(Arrahmah.com) – Bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia yang memiliki banyak keutamaan. Pada bulan ini umat Islam diwajibkan berpuasa, menahan diri dari hal-hal yang semulanya boleh untuk tidak dilakukan demi menaati Rabb semesta alam. Selain dikenal dengan bulan ibadah, bulan ini juga merupakan bulan bersejarah bagi umat Islam. Banyak persitiwa-peristiwa besar dalam sejarah Islam terjadi pada bulan ini. Berikut ini beberapa peristiwa besar dalam sejarah Islam yang terjadi pada bulan Ramadhan.
Perang Badar
Kalau kita kumpulkan semua peristiwa-peristiwa sejarah Islam yang terjadi di bulan Ramadhan, tentu saja kisah Perang Badar adalah peritiwa yang paling terkenal dan sangat banyak terdapat hikmah dan pelajaran.
Perang ini adalah perang besar pertama yang terjadi antara orang-orang yang beriman dengan orang-orang kafir, yang ingkar kepada Allah. Tidak ada satu pun orang munafik yang turut serta dalam perang ini, sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjamin setiap sahabat yang wafat di Perang Badar adalah syuhada dan dijamin surga.
Awalnya Rasulullah dan para sahabatnya tidak mengira akan terjadi peperangan, beliau beserta para sahabat hanya ingin mencegat kafilah dagang Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan dengan harta 1000 ekor onta yang disesaki harta senilai 50.000 dinar emas. Alasan pencegatan ini adalah orang-orang Quraisy adalah orang kafir yang mengumandangkan peperangan terhadap umat Islam (kafir harbi), merampas harta mereka ketika di Mekkah, dan mengusir mereka dari wilayah tersebut. Tidak disangka ternyata berita pencegatan ini sampai ke telinga pembesar-pembesar Quraisy di Mekkah. Mereka pun keluar dengan kekuatan besar menghadapi pasukan muslim.
Bertemulah dua pasukannya yang tidak imbang jumlahnya; pasukan Islam 314 orang dan pasukan Mekkah berjumlah 1300 orang. Rasulullah sempat merasa khawatir akan hal ini, beliau juga belum menyaksikan loyalitas penduduk (pasukan) Madinah di tengah masa-masa sulit. Adapun pasukan Mekkah beliau tahu karena telah bersama-sama mengalami masa-masa sulit, sehingga ketika Abu Bakar dan Umar yang meyakinkan Rasulullah, Rasulullah belum merasa puas, Rasulullah menunggu reaksi pasukan Madinah. Akhirnya berbicaralah salah seorang Anshar, al-Miqdad bin ‘Amr seraya berkata, “Wahai Rasulullah, majulah terus sesuai apa yang diperintahkan Allah kepada anda. Kami akan bersama Anda. Demi Allah, kami tidak akan mengatakan sebagaimana perkataan Bani Israil kepada Musa: ‘Pergi saja kamu, wahai Musa bersama Rab-mu (Allah) berperanglah kalian berdua, biar kami duduk menanti di sini saja.” Kemudian al-Miqdad melanjutkan: “Tetapi pegilah Anda bersama Rabb Anda (Allah), lalu berperanglah kalian berdua, dan kami akan ikut berperang bersama kalian berdua. Demi Dzat Yang mengutusmu dengan kebenaran, andai Anda pergi membawa kami ke dasar sumur yang gelap, kami pun siap bertempur bersama Anda hingga Anda bisa mencapai tempat itu.”
Pada malam 17 Ramadhan 2H, Rasulullah menyibukkan diri dengan doa untuk pertempuran esok hari. Beliau mendoakan dan menyebutkan satu per satu nama-nama tokoh Quraisy, Abu Jahl dll agar dibinaskan di pertempuran esok hari. Benar saja, tidak satu pun nama yang beliau sebutkan melainkan tewas di Badr.
