PARIS (Arrahmah.com) – Pemerintah Perancis mengatakan pada hari Kamis (7/1) bahwa mereka telah menangkap dan mendeportasi seorang imam Mesir yang dianggap sebagai ‘Islamis radikal’ dan mengklaimnya telah menyebarkan pengaruh di Perancis untuk melakukan tindakan ‘teror’.
Langkah ini dilakukan hanya beberapa minggu setelah Presiden Perancis Nicolas Sarkozy mendesak Muslim Perancis untuk mempraktikkan keimanan mereka dengan “kebijaksanaan rendah hati” (kesewenang-wenangan Sarkozy).
Langkah ini juga terjadi bersamaan dengan diperketatnya pemeriksaan keamanan oleh Perancis terhadap para wisatawan yang berasal dari negara-negara Muslim, setelah terjadi usaha percobaan pengeboman di Detroit pada Hari Natal.
Kementerian Dalam Negeri Perancis mengatakan bahwa Ali Ibrahim El Soudany, yang ditahan pada hari Kamis dan akan segera diterbangkan ke Mesir, telah menyerukan pengikutnya “untuk melawan Barat” dalam khutbahnya di beberapa masjid di Paris.
“Orang-orang yang mengajarkan kebencian dan tidak menghargai kebebasan beragama, tidak boleh tinggal di wilayah kami,” kata menteri dalam negeri Perancis, Brice Hortefeux, dalam sebuah pernyataan. El Soudany telah berada di bawah pengawasan selama beberapa bulan, Hortefeux menambahkan.
El Soudany, menurut seorang jurubicara Kementerian Dalam Negeri Perancis, tidak bisa dihubungi untuk memberikan komentar. Pejabat di masjid tempat El Soudany beraktivitas pun menolak memberikan komentar.
Kementrian mengatakan, Perancis telah mengeluarkan 129 orang-orang yang dicurigai Islamis radikal, termasuk El Soudany, sejak tahun 2001.
Sebagai bagian dari agenda melawan bentuk-bentuk ‘Islam radikal’, otoritas Perancis mempertimbangkan untuk mengadopsi undang-undang yang melarang burqa (niqab), dengan mengatakan bahwa niqab bukan simbol agama Islam tetapi tanda perbudakan dan penghinaan terhadap perempuan. Saat ini, Perancis merupakan rumah bagi komunitas Muslim terbesar di Uni Eropa. (althaf/wsj/arrahmah.com)