DHAKA (Arrahmah.com) – Pengungsi Muslim Rohingya yang mencapai Bangladesh mengatakan kekerasan, termasuk penyiksaan, berlanjut terhadap mereka di Myanmar dan lingkungan secara keseluruhan tetap “mengancam” bagi etnis dan agama minoritas, para penyelidik hak asasi manusia PBB mengatakan pada Kamis (19/7/2018).
Anggota Misi Pencari Fakta Independen Internasional di Myanmar mengakhiri kunjungan lima hari ke kamp pengungsi Kutupalong di Cox’s Bazar di mana mereka mewawancarai pendatang baru di antara lebih dari 700.000 warga Rohingya yang telah melarikan diri dari negara bagian Rakhine sejak penumpasan tentara Agustus lalu.
“Mereka mengacu pada ancaman terang-terangan yang mereka hadapi tentang kekerasan dan penganiayaan, terputus dari sumber mata pencaharian mereka, dan lingkungan keseluruhan yang mengancam yang akhirnya memaksa mereka untuk pergi ke Bangladesh,” kata para peneliti dalam sebuah pernyataan.
Kedatangan pengungsi baru mencerminkan “terus berlanjutnya pelanggaran hak asasi manusia di Myanmar”, tambahnya.
Tidak ada reaksi langsung dari pihak berwenang di Myanmar.
Sebelumnya, mereka telah menyangkal pelanggaran tersebut.
PBB mencapai kesepakatan garis besar dengan Myanmar pada bulan Mei yang bertujuan untuk memungkinkan ratusan ribu Rohingya di Bangladesh untuk kembali dengan selamat dan dengan pilihan mereka sendiri.
Tetapi perjanjian rahasia tersebut tidak menawarkan jaminan kewarganegaraan atau kebebasan bergerak secara eksplisit di seluruh negeri.
“Para pria muda yang saya ajak bicara itu sangat cemas, menunjukkan tanda-tanda trauma yang mendalam. Tanpa pendidikan dan kehidupan yang layak, saya takut akan masa depan mereka,” kata penyelidik Radhika Coomaraswamy.
Para penyelidik akan melaporkan temuan mereka pada 18 September kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB, sebuah forum yang beranggotakan 47 negara anggota di Jenewa yang melancarkan penyelidikan. (Althaf/arrahmah.com)