JAKARTA (Arrahmah.com) – Sampai hari ini masih ada ribuan etnis Rohingya yang diusir dari Myanmar dan memasuki wilayah Malaysia dan Indonesia. Seolah peristiwa ini lolos dari pantauan aktifis HAM dan perdamaian yang ada di Myanmar. Hal ini disesalkan oleh Zainudin Paru, aktifis HAM dari PAHAM Indonesia.
“Disana kan ada Aung San Suu Kyi, aktifis demokrasi dan HAM. Seharusnya dia tidak mendiamkan persoalan ini. Apalagi sudah mendapatkan nobel perdamaian,” ujar Dewan Pembina PAHAM Indonesia ini.
Menurut dia, sebagai penerima Nobel Perdamaian, Suu Kyi memiliki kewajiban moral untuk mengupayakan perdamaian.
“Sebagai penerima nobel perdamaian, Suu Kyi memiliki kewajiban untuk melakukan intervensi kemanusian dan penyelesaian konflik secara benar. Apalagi krisis kemanusiaan itu ada didepan matanya, ada diwilayah kekuasaanya,” ungkapnya.
Lebih lanjut menurut Zainuddin, sebenarnya Aung San Suu Kyi memiliki modal politik dan sosial yang cukup untuk membahas persoalan etnis Rohingya.
“Suu kyi merupakan salah seorang anggota parlemen, dan pemimpin oposisi. Itu adalah modal yang cukup untuk mengimplementasikan visi politik rekonsiliasi nasionalnya, termasuk mengatasi persoalan Rohingya.” terang pengacara sekaligus aktifis kemanusiaan ini.
Tidak adanya upaya dari Aung S Aung San Suu Kyian Suu Kyi untuk menyuarakan hak dari etnis rohingya membuat publik akan mempertanyakan kredibilitasnya sebagai penerima nobel perdamaian.
“Bila Suu Kyi hanya terdiam atas penindasan terhadap etnis Rohingya, maka sejatinya dia tak pantas mendapatkan nobel perdamaian tersebut. Apalagi persoalan Rohingya ada didepan matanya dan dalam wilayah kekuasaannya. Karenanya, sudah selayaknya bobel itu dicabut, karena penerimanya tak memiliki visi perdamaian dan kemanusiaan,” tukas Zainuddin. (azmuttaqin/*/arrahmah.com)