Keesokan harinya berkecamuklah peperangan, lemparan tombak dan gemertak pedang yang beradu memenuhi medan Badar. Dengan jumlah yang sangat minim, pasukan Islam sempat terdesak dan berpotensi mengalami kekalahan. Akhirnya, Allah turunkan bala bantuan dengan diturunkannya pasukan langit yaitu para malaikat. Tidak tanggung-tanggung, pemimpinnya para malaikat pun, Malaikat Jibril, turun dari langit dan ikut serta dalam peperangan. Rasulullah bersabda, “Bergembiralah wahai Abu Bakar, pertolongan Allah sudah dating. Ini Jibril sedang memegang tengkuk kuda guna memacunya, yang pada gigi serinya terdapat debu.”
Allah pun memenangkan pembela-pembela agamanya dan menghinakan pasukan iblis. Tewaslah semua pembesar-pembesar Quraisy yang turut serta dalam peperangan sehingga meninggalkan duka yang mndalam dan mental yang jatuh di kalangan orang-orang Mekkah.
Penaklukkan Kota Mekkah
Peristiwa lain di bulan Ramadhan yang menorehkan sejarah besar dalam perjalanan umat Islam adalah peristiwa penaklukkan kota Mekkah. Peristiwa besar ini terjadi karena penghianatan yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy dalam perjanjian Hudaibiyah. Salah satu poin perjanjian adalah “Barangsiapa yang ingin masuk ke kelompok Rasulullah, maka dipersilahkan bergabung dan yang ingin bergabung dengan orang-orang Mekkah juga dipersilahkan bergabung. Kabilah manapun yang bergabung dengan salah satu kelompok ini, maka ia adalah sekutu dari kelompok tersebut. Dan permusuhan yang ditujukan kepada kabilah-kabilah tersebut, dianggap permusuhan terhadap kelompok tersebut.” Sesuai dengan perjanjian, Bani Khuza’ah masuk ke kelompok Rasulullah dan Bani Bakr bergabung dengan orang-orang Quraisy lainnya.
Ternyata Bani Bakr memanfaatkan kondsi damai ini untuk melancarkan serangan kepada Bani Khuza’ah, agar mereka bisa membunuh orang-orang Khuza’ah tanpa mereka bersiap mengadakan perlawanan. Di suatu malam Bani Bakr mulai keluar dan menuju tempat Bani Khuza’ah. Mereka memburu Bani Khuza’ah sampai orang-orang Khuza’ah berlari ke tanah haram agar aman dari pembunuhan. Salah seorang dari Bani Bakr menyeru pemimpinnya yang bernama Naufal, “Wahai Naufal, sesungguhnya kita memasuki tanah haram. Ingatlah Tuhanmu, Tuhanmu.” Naufal malah menjawab, “Wahai Bani Bakr, tidak ada Tuhan pada hari ini!! Balaskan dendam kalian!! Aku bersumpah, kalau perlu kalian boleh mencuri di tanah haram. Tunggu apa lagi, balaskan dendam kalian di dalam tanah haram!!” Dan terjadilah pembantaian di tanah haram. Peristiwa ini merupakan pelanggaran terhadap perjanjian damai yang telah disepakati, perjanjian damai Hudaibiyah telah dirobek-robek oleh orang-orang Quraisy karena membiarkan sekutu mereka membantai sekutu Nabi Muhammad.
Sampailah kabar tersebut ke telinga Rasulullah, beliau pun memenuhi janjinya terhadap sekutunya, Bani Khuza’ah. Abu Sufyan (yang saat itu masih kafir) datang langsung menemui Rasulullah di Madinah, melobi beliau agar mau memaafkan penghianatan tersebut. Setelah ditolak mentah-mentah oleh Rasulullah, Abu Sufyan datang menemui istri Rasulullah yang merupakan anak kandungnya, Ummu Habibah binti Abu Sufyan, agar anaknya mau melobi Rasulullah. Ternyata Ummu Habibah pun tegas menolak keinginan sang ayah, bahkan ia tidak sudi tikar yang biasa dipakai Rasulullah duduk di rumahnya diduduki sang ayah yang kala itu adalah musuh Allah dan Rasul-Nya.
Abu Sufyan terus melobi orang-orang dekat Rasulullah sampai Abu Bakar, Umar, dan Ali bin Abi Thalib, agar melobi Rasulullah untuk mengurungkan niat menyerang Mekah. Mereka semua tidak bisa memberikan solusi bagi Abu Sufyan. Ia pun pulang ke Mekkah dan membawa kabar genting bahwa Muhammad akan menyerang Mekkah.
