Oleh : Abu Fikri (Aktifis gerakan revivalis di Indonesia)
(Arrahmah.com) – Isu penyadapan oleh Australia terhadap Indonesia menjadi perbincangan mengemuka akhir-akhir ini. Dipicu oleh berita yang diungkap harian Inggris The Guardian dan harian Australia The Sydney Morning Herald (18/11). Tidak kurang SBY menyampaikan pidato khusus menyikapi masalah ini. Point-point yang disampaikan SBY antara lain : Pertama, menunggu sikap resmi yang disampaikan oleh Australia melalui PM nya Tony Abbort. Kedua, seluruh agenda kerjasama dengan Australia dikaji ulang atau direview diantaranya pertukaran informasi dan pertukaran intelijen, intelligence exchange dan information sharing dancoordinated military operation. Ketiga, meminta agar ada semacam protokol, code of conduct, dan sekaligusguiding principles menyangkut kerja sama dan kemitraan di bidang intelijen (Diambil dari Transkrip Keterangan Pers Presiden RI, Kantor Presiden, Jakarta 20 Nopember 2013). Sikap resmi Indonesia yang direpresentasi SBY menunjukkan bahwa Indonesia melalui pemerintah sebenarnya sudah melakukan kerjasama yang membuka ruang penyadapan terbuka lebar.
Bahkan Indonesia melalui salah satu organ pemerintahnya dalam hal ini Densus 88 menjadi agen resmi penyadapan oleh Australia. Sebagaimana yang diungkap oleh salah satu pengamat Umar Abduh yang menyampaikan bahwa sejak tujuh tahun lalu, Indonesia ikut menandatangani “Pakta Kesetiaan”, Joint Inter Agency Counter Drug Operation Center (JIACDOC), dengan Amerika Serikat, Kanada, Australia, Selandia Baru dan Jepang. “Bersama AS, Australia, Kanada, Selandia Baru, dan Jepang, Indonesia siap dan rela dimonitor atau disadap melalui program bantuan JIACDOC. Dit IV/Narkoba membentuk JIACDOC, dengan bantuan US–DEA dan NSA dii beberapa kota Indonesia” Rabu (20/11). Secara khusus, kurang lebih dalam kurun waktu 4 tahun SBY bersama menteri-menterinya sudah disadap sebagaimana yang diungkap oleh pakar digital forensik Ruby Alamsyah. “Saya sudah ngomong di mana-mana dan memberikan penjelasan ke sejumlah instansi sejak 2009. Ini sebenarnya isu lama, cuma dokumennya baru terungkap sekarang oleh sejumlah media Inggris,” ujarnya kepada merdeka.com Senin (18/11/2013). Dan aktifitas penyadapan oleh negara lain melalui kedutaan-kedutaannya merupakan hal yang lumrah. “Bukankah semua negara sudah tahu bahwa kehadiran Kedubes yang biasanya di atapnya bertebaran berbagai antena adalah memang sarana untuk melakukan monitoringer,” ungkap Roy Suryo, (merdeka.com). Menurutnya, praktik pengawasan (monitoring) adalah keniscayaan yang mesti selalu bisa terjadi. Walau sudah dipakai teknologi enkripsi atau persandian secanggih apapun dan selama semua komunikasi tersebut masih ditransmisikan melalui ranah publik atau jejaring yang bisa diakses oleh teknologi buatan manusia, maka tetap akan bisa dimonitor pihak lain dengan menggunakan teknologi setara.
Apa skenario sebenarnya dibalik penyadapan ?
Sudah menjadi tabiat bahwa Australia sebagai sekutu terdekat AS (kafir muharibban fi’lan) senantiasa melakukan daya upaya atau konspirasi untuk memantau, memonitoring, mengevaluasi baik melalui saluran resmi maupun melalui operasi penyadapan untuk memperoleh informasi-informasi secret dan penting sebagai bahan rekomendasi intervensi dan imperialisnya. Dan setiap kurun waktu penyadapan memiliki implikasi kebijakan sesuai dengan momentumnya. Penyadapan beberapa tahun belakangan ini di Indonesia mungkin berkaitan dengan kepentingan memperoleh informasi yang cukup bagaimana konstelasi politik menjelang suksesi kepemimpinan nasional 2014. Sebagaimana yang diungkap oleh mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, mengutip tulisan di BBC (18/11), “”Apabila benar, mungkin Australia ingin melihat arah pemilu Indonesia, pergantian kepemimpinan atau juga masalah keamanan.” Sekalipun apa yang dilakukan oleh Australia tersebut dalam konteks tata hukum di Indonesia jelas-jelas melanggar hukum. Misalnya pelanggaran terhadap UU No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Secara kronologis, aktifitas penyadapan oleh Australia di Indonesia memiliki motivasi terselubung antara lain :
Pertama, sejak tahun 1954 Australia telah melakukan operasi mata-mata di Indonesia sejak didirikannya Kedutaan Australia. Kedutaan Australia itu menjadi stasiun luar negeri pertama gerakan rahasia intelijen Australia dan menjadi prioritas utama bagi ASIS (Australian Secret Intelligence Service). Dalam buku harian Duta Besar pertama Australia, Sir Walter Crocker, terungkap bahwa ASIS melakukan perekaman atau pun penyadapan sinyal pertahanan Indonesia secara rutin sejak pertengahan 1950-an.
