(Arrahmah.com) – Sang khalifah, Abu Bakar radhiallahu ‘anhu pernah berkata:
كُلُّ امْرِئٍ مُصَبَّحٌ فِي أَهْلِهِ … وَالْمَوْتُ أَدْنَى مِنْ شِرَاكِ نَعْلِهِ
“Dan setiap masing-masing kita berkumpul di tengah keluarganya… padahal kematian lebih dekat kepadanya daripada tali sandalnya.” (Musnad Al Imam Ahmad, juz 40, hal 419)
Beginilah sahabat nabi yang mulia ini menggambarkan kematian,bahwa ia adalah perkara yang sangat dekat dengan kita. Perkara yang tak seorangpun dari kita mampu lari dan menghindar darinya. Allah subhanahu wata’ala berfirman,:
أَيۡنَمَا تَكُونُواْ يُدۡرِككُّمُ ٱلۡمَوۡتُ وَلَوۡ كُنتُمۡ فِي بُرُوجٖ مُّشَيَّدَةٖۗ
Artinya:
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh…(Q.S An-nisa: 78)
Inilah kematian, di mana tak ada seorangpun dari manusia yang mampu lari darinya, bahkan jika ia berusaha membangun benteng yang sangat kokoh. Lalu yang menjadi pertanyaan bagi kita yang masih hidup, pelajaran seperti apakah yang mampu kita ambil dari sebaik-baik nasihat ini (kematian)?
Sahabatku, sesungguhnya mereka yang telah meninggal memilki harapan yang sangat besar, baik yang menghabiskan kehidupan dunianya dalam ketaatan kepada Allah, atau yang menghabiskannya di atas jalan kekufuran atau kemaksiatan. Disebutkan dalam sebuah riwayat, dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,:
مَا مِنْ أَحَدٍ يَمُوتُ إِلَّا نَدِمَ»، قَالُوا: وَمَا نَدَامَتُهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «إِنْ كَانَ مُحْسِنًا نَدِمَ أَنْ لَا يَكُونَ ازْدَادَ، وَإِنْ كَانَ مُسِيئًا نَدِمَ أَنْ لَا يَكُونَ نَزَعَ
“Tiada seorangpun yang meninggal kecuali ia pasti menyesal. Para sahabat bertanya, apa penyesalannya wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Jika ia adalah hamba yang gemar berbuat baik maka ia menyesal kenapa ia tidak menambah (kebaikannya), dan jika ia hamba yang gemar berbuat keburukan, maka ia menyesal kenapa tidak mencabut (berhenti dari keburukannya).”(HR.Tirmidzi, No. 2403)
Sahabatku, hamba shalih yang senantiasa menjaga ibadah wajibnya, menambah dengan ibadah sunnah, dan menghindari maksiat ternyata setelah ia meninggal dunia ia juga menyesal. Menyesal atas apa? Atas amalan-amalan shalih yang sudah tak mampu lagi ia tambah. Hamba shalih yang setiap bulannya mengkhatamkan al qur’an menyesal, kenapa tidak ia khatamkan tiga kali dalam sebulan, yang rajin puasa senin-kamis, kenapa tidak ia tambah dengan puasa ayyam al bidh dan puasa-puasa sunnah lainnya. Jika yang shalih saja menyesal, lalu bagaimana keadaan mereka yang ketika hidup menghabiskan waktu-waktunya di atas kemaksiatan, tentu penyesalan mereka jauh lebih besar, karena mereka begitu khawatir akan tempat yang akan menjadi rumah kekal mereka.
Sahabatku, jangan membiarkan angan yang panjang membuat kita lalai akan kematian yang pasti mendatangi kita, yang datang tanpa harus menunggu izin dari kita, entah dalam keadaan terjaga, tidur, sibuk dengan urusan dunia, bahkan yang kita sangat khawatirkan jika ia datang saat kita tengah mengerjakan maksiat, wal iyadzubillah.
Ali radhiallahu ‘anhu dalam sebuah khutbahnya berkata,:
أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ طُولُ الْأَمَلِ وَاتِّبَاعُ الْهَوَى، فَأَمَّا طُولُ الْأَمَلِ يُنْسِي الْآخِرَةَ، وَأَمَّا اتِّبَاعُ الْهَوَى فَيَصُدُّ عَنِ الْحَقِّ، أَلَا إِنَّ الدُّنْيَا قَدْ وَلَّتْ مُدْبِرَةً وَالْآخِرَةُ مُقْبِلَةٌ وَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بَنُونَ، فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الْآخِرَةِ وَلَا تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلَا حِسَابَ وَغَدًا حِسَابٌ وَلَا عَمَلَ.
“Wahai manusia! Sesungguhnya hal yang sangat aku khawatirkan terhadap kalian adalah memilki sifat berangan panjang serta mengikuti hawa nafsu. Adapun sifat panjang-angan membuat lupa akan akhirat, sedangkan mengikuti hawa nafsu menghalangi dari kebenaran, dunia berjalan meninggalkan kita, sedangkan akhirat berjalan menghampiri kita. Dan setiap dari keduanya (dunia dan akhirat) memilki anak-anak (pengikut). Maka jadilah kalian anak-anak akhirat, dan janganlah menjadi anak-anak dunia. Karena sesungguhnya hari ini adalah hari untuk beramal tanpa hisab pembalasan, sedangkan besok adalah hari pembalasan dan tiada kesempatan untuk beramal.”(Al Zuhd al kabir, karya Imam al Baihaqi, juz 1, hal 192)
Sahabatku, sesungguhnya mengingat kematian akan memutuskan angan panjang dari seorang hamba, membuatnya tersadar dari kelalaiannya, membuatnya terbangun dari kesibukan dunianya yang membuatnya lupa akan akhiratnya, dan mengetehui kabar penyesalan hamba shalih dan ahli maksiat setelah datang kematian akan memotivasi kita untuk memperbanyak amalan shalih, menambahnya dan senantiasa berusaha menjauhkan diri dari perkara-perkara yang Allah haramkan bagi kita. Wallahu waliyyutaufiq was sadad. Wallahu ta’ala a’lam.
Ditulis oleh: Rusdy Qasim (Mahasiswa Universitas Islam Madinah)/Wahdah
(*/Arrahmah.com)