(Arrahmah.com) – Setelah anaknya dididik dan diajarkan akan hakekat keimanan dan diajarkan pula tentang Al-Quran barulah dididik akhlaqulkarimah agar kelak menginjak dewasa ia mampu berlaku jujur dan bersifat amanah, tidak menjadi pembohong dan pendusta.
Pendidikan seperti inilah yang ditanamkan oleh Rasulullah esemenjak kecil yang terrefleksi dalam sabdanya: ”
“Dari Abu Hurairoh r.a. Rasulullah Saw bersabda: ” Barang siapa yang berkata kepada anaknya kesinilah akan kuberikan sesuatu kemudian, kemudian dia tidak memberikan maka dia dusta”.
Iqbal pernah berkata: “Betapa banyak wanita-wanita desa yang tidak mampu membaca dan menulis mampu melahirkan mujahid-mujahid agung yang mengukir sejarah di pentas dunia.”
Betapa indahnya dunia ini, jika kaum wanita mengerti hakekat dirinya, sebagai seorang hamba Allah yang sholehah yang dari tangannya dan belaian kasih sayangnya mampu melahirkan generasi-generasi robbani yang mereka tidak takut akan celaan orang yang mencela. Dan dari kasih sayangnya lahirlah manusia-manusia pijar yang siap mengemban amanat dakwah walau orang-orang bodoh selalu mencelanya, tetapi dengan segala ketawadlu’annya ia hadapi dan terima celaan itu dengan senyuman sambil mengucapkan nada dan kalimat keselamatan bagi mereka.
Sungguh benarlah sebuah ungkapan:
“sebuah negara ditentukan oleh baik dan buruknya seorang wanita, jika wanitanya baik maka baik pulalah negara itu, tapi sebaliknya jika wanitanya rusak maka rusak pulalah negeri itu.”
Saat ini dunia menangis melihat dekadensi moral yang merajalela, penyakit-penyakit berbahaya bermunculan bagai benih yang ditabur di musim penghujan. Tiada hari yang kita lewati dan saksikan kecuali diiringi perasaan pilu yang menyayat hati. Berita-berita sedih mengenaskan menghiasi surat kabar-surat kabar. Jauh diujung sana terdengar pekikan dan jeritan wanita ditindas tanpa mampu berbuat apa-apa, wanita-wanita tidak sungkan lagi membuka perhiasannya yang mestinya hanya pantas diperlihatkan kepada suaminya, anak-anak tidak pernah lagi merasakan belaian kasih sayang ibunya, sejak mereka lahir air susu yang diminumnya telah diganti dengan susu sapi dan kerbau.
Perasaan cinta yang diikat dengan benang keimanan hambar tiada terasa karena peran seorang ibu yang Allah ciptakan perasaan cinta dan rindu akan tangisan bayi telah di ganti peranannya oleh baby sister. Adakah dari wanita seperti dapat di harapkan mampu melahirkan manusia-manusia pijar yang berakhlaqulkarimah? Tentulah tidak! Bagaimana mungkin wanita yang tidak bermoral, tidak mengerti akan tanggungjawab dan kewajiban seorang hamba dan dalam dirinya tidak di temukan setitik keimananpun mampu mengukir dunia deengan kasih sayang dan perasaan cinta yang di milikinya?
Wanita muslimah bukanlah orang yang cinta pada dunia dan bukan pula orang yang uzlah dari dunia. tapi mereka adalah orang yang mampu mengimbangkan antara hak dan kewajiban, antara tanggung jawab dan peraasaan pribadi. Mereka adalah orang yang lebih mementingkan akhirat, karena mereka tahu dan yakin bahwa dunia hanya sekedar jalan untuk mencapai predikat yang tinggi yaitu MARDHOTILLAH “
Bercermin dari istri-istri generasi pertama Islam dan salafussholeh dalam mendidik putra-putra mereka dan tanggung jawab terhadap suami dan keluarga, adalah suatu cerminan yang harus dicermini oleh wanita-wanita muslimah, karena putra-putra merekalah yang membanngun dunia ini saat posisi dunia tidak ada kestabilan dan keseimbangan.
Seorang muslimah yang tahu tanggungjawwab, sebagai ratu dalam rumah tangganya dan menjadi ibu bagi anak-anaknya serta sebagai istri yang sholehah dari suaminya, tentu akan lebih memprioritaskan rumahtangganya di banding tugas-tugas lainnya. Dia didik anak semenjak kecil dia belai dengan kasih sayang dan cinta, ia susui anaknya dengan kelemahlembutan yang dimilikinya, karena dia tahu air susunya adalah sumber kehidupan bagi anaknya, dia tahu air susunya lebih jernih di banding air susu buatan pabrik.Tetapi yang lebih penting dari itu semua adalah terjalinyya hubungan batin antara ibu dan anak, yang jalinan itu mampu menumbuhkan cinta dan rindu diantara mereka.
