Buat Lakhdar Boumediene, Presiden Barack Obama tidak ada bedanya dengan Presiden George W. Bush yang telah membuatnya mendekam di kamp penjara Guantanamo selama hampir 8 tahun atas nama “perang melawan teror.” Sama seperti kebanyak tahanan lainnya, Boumediene ditangkap dan dipenjarakan bertahun-tahun tanpa tuduhan yang jelas, tanpa proses pengadilan dan tentu saja ia juga mengalami penyiksaan yang menyakitkan lahir dan bathin selama berada di kamp Guantanamo.
Lelaki asal Al-Jazair yang kini berusia 43 tahun itu, sebenarnya sudah melihat titik terang bahwa ia akan menghirup udara bebas. Pada bulan Juni 2008, Pengadilan Tinggi AS memenangkan gugatannya atas Presiden Bush yang telah menangkap dan menahannya tak berapa setelah peristiwa 11 September 2001 terjadi AS. Bulan November, ketika Obama terpilih sebagai presiden baru AS, pengadilan federal AS membebaskan Boumediene. Tapi penderitaannya ternyata belum berakhir.
Lima bulan sudah pemerintahan Obama berjalan, Presiden AS itu sudah memerintahkan penutupan kamp Guantanamo dan memerintahkan agar kasus-kasus setiap tahanan ditinjau ulang, tapi Boumediene masih harus memperjuangkan kebebasannya dan penyiksaan-penyiksaan di kamp jahanam itu masih harus ia rasakan.
Berbagai cara telah dilakukan Boumediene untuk menghirup udara bebas, termasuk melakukan aksi mogok makan. Tapi apa akibatnya, sipir-sipir penjara memaksukan selang-selang sebesar pensil secara paksa ke bagian hidung dan perutnya untuk asupan makanan.
“Boumediene dipaksa makan dengan metode kekerasan yang bertujuan dan membuatnya mengalami luka-luka dan Boumediene sama sekali tidak mendapatkan akses perawatan medis,” kata Robert Kirsch, kuasa hukum Boumediene
Pertama kali Kirsch bertemua kliennya itu, Boumediene menunjukkan lebam-lebam di tubuhnya akibat cara kekerasan yang dilakukan sipir penjara dan tim kesehatan penjara yang memaksakan asupan makanan pada Boumediene. Apa yang diungkapkan Boumediene tentang perlakuan sipir penjara terhadap tahanan yang mogok makan, pernah diakui oleh dokter kepala di kamp Guantanamo pada tahun 2006.
Dalam testimoninya, dokter itu mengatakan bahwa tahanan yang mogok makan diikat dan dipaksa makan lewat selang. Padahal, para dokter di AS secara legal terikat dengan aturan World Medical Association Tokyo Declaration tahun 1975, pasal 5 yang melarang dokter-dokter melakukan asupan makanan secara paksa.
Beberapa bulan setelah Boumediene melakukan aksi mogok makan, delegasi Pentagon melakukan inspeksi ke kamp Guantanamo dan oleh sipir penjara Boumediene diisolasi di sebuah tempat yang disebut “Blok Oscar.”
“Mereka menempatkan Boumediene di sebuah sel yang sangat dingin dengan temperatur 50 derajat Fahrenheit. Hari-hari pertama Boumediene tidak diberi persediaan air dan ia harus tidur di sebuah alas yang tebalnya kuran dari satu sentimeter dan bau. Di alas itu terlihat noda bekas makanan, bekas muntah dan kotoran manusia,” ungkap Kirsch.
Boumediene disekap di sel isolasi selama 10 hari, tidak boleh mandi, tidak boleh salat dan tidak boleh berganti pakaian. Derita fisik dan batin Boumediene tidak hanya sampai disitu. Kontak dengan keluarganya juga terputus karena militer AS selama bertahun-tahun tidak menyampaikan surat-surat yang ditulis dan dikirim isteri, anak-anak dan anggota keluarganya
Boumediene baru menerima surat-surat dari keluarganya pada tanggal 15 Mei kemarin, saat ia benar-benar dibebaskan dari kamp Guantanamo.
Kirsch menilai apa yang dialami kliennya adalah bentuk pelanggaran atas Konvensi Jenewa yang mengatur perlakukan terhadap para tawanan. Untuk itu ia mengajukan gugatan hukum terhadap Pentagon yang masih memberlakukan metode kekerasan di kamp Guantanamo, meski Obama telah memerintahkan penutupan kamp tersebut dan peninjauan kembali kasus-kasus para tahanan.
Dan ternyata, banyak tahanan Guantanamo yang mengalami penyiksaan serupa menjelang pembebasan mereka. Salah satunya adalah Mohammed Al-Gharani yang dibebaskan dan sudah kembali ke negara asalnya di Chad bulan April kemarin.
Menurut Al-Gharani, dibawah pemerintahan Obama para penjaga penjara Guantanamo masih melakukan penyiksaan, pelecehan secara rutin terhadap para tahanan. Al-Gharani mengaku dipukuli dan disemprot air merica oleh sipir penjara jika menolak keluar dari sel.
Pengakuan para mantan tahanan Guantanamo itu membuat syok Michael Ratner, ketua Center for Constitutional Rights yang mengkordinir gugatan hukum para mantan tahanan Guantanamo. “Kami tidak pernah membayangkan bahwa penyiksaan terhadap para tahanan masih berlanjut setelah tanggal 20 Januari,” kata Ratner menyebut tanggal pelantikan Obama sebagai presiden AS. (ln/iol/eramuslim)