JAKARTA (Arrahmah.com) – Aktivis 98 Lutfi Nasution menilai penyebutan nama Amien Rais olek Jaksa KPK dalam kasus korupsi pengadaan alat kesehatan sangat kental dengan aroma politisnya. Pasalnya, Amien Rais tidak menerima langsung dana tersebut dari Fadilah Supari.
“Penyebutan Amien Rais oleh Jaksa KPK kental dengan aroma politik, pasalnya beliau tidak menerima duit langsung dari Fadilah Supari, berbeda dengan Cici Tegal yang menerima langsung uang sebesar Rp 500 juta,” ungkap Lutfi di Jakarta, Selasa (6/6).
Nasution menilai, kasus yang saat ini tengah ditangani KPK itu merupakan sebuah penyalahgunaan hukum untuk kepentingan politik.
Nama Amien Rais disebut telah menerima aliran dana dari dugaan kasus pengadaan alat kesehatan yang melibatkan mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari. Selain Amien Rais, tokoh PAN lainnya yang juga disebut dalam kasus ini adalah Soetrisno Bachir.
Soetrisno Bachir disebut menerima menerima Rp 250 juta pada 2006. Sementara uang mengalir ke rekening Amien Rais Rp 600 juta yang ditransfer sebanyak enam kali selama tahun 2007.
“Amien Rais kan menerima bantuan dari kocek pribadi yang diakui oleh Soetrisno Bachir, bukan dari Fadilah Supari. Sedangkan Fadilah Supari juga sudah membantah memberikan uang ke Amien Rais,” ungkap Lutfi.
“KPK juga jangan terkesan ada intervensi dan memaksakan tuduhan kepada siapapun yang belum tentu kebenarannya. Ingat, hukum kita menganut asas praduga tidak bersalah. Ini kan nampak dengan kasat mata ada upaya pembunuhan karakter Amien Rais yang akhir-akhir ini sangat kritis dalam menyikapi pemerintahan Jokowi,” lanjutnya.
Menurut Lutfi, sangat tidak bijak jika KPK justru mengusut kasus ini ditengah banyaknya kasus besar yang hingga kini masih jalan di tempat. Hal ini justru semakin menguatkan dugaan bahwa KPK bukan lagi sebagai lembaga hukum yang independen, melainkan sudah menjadi alat penguasa.
“Mestinya KPK juga fokus urus kasus-kasus skandal mega korupsi seperti e-KTP, BLBI, Reklamasi, Century, juga skandal korupsi RS Sumber Waras dan Pengalihan lahan Cengkareng. Sehingga KPK tidak terkesan bekerja untuk kepentingan pengusa, tapi KPK bekerja untuk kepentingan bangsa dan negara demi terwujudnya pemerintahan yang bersih dan kesejahteraan bagi rakyatnya.”
“Korupsi merupakan kejahatan luar biasa, karena korupsi bisa menjadi penghambat pembangunan dan membuat rakyat sengsara. Siapapun pelaku korupsi harus diadili dan menerima ganjarannya,” pungkasnya, sebagaimana dilansir Aktual.com
(ameera/arrahmah.com)