Sejak anaknya mulai tumbuh dan berkembang, dia perhatikan kesehatan badannya agar jangan sampai sakit, ia jaga pendidikan anaknya dengan di bekali iman dan taqwa agar jangan sampai terjerumus kelembah maksit, karena dia tahu tarbiyah imaniyah dan ta’limulquran harus lebih di dahulukan daripada yang lainnya.Sebagaimana sabda Rasulullah Saw :
Artinya : “Dari Jundub binAbdullah berkata: Kami bersama Nabi Saw dan bersama kami dua anak laki-laki yang menginjak dewasa diajarkan kepada kami iman sebelum kami belajar Al-Quran kemudian diajarkan Al-Quran untuk menambah keimanan”.
Sertelah anaknya dididik dan diajarkan akan hakekat keimanan dan diajarkan pula tenteng Al-Quran barulah dididik akhlaqulkarimah agar kelak menginjak dewasa ia mampu berlaku jujur dan bersifat amanah, tidak menjadi pembohong dan pendusta. Pendidikan seperti inilah yang ditanamkan oleh Rasulullah SAW semenjak kecil yang terrefleksi dalam sabdanya:
Artinya : “Dari Abu Hurairoh r.a. Rasulullah Saw bersabda: ” Barang diapa yang berkata kepada anaknya kesinilah, akan kuberikan sesuatu kemudian, kemudian dia tidak memberikan maka dia dusta”.
Dalam hadist yang lain di sebutkan:
Artinya : “Dari Abdillah bin Mas’ud r.a. Rasulullah Saw bersabda: ” Hendaklah kalian jangan berbuat bohong karena kebohongan tidak di perkenankan di dalam kesungguhan dan tidak dalam bergurau, dan janganlah kamu memanggil anak kecil kemudian tidak menepati janji kepadanya”.
Jika anak sejak kecil, di tanamkan sifat jujur dan keikhlassan maka dalam perjalanannya akan tampillah menjadi orang yang sederhana, teguh memegang prinsip, tidak tergoyahkan oleh kepalsuan dan berita-berita fasiq yang datang silih berganti serta segenap rayuan syetan yang menggoda.
Ketika keimanan telah menancap dalam jiwa anak di iringi dengan keikhlasan, kejujuran, ketabahan dan kesabaran tumbuhlah ia dalam ketenangan dan kejernihan hati serta keluasan cakkrawala berfikir yang kemudian kelak mampu menjadi penopang hidupnya saat ia mengembara menelusuri dunia ini. Modal telah di miliki nya, kebesaran Allah telah manjelma dalam jiwanya, hatinya telah dicuci dan disirami oleh ibunya dengan kalam samawi dengan untaian kata dan kalimat berupa nasehat yang mengalir dari bibirnya yang tiada pernah lepas dari berzikikr kepada Allah Azza wa Jalla.
Wanita-wanita inilah yang mampu merubah wajah dunia kemudian menghiasinya dengan akhlaq-akhlaq mulia melalui anak yang dilahirkannya. Dalam kelembutan tangannya tersimpan segala rahasia dan keagungan. Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada wanita muslimah sifat lemah lembut dan kasih sayang serta kesabaran dalam menderita.
Dengan kelembutannya ini mampu meredakan amarah suaminya saat suaminya dilanda nafsu amarah yang berkobar-kobar, kemarahan yang bisa membawa malapetaka bagi rumah tangga jika sang istri tidak mampu mengendalikan emosi, dengan kasih sarang yang didasari perasaan cinta, sang istri mampu manenangkan suaminya, saat suaminya mengalami konflik batin. Bukankah itu telah di contohkan Khodijah r.a. empat tokoh wanita terbaik yang pernah hadir dalam pentas sejarah dunia sekaligus istri Rasulullah Saw.
Kisah keagungan wanita yang tersimpan rapi dalam hazanah Islam dan tidak akan pernah terlupakan oleh zaman dan waktu. Di awali saat kepulangan Rasulullah Saw di kala beliau pertama kali menerima wahyu di gua Hira’ ketika suasana hati Rasulullah di landa kekalutan dan kekacauan beliau datang menemui Khodijah seraya berkata
“Selimutilah aku, selimutilah aku, dengan kasih sayang Khodijah menyelimuti suaminya hingga hilang rasa takutnya . Kemudian Rasulullah Saw bertanya :” Wahai Khodijah apa yang terjadi atas diriku? di ceritakannya sebuah kabar kepada Khodijah sambil berkata:” Aku takut suatu hal akan menimpa diriku”. Dengan kelembutannya khotijah berrkata: Janganlah takut namun bergembiralah. Demi Allah, tidak mungkin Allah akan menghinakanmu. Demi Allah engkau adalah orang yang selalu menyambung tali persaudaraan, engkau selalu berkata benar, engkau selalu membbantu mereka yang membutuhkan dan memuliakan tamu serta engkaulah yang selalu menolong orang yang kena musibah”.
