(Arrahmah.com) – Andai hidup kita bisa diputar ulang ke belakang, dan menembus ruang waktu yang lampau, kita akan dapati begitu mencoloknya perbedaan dunia Islam dan dunia Barat. Terlebih jika mesin waktu itu kita hentikan di abad ke-10 Masehi. Kita akan terkesima dengan kesempurnaan peradaban Islam yang mewarnai dunia. Dan kita pun akan tercengang menatap peradaban Barat yang tertinggal jauh di belakang.
Dalam buku “Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia” karya Dr. Raghib as-Sirjani, dituliskan dalam pengantarnya bahwa Inggris Anglo-Saxon pada abad ke-7 M hingga ke-10 M merupakan negeri tandus, terisolir, kumuh dan liar. Rumah-rumah yang dibangun hanya berupa tumpukan batu-batu kasar yang diperkuat dengan tanah halus. Bahkan berpintu sempit dan tak berjendela.
Cara hidupnya juga masih tak teratur. Mereka biasanya punya satu ruangan besar dalam rumahnya tempat berkumpul bagi seluruh keluarga, pelayan dan kerabat lainnya. Jika malam menjelang, mereka akan tidur beralaskan tanah di rumah itu atau di bangku-bangku panjang yang kadang tersedia. Seluruh anggota keluarga, laki-laki dan perempuan, anak-anak maupun orang dewasa, tidur dan makan di satu ruangan yang sama. Senjata senantiasa ada di samping kepala saat mereka tidur, karena pencurian sering terjadi.
Bahkan digambarkan bahwa Barat belum mengenal kebersihan. Sampah dan kotoran hewan menumpuk di sekitar rumahnya. Hingga menerbitkan bau busuk yang menyengat. Terkadang, hewan-hewan peliharaannya pun dimasukkan ke dalam rumah, berkumpul bersama seluruh anggota keluarganya.
Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan negara Islam. Saat Islam melingkupi banyak negeri di benua Asia, Eropa dan juga Afrika, peradabannya telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Kota-kota tertata dengan apik. Rumah-rumah dengan kondisi yang bersih dan nyaman. Kesehatan masyarakatnya pun terjamin. Bahkan menjadi pusat ilmu bagi seluruh dunia.
Kita bisa tengok kota-kota seperti Cordoba, Granada dan Sevilla yang terdapat di Eropa saat Islam menaunginya. Di malam hari, Cordoba terlihat terang bercahaya karena lampu-lampu yang terpasang di sepanjang jalannya. Lorong-lorong jalan dihiasi batu ubin. Taman-taman indah dan kebun-kebun yang rindang bertebaran di seluruh kota.
Begitupun Granada, satu kota di Spanyol, yang terkenal dengan istana al-Hamra. Satu bangunan indah yang merupakan kompleks istana sekaligus benteng yang megah dari kekhalifahan Bani Ummayyah. Dibangun di atas sebuah bukit menghadap kota Granada. Di sekeliling bukit tersebut terdapat hamparan ladang pertanian yang sangat luas. Hingga sekarang sisa-sisa kemegahan istana ini menjadi perhatian para wisatawan manca negara yang berkunjung ke sana.
Sevilla lain lagi. Kota yang juga di Spanyol ini pernah menjadi pusat produksi minyak zaitun. Ada sekitar 100.000 tempat pemerahan minyak zaitun di sini. Hampir seluruh sudut kota ditumbuhi pohon zaitun. Selain itu, kota ini terkenal dengan tenun sutranya. Terdapat 6000 alat tenun yang dimiliki.
Kota-kota ini telah mengalami kemajuan pesat dibandingkan Inggris, padahal semuanya berada di benua Eropa. Sungguh, Eropa menjadi bercahaya karena peradaban Islam mewarnainya. Bukan dari peradaban Barat yang masih tenggelam.
Sementara Baghdad, kota di Jazirah Arab yang juga sangat terkenal karena keindahan arsitekturnya. Di masa Khalifah al-Mansur, kota Baghdad yang kecil dan sempit disulap menjadi daerah yang megah. Khalifah mengerahkan para insinyur teknik, arsitek, dan ahli ilmu ukur untuk membangunnya. Perlu biaya 4.800.000 dirham yang dikeluarkan negara untuk pembangunan ini.
Sungai Efrat dan Tigris memiliki 11 cabang yang airnya mengalir ke seluruh rumah dan istana Baghdad. Di sungai Tigris terdapat 30.000 jembatan dan 60.000 tempat pemandian. Masjid-masjid pun berdiri megah di seluruh kota. Ada 300.000 buah masjid yang dibangun dengan arsitektur indah bercorak budaya Islam.
Sementara penduduknya kebanyakan tercetak menjadi ulama, sastrawan dan juga filsuf. Dan sentuhan arsitektur Islam di negeri-negeri tersebut masih bisa dirasakan hingga saat ini. Meski sudah tak seutuh di masa kejayaannya.
Ini hanyalah sebagian kecil bukti bahwa peradaban Islam pernah berdiri kokoh di bumi ini. Bahkan menjadi mercusuar dunia. Peradaban Islam yang mengajarkan tentang thaharah(bersuci) telah menjadikan kehidupan masyarakat bersih dan sehat.
Peradaban Islam yang mengajarkan tentang kewajiban menuntut ilmu telah melahirkan insan-insan yang cerdas. Mereka abadikan dalam ribuan buku-buku yang bermanfaat. Hingga hasil karya para ulama yang sekaligus ilmuwan ini mampu mencetuskan inovasi dalam kehidupan umat manusia sampai sekarang.
Peradaban Islam juga yang mengajarkan tentang aturan hidup dalam bidang sosial, ekonomi, politik dan bidang-bidang lainnya. Sehingga mampu mengubah kondisi kehidupan masyarakatnya menjadi tentram dan sejahtera.
Betapa peradaban Islam telah mampu mengubah wajah dunia. Yang dulunya kelam, gelap, suram dan tidak teratur telah berubah menjadi indah, damai, sejahtera dan bercahaya. Bahkan seluruh mata dunia tertuju pada Khilafah Islamiyah yang menjadi “role of model” negeri-negeri kafir saat itu. Sekaligus sebagai pusat ilmu pengetahuan dunia dan rujukan atas semua persoalan manusia.
Tidakkah kondisi ini membuat kita rindu untuk kembali dalam pengaturan Islam? Dimana peradaban Islam memuliakan seluruh manusia. Memperhatikan kebutuhannya. Melayani dengan sepenuh cinta. Tak ada yang ingin diraih oleh para penguasa negara Islam kecuali ridha Allah semata, dan berharap surgaNya.
Dan inilah yang saat ini sangat dibutuhkan dunia. Peradaban Islam yang berpijak pada Alquran dan Sunnah Rasul-Nya. Yang akan menghantarkan setiap insan menuju Jannah-Nya. Peradaban Islam memang layak menjadi peradaban dunia. []
Laila Thamrin
(ameera/arrahmah.com)