Kedua, Pada 1960, GCHQ membantu membongkar sinyal pertahanan dari mesin sandi Hagelin yang diproduksi Swedia, yang juga digunakan Kedutaan Indonesia di Canberra.
Ketiga, Pada 1970-an, fasilitas radio ‘sinyal pertahanan’ yang ada di Shoal Bay, di luar Darwin, telah memantau komunikasi militer Indonesia. Ini dipakai intelijen Australia untuk mendapatkan informasi rencana Indonesia yang melakukan invasi serangan pendudukan Timor-Timur.
Keempat, Operasi intelijen Australia terus bergerak dan bekerja hingga tahun 1999. Intelijen Australia masih memiliki akses yang luas untuk merekam komunikasi militer dan sipil Indonesia. Ini diketahui ketika laporan rahasia intelijen Australia saat monitoring Indonesia dan Timor-Timor bocor.
Bagaimana sikap seharusnya terhadap penyadapan kafir muharriban fi’lan Australia ?
Persoalan penyadapan oleh Australia terhadap Indonesia bukan saja muncul seolah-olah tanpa disadari dan tanpa diketahui oleh Intelijen Indonesia. Bahkan sedemikian jauh merupakan konsekuen logis adanya kerjasama-kerjasama antara kedua negara yang pada akhirnya membuka pintu masuk lebar-lebar penyadapan itu terjadi. Jika saja kasus itu tidak pernah diungkap oleh harian Inggris The Guardian dan harian Australia The Sydney Morning Herald maka tidak akan pernah muncul ekspresi seolah-olah kecolongan. Dan pernyataan resmi SBY tidak tegas melindungi kedaulatan RI dari operasi penyadapan Australia dengan ungkapan-ungkapan diplomatis bahkan semakin diperparah “no comment” dan “tidak mau menyampaikan permintaan maaf” nya pemerintah Australia adalah wujud adanya indikasi konspirasi atau persengkongkolan terselubung. Seperti para penguasa Timur Tengah yang menjadi agen-agen Barat.
Menyikapi persoalan tersebut, maka perlu merumuskan sikap bersama seluruh komponen umat untuk mengenyahkan segala bentuk intervensi dan dominasi penyadapan oleh Australia bersama sekutu-sekutunya antara lain :
Pertama, sebagaimana dalam pandangan Islam, maka tidak ada hubungan yang lain dengan negara yang terkategori Kafir Muharibban Fi’lan seperti Australia yang ikut terlibat menumpahkan darah saudara-saudara kaum muslimin di Afghanistan, Irak dan negara-negara muslim yang lain kecuali “perang/al qital/al jihad”. Persepsi inilah yang harus dibangun dan ditanamkan secara masif di tengah-tengah umat. Dengan cara apa perang bisa dilakukan yakni dengan mewujudkan sebuah institusi negara (Daarul Islam) yang memiliki kemampuan untuk menjalankan aktifitas “al jihad”. Atau menghimpun seluruh kekuatan umat saat ini secara militer untuk berperang dengan Australia.
Kedua, melakukan pressure politik melalui aksi massa terhadap penguasa Indonesia yang diduga terindikasi sebagai antek-antek Barat untuk menutup dan mengusir seluruh kedutaan negara-negara Kafir Muharibban Fi’lan seperti Australia yang terbukti melakukan penyadapan intelijen. Ini dilakukan selain sebagai tuntutan keyakinan sebagai muslim tetapi juga untuk menjaga kedaulatan negeri ini dari ancaman dan jarahan para penjajah.
Ketiga, membangun kesadaran umat yang dilakukan oleh berbagai komponen umat tentang wajib dan pentingnya kembali menjadikan Islam sebagai acuan praktek kehidupan satu-satunya. Lalu ikut terlibat memperjuangkannya dengan Jihad dan Dakwah.
Keempat, peristiwa penyadapan intelijen Australia di Indonesia seharusnya menjadi pemantik sinergi antar seluruh komponen umat untuk bahu membahu sesuai dengan peran dan potensinya masing-masing. Yakni sinergi antar komponen umat ke arah sebuah perubahan besar dunia melalui Indonesia dengan mewujudkan perubahan dari Daarul Kufr menuju Daarul Islam.
Penting direnungkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak tinggal diam. Allah mengulurkan tangan-Nya dengan mengirimkan pasukan yang tidak terlihat oleh mata. Allah berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah nikmat Allah kepada kalian, ketika pasukan sekutru musyrik menyerbu kalian.Kemudian Kami kirimkan angin topan dan tentara yang tidak kalian lihat untuk mengalahkan mereka. Allah selalu mengawasi perbuatan kalian” (QS al-Ahzaab: 9). Wallahu a’lam bis showab. (arrahmah.com)