Khodijah seorang wanita yang dianugrahi kelebihan dan kebesaran. Saat suaminya di timpa musibah, ia ikut merasakan penderitaan suaminya, dibesarkan hatinya dengan segala kebaikan yangdilakukannya agar mampu menenangkan hati sang suami. Kebesaran wanita inilah yang di gambarkan Ibnu Hisyam dalam sirohnya:” Sesungguhnya Khodijah adalah orang yang pertama kali beriman kepada Allah dan Rasulullah, serta membenarkan semua yang datang dari Allah. Dialah yang selalu membantu Rasulullah dalam menjalankan urusannnya dan membenarkan risalahnya di saat orang lain mendustakannya. Maka Allah meringankan Rasulullah dengan adanya Khodijah. Rasulullah tak pernah mendapatkan dari diri Khadijah sesuatu yang dibencinya saat orang lain menolak dakwahnya dan mendustakan dirinya, yang hal ini akan menambah diri Rasulullah sedih, kecuali Allah menghilangkan penderitaannya saat beliau kembali ke Khodijah. Dikuatkkan hati Rasulullah, diringankan penderitaannya, dibenarkan seluruh ucapannya dan di bantunya Rasulullah dalam menjalankan urusannya dengan manusia.
Dan bukankah hal itu pula yang telah di contohkan oleh Ummu Salamah, saat kematian anak yang di cintainya, sedangkan Abu Tholhah sedang bepergian. dia berpesan kepada keluarganya jangan engkau ceritakan kepada Abu Tholhah akan kematian anaknya sampai saya sendiri yang akan menceritakannya. Ketika suaminya pulang, Ummu Salamah menyambut suaminya dengan mesra, diajaknya suaminya makan bersama dia percantik dirinya dengan tutur bahasa yang indah dan manis. Ketika di lihat suaminya tenang dan kenyang dengan lemah lembut Ummu Salamah bertanya: ” Wahai Aba Tholhah bagaimanakah pendapatmu jika ada suatu kaum menitipkan kepada ahlubaitmu barang, kemudian mereka meminta kembali titipannya, adakah kamu melarangnya?. Abu Tholhah menjawab: ” Tentu tidak”. Kemudian Ummu Salama berkata: ” Begitu pula yang terjadi dan menimpa anakmu”.
Harapan dan cita-cita kiranya wanita muslimah saat ini mampu mencontoh mereka, bagaimana kebesran jiwa dan ketabahan mereka dalam menderita, serta keikhlasan mereka dalam berjuang mengemban amanat da’wah yang dipikulkan di atas pundak-pundak mereka, dan mewariskan itu semua kepada generasi penerus.
Medan dakwah semakin luas, pendidikan yang di terima kaum muslimih saat ini dari perguruan-perguruan tinggi hendaklah mampu dijadikan modal dasar utuk melangkah agar dalam perjalanan mencari ilmu yang di dapatkan tidak terbuang percuma.
Mengakhiri tulisan ini adalah suatu harapan dan cita-cita apabila kita mampu memilih dan meniti perjalanan Rasul, Shohabat dan Salafus Sholeh yang telah mangajarkan kepada kita, tentang hakekat hidup dalam mencapai cita-cita yang luhur sebagaimana keluhuran mereka dalam beramal, berfikir, bertindak dan melangkah untuk sampai kepada kalimat pendek tetapi mencakup hidup dan mati kita ” Rodhiallahuanhum wa rodhuanhu”, jika hal itu bisa kita dapatkan dengan usaha yang maksimal. Maka tidak ada artinya tajamnya mata pedang, siksaan, pengusiran dan segunung rintangan, semua itu akan dihadapi dengan senyum kemenangan walau terkadang harus mati di tiang gantungan.
Wanita muslimah saat ini dituntut untuk mampu melahirkan generasi seperti itu. Adalah harapan kita semua jika dari rahim-rahim wanita muslimah lahir generasi-generasi Rabbani dan Ghuroba’yang telah ditanamkan dalam jiwa mereka tentang keimanan, ketaqwaan serta sifat ihsan agar mampu memikul tanggung jawab yang semakkin berat, yang saat ini tidak mampu dipikul oleh orang tua – orang tua mereka semacam ini, kita serahkan semuanya Allah Swt Sebagai Pemegang tampuk kekuasaan yang tiada batasnya. Kepada-Nya kiranya diserahkan apa yang ada pada diri kita, kepunyaan-Nyalah apa yang kita miliki, dan apa yang kita miliki hanya sekedar titipan dan amanat dari-Nya, Allah Swt.
http://www.arrahmah.com
The State of Islamic Media