JAKARTA (Arrahmah.com) – Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) lama Masjid Muhammad Ramadhan (MMR) beraudiensi dengan pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) di kantor MUI J Proklamasi Jakarta Pusat, Senin (9/6/2014) siang.
Delegasi MMR terdiri dari Penasehat ustadz Abu Muhammad Jibriel Abdurrahman, Ketua DKM DR. Muhammad Nanang Prayudyanto, disertai oleh beberapa jajaran DKM Jauhari, Mushoffa, dan Iman. Turut hadir juga Ketua LPW Jabodetabek Majelis Mujahidin, ustadz Abdullah Robbani. Sementara dari pihak MUI Pusat nampak Wakil Sekjen MUI DR. Amirsyah Tambunan didampingi dari komisi fatwa Shalahuddin Al Ayyubi dan wakil sekretaris komisi pendidikan Arif Fachruddin.
Dalam pembuka uraiannya Nanang mengungkapkan secara ringkas kronologi perampasan DKM dan aset MMR oleh Pemkot Bekasi lewat tangan-tangan satpol PP, preman dan ormas FBR. Nanang dalam pemaparannya dihadapan pengurus MUI pusat disertai dengan pemutaran video berdurasi 10 menit yang berisi perjalanan berdirinya MMR, peranannya untuk umat, sukses membangun jamaah, bakti sosial di daerah banjir, aksi menolak gereja liar sampai akhirnya pengambil alihan MMR.
Sementara itu Penasehat MMR ustadz Abu Jibriel mengungkapkan beberapa cacat dalam perampasan DKM dan aset MMR. Yakni pertama, DKM MMR lama tidak pernah diajak musyawarah oleh Pemkot Bekasi, dalam hal ini dirinya dan ustadz Farid Okbah selaku penasehat tidak pernah diminta pendapatnya. Kedua, tidak ada landasan hukum Pemkot Bekasi mengambil alih DKM dan aset MMR.
“Saat pertemuan dengan Wakil walikota Bekasi ditanyakan, apa landasan hukum Pemkot Bekasi mengambil Alih Masjid Muhammad Ramadhan? Pihak Pemkot tidak bisa menjawab,” kata ustdaz Abu Jibriel.
Setelah menyimak pemaparan sekaligus menonton pemutaran video, pihak MUI menanyakan beberapa hal kepada pihak DKM MMR apakah perkara ini sudah dilaporkan kepada MUI Kota Bekasi dan DMI Kota Bekasi? Lantas apa langkah-langkah solusi yang dilakukan?
Pada kesempatan itu juga Amirsyah Tambunan meminta pihak-pihak yang bertikai untuk pertama musyawarah. “Kita percaya dengan jalan musyawarah ini, yakni dengan duduk bersama,” ujarnya. Kedua, memperjelas status hukum dari DKM dan fisik masjid. Ketiga, mensterilkan konflik ini dari pihak-pihak luar yang tidak berkepentingan.
Senada dengan Amirsyah, Arif Fachruddin meminta semua pihak untuk bermusyawarah dan duduk bersama.
“Kami dari MUI mohon dikedepankan ukhuwah, musyawarah, keadilan. DKM lama, DKM baru dan YIA (Yayasan Islam Al Anshor –red) berkumpul dalam satu majelis,” sarannya.
Dia juga meminta video yang diputar dan disaksikan bersama tadi tidak terkspos ke luar menjadi konsumsi publik. Hal ini agar perselisihan umat Islam ini tidak diketahui oleh umat agama lain.
Sebagaimana diketahui pada Ahad, 20 April 2014 terjadi pengambilalihan paksa MMR oleh Pemkot Bekasi. Kabag Kesos Pemkot Bekasi Ahmad Yani mengakui bahwa undangan kepada DKM tidak dikirim.
Dalam Kronologi Masjid Jami Muhammad Ramadhan, dari masa pembangunan sampai dengan masa pengambil alihan paksa oleh pemkot Bekasi – YIA yang dikeluarkan DKM lama disebutkan;
“Sebelum acara dimulai, untuk mengantisipasi benturan, DKM berunding dengan Kabag Kesos dan Kasat Intel bahwa pertemuan hari ini di masjid hanya untuk memberitahukan acara tanpa mengambil keputusan untuk mencegah benturan, selanjutnya DKM akan memberikan presentasi ke Walikota/ Wakil baru diambil keputusan. Asda 2 mengatakan bahwa telah dilakukan pertemuan 4 kali membahas masalah ini. (DKM sama sekali tidak diajak ikut, karena yayasan yang diikutkan dalam pertemuan dan yayasan tidak pernah memberitahukan pertemuan tersebut kepada DKM). Ternyata Camat Bekasi Selatan sudah menyiapkan surat-surat termasuk Surat Pengambilalihan dan Kepengurusan baru yang nantinya disahkan oleh Walikota. Ditandatangani pengambilalihan tanpa menyertakan peran DKM. Aset DKM diambil dan kepengurusan dibubarkan serta diganti dengan DKM baru! Terakhir diumumkan bahwa seluruh kegiatan atau kajian yang diselenggarakan di Masjid Muhammad Ramadhan harus seijin Ketua DKM baru dan camat Bekasi Selatan. Ironis.” (azm/arrahmah.com)