ARAKAN (Arrahmah.com) – Menurut juru bicara pemerintah Myanmar (Burma), sebagaimana dilansir media lokal, mengatakan bahwa bantuan diberikan setara kepada kedua etnis masyarakat korban kekerasan di negara bagian Rakhine (Arakan). Selain itu juga disebutkan bahwa total 945 rumah dan 1413 asrama telah dibangun dan sejauh ini telah dihuni oleh para pengungsi.
Namun, LSM-LSM luar negeri, perwakilan pemerintah asing dan para pejabat di UNHCR yang mengunjungi Arakan telah terkejut dan mengatakan bahwa ceritanya benar-benar beda dari yang juru bicara pemerintah klaim, Myanmar Muslim Info melaporkan.
Media-media asing juga telah melaporkan bahwa Muslim Rohingya mendapatkan bantuan terlalu sedikit dari yang didapatkan oleh warga Buddhis Rakhine, padahal korban utama adalah Muslim.
Dari 945 rumah yang dibangun dengan dana bantuan, semuanya untuk warga Buddhis Rakhine dan bukan untuk para korban Muslim. Faktanya, korban sebenarnya adalah Muslim Rohingya, warga Buddhis yang menyerang dan membakar habis rumah-rumah warga Muslim, membantai mereka, menjarah harta mereka serta menangkapi sebagian di antara mereka.
Banyak orang mempertanyakan dari mana para “pengungsi” Buddhis yang mengklaim rumah mereka hancur. Sebab faktanya, menurut laporan yang dilansir Myanmar Muslim Info, di Sittwe, tidak ada satu pun rumah orang Buddhis atau kuil mereka yang dibakar atau diserang oleh warga Muslim Rohingya. Berdasarkan fakta, mereka adalah orang-orang miskin Buddhis Rakhine dari Sittwe dan sebagian dari Bangladesh yang bermigrasi ke Myanmar belum lama ini. Tetapi mereka tidak dianggap sebagai imigran ilegal oleh otoritas Burma.
Laporan mengatakan bahwa otoritas lokal Rakhine dan pemerintah pusat meminta para warga Buddhis Rakhine dari Bangladesh yang masuk ke Myanmar secara ilegal untuk berpura-pura menjadi korban kerusuhan dan berusaha untuk menipu PBB dan para donatur internasional. Donasi dari badan bantuan internasional digunakan untuk membangun rumah bagi warga ilegal itu. (siraaj/arrahmah.com)