian publik terfokus pada perlakuan tidak manusiawi Cina kepada minoritas Muslim Uighur di Xinjiang.
“Karena mereka mengatakan bahwa pernyataan saya tak berdasar, maka saya mengusulkan agar pengamat internasional independen, yang berada di bawah pengawasan komisaris PBB Michelle Bachelet, untuk berkunjung ke provinsi Xinjiang dan memberikan kesaksian mereka,” kata Le Drian, sebagaimana dilansir Daily Sabah.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia dan para ahli mengatakan bahwa lebih dari satu juta Muslim Uighur dan minoritas Muslim lainnya telah ditahan oleh Cina di kamp-kamp interniran yang tersebar di seluruh Xinjiang.
Beberapa tuduhan yang dibeberkan Le Drian di depan parlemen antara lain “kamp penjara untuk Uighur, penahanan massal, penghilangan paksa, kerja paksa, sterilisasi paksa dan penghancuran warisan budaya Uighur”.
Kementerian Luar Negeri Cina membantah tuduhan tersebut dan mengatakan bahwa apa yang terjadi di Xinjiang bukan masalah hak asasi manusia, agama, ataupun etnis minoritas, namun masalah melawan terorisme dan separatisme.
Tidak terima dengan bantahan dari Beijing, Le Drian meningkatkan retorikanya pada Selasa (28/7) dan mengatakan bahwa di Xinjiang ada “praktik yang tidak dapat lagi ditolerir karena bertentangan denga prinsip universal yang diabadikan dalam konvensi-konvensi hak asasi manusia internasional”.
Dia juga menuduh pemerintah Beijing melakukan pengawasan luas terhadap populasi dan sistem penindasan yang komprehensif di seluruh wilayah.
Beijing dan London pun bersitegang mengenai masalah ini setelah Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab mengatakan bahwa jelas ada pelanggaran HAM berat dan mengerikan yang terjadi di wilayah tersebut.
Kontroversi mengenai perlakuan Cina terhadap minoritas Muslim Uighur muncul dan menjadi sorotan ketika ketegangan antara negara-negara Barat dan Cina meningkat akibat undang-undang baru yang kontroversial di Hong Kong. (rafa/arrahmah.com)