Setelah sepuluh hari lebih bulan Ramadhan tahun 8 H, Rasulullah berangkat ke Mekkah bersama 10.000 orang sahabat. Tidak ada satu pun orang Quraisy yang mengetahui keberangkatan beliau dan pasukannya menuju Mekkah. Seluruh pasukan Islam memasuki Mekkah melalui jalur-jalur yang telah direncanakan sebelumnya, penduduk Mekkah pun sangat terkejut dengan kedatangan kaum muslimin. Mereka yang sudah takut sebelumnya, semakin Allah tambahkan rasa takut di dalam hati mereka. Akhirnya Mekah pun ditaklukkan, Rasulullah dan para sahabat Muhajirin memasuki kampung halaman mereka yang telah lama mereka tinggalkan.
Inilah langkah besar pasukan Islam untuk menyerukan Islam di wilayah-wilayah Arab lainnya, karena Mekah menjadi panutan bagi bangsa-bangsa Arab sekitarnya.
Perang Ain Jalut
Tentu saja Perang Ain Jalut ini tidak sepopuler dua peristiwa besar di atas. Mungkin seseorang apabila ditanyakan “Pihak mana yang berperang dalam Perang Ain Jalut?” “Perang Ain Jalut? Saya baru pertama ini mendengarnya.” Kira-kira begitu, walaupun tidak semua.
Perang Ain Jalut adalah perang besar yang terjadi pada 3 September 1260 antara orang-orang muslim Mamluk (Turki) dengan bangsa Shamanis Mongol. Perang ini sekaligus menjadi kekalahan pertama pasukan Mongol setelah sebelumnya mereka menaklukkan negeri-negeri besar seperti Cina dan Abbasiyah dan kerajaan-kerajaan kecil yang tidak terhitung jumlahnya.
Ketika Mongke Khan, cucu dari Jenghis Khan, menjadi raja agung Mongol, ia bercita-cita melanjutkan ambisi kakeknya untuk menaklukkan negeri-negeri dunia. Setelah sepupunya Hulagu Khan menguasai sebagian besar wilayah Asia Barat dengan menaklukkan Abbasiyah, Mongke memintanya untuk terus memperluas wilayah kekuasaan. Target berikutnya adalah Kesultanan Mamluk.
Mongke mengirim surat kepada Sultan Mamluk, Sultan Qutuz, untuk tunduk dan patuh di bawah kekuasaannya. Ia menakut-nakuti Sultan Qutuz bahwa mereka akan menjadikan kesultanan Mamluk seperti wilayah-wilayah lainnya yang telah mereka kalahkan apabila tidak mau menyerah.
Di saat tekanan dari Mongol kian menakutkan, Allah pun menakdirkan sebuah peluang yang bisa menjadi celah bagi bangsa Mongol untuk bisa dikalahkan. Khan Agung, Mongke Khan wafat di tengah ambisinya menaklukkan Mamluk. Para pemimpin senior Mongol pun kembali ke ibu kota Korakorum untuk menghadiri upacara pemakamannya, tidak terkecuali Hulagu Khan. Jumlah pasukan Hulagu pun berkurang, ia hanya meninggalkan 10.000 sampai 20.000 pasukan di wilayahnya dengna dipimpin oleh Panglima Benteke.
Pada tanggal 3 September 1260, dua pasukan besar Islam dan Mongol pun bertemu. Jumlah pasukan kedua kelompok berimbang yakni masing-masing membawa 20.000 pasukan. Pertempuran berjalan sengit, pasukan Qutuz sempat terdesak dengan tekanan yang dilakukan pasukan Mongol yang memang dikenal tangguh dan ahli dalam peperangan. Sayap kiri pasukan Qutuz hamper saja terkalahkan dan dipukul mundur, namun Qutuz membuka pelindung kepalanya lalu menghampiri pasukan tersebut agar mereka tetap semangat dan sultan pun masih setia di medan laga. Akhirnya pasukan Mongol yang dipimpin oleh Kitbuga ini pun berhasil dikalahkan. Inilah kekalahan pertama pasukan Mongol dalam penaklukkan-penaklukkan mereka.
Sumber: Kisah Muslim
(*/Arrahmah.com)