JAKARTA (Arrahmah.com) – Direktur An Nahsr Institute , Munarman SH mengungkapkan 2 hal tentang isu penyadapan Badan Intelijen Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pertama, Dia meminta Indonesia harus mengusir Duta Besar Australia. Kedua, Badan Intelejen Negara memeriksa Densus 88 karena merekalah yang paling bertanggung jawab atas insiden penyadapan ini.
Menurut Munarman, aksi intelijen antar negara termasuk kegiatan penyadapan sudah lazim dilakukan. Namun, apabila kegiatan itu terbongkar, mestinya negara yang disadap harus bersikap tegas.
“Harusnya mengusir Dubes dan memutuskan hubungan diplomatik,” tegas Munarman kepada arrahmah.com di Jakarta, Kamis (21/11/ 2013).
“Sadap menyadap memang biasa, namun bila penyadapan itu terbongkar mestinya yang disadap marah luar biasa” tambahnya.
Munarman juga mendesak agar Badan intelejen Negara mestinya memeriksa Densus 88 yang menjadi ujung tombak alat penyadapan. “Densus 88 bertanggung jawab atas penyadapan ini.”
Dia mengungkapkan alasannya bahwa alat-alat penyadapan itu dibantu oleh pemerintah Amerika dan Australia. Dan mereka bisa menyadap siapa saja bukan hanya para pejabat Indonesia semua warga negara.
“Dibantu oleh Australia dan Amerika alat sadap itu, lewat itulah mereka menyadap pejabat-pejabat itu,” ungkap Munarman.
Munarman dengan tegas menuding Densus 88 sebagai pihak yang paling bertangungjawab atas penyadapan tersebut. “Densus 88 bertanggungjawab atas penyadapan itu karena dia ujung tombak penyadapan itu,” ujar komandan Laskar Pembela Islam ini.
Dia juga menambahkan agar Presiden SBY mewaspadai Densus 88 yang sudah menjadi agen Australia dan Amerika di Indonesia. Kata Munarman “Jika SBY mau marah marahlah dulu pada Densus.”
Akhirnya Munarman menambahkan jangan hanya memutuskan kerjasama militer dengan Australia, namun juga hubungan diplomatik. Dan tidak hanya kepada Australia saja tapi juga Amerika. Densus harus dibubarkan dan alat-alat sadapnya bisa disita. “BIN harus ambil alih itu,” pungkasnya. (azm/arrahmah.com)