TEPI BARAT (Arrahmah.com) – Kamis malam yang lalu, Gilad Shaer, Naftali Frenkel dan Eyal Ifrach menghilang. Ketiga remaja “Israel” itu dalam perjalanan pulang dari sekolah mereka di Tepi Barat, dan terakhir kali mereka terlihat di dekat Gush Etzion, sebuah blok pemukiman. Sejak itu mereka tidak pernah lagi kembali ke rumah.
Tujuh hari telah berlalu sejak hilangnya tiga remaja itu, dan sejak saat itu, kehidupan rakyat Palestina telah berada dalam ketakutan dan kekacauan. Dalam rangka mencari tiga remaja Yahudi yang hilang itu, pasukan biadab “Israel” telah melakukan kekerasan militer di Tepi Barat. Penindasannya itu, untuk semua kebutalannya yang melanggar hukum, ternyata tidak terlalu menjadi sorotan media global.
Media “Israel” menganggap bahwa pemukim muda itu telah diculik, dan pejabat langsung menuding Hamas sebagai pelaku penculikan itu. Organisasi perlawanan rakyat Palestina ini membantah keterlibatan mereka, tapi insiden itu segera dilaporkan secara global sebagai serangan teror Hamas. Hamas mendapat kecaman internasional. Pada akhir pekan, kesibukan perhatian media terhadap penculikan ramaja Yahudi itu mencapai puncaknya.
Bagi rakyat Palestina, bagaimanapun, penindasan itu baru saja dimulai. Pada hari Ahad malam, kota Hebron, Tepi Barat ditutup total. Pasukan “Israel” mulai melakukan penggeledahan dari rumah ke rumah. Tentara bringas itu menodongkan senjata ke arah penghuni rumah dalam kegelapan. Bahan makanan berhamburan di dapur. Para pria ditutup matanya dan diborgol di ruang keluarga mereka. Pintu-pintu hancur, dan seorang bocah berusia 8 tahun terluka parah oleh pecahan peluru. Di kamp pengungsi Jalazon, Ahmad Sabarin yang berusia 20 tahun terkena peluru ke dada; ia meninggal di rumah sakit.
Pada malam pertama, 140 orang ditangkap, dengan tuduhan sebagai “tersangka teroris” yang terkait dengan penculikan itu. Tapi tak satu pun dari kasus penangkapan besar-besaran ini, ataupun pengepungan militer yang berlangsung di Tepi Barat, menjadi berita utama global. Media lebih fokus tentang hilangnya tiga remaja Yahudi dan menyalahkan Hamas.
Hanya dalam beberapa jam terakhir, bocah Palestina, Mahmud Dudeen, (14), dan Mustafa Aslan, (22), keduanya ditembak mati oleh pasukan biadab “Israel”. Dari Betlehem ke Jenin, warga dikejutkan oleh ledakan-ledakan saat pasukan “Israel” berpatroli di jalan-jalan dan menyerang rumah-rumah. Pasukan “Israel” membubarkan pemuda pelempar batu dengan peluru hidup dan granat. Serangan udara berada dalam kekuatan penuh menghantui langit Gaza, dan pada tanggal 18 Juni, universitas ternama Palestina digerebek. Warga Palestina dan warga Israel mengatakan ini adalah yang pengerahan pasukan besar-besaran di Tepi Barat sejak Intifada kedua.
Pada Rabu malam, di Nablus, 20 sampai 30 rumah digerebek. Beberapa rumah hancur. Tindakan kekerasan ini benar-benar serius, dan semua orang menjadi bingung dan putus asa. Orang sudah muak dengan tindakan kekerasan ini.
Apakah keputusasaan yang dialami oleh rakyat Pelestina ini menjadi perhatian media global? Rasanya tidak begitu. Beberapa media melihat dengan sebelah mata terhadap kekerasan besar-besaran yang dilakukan penjajah biadab “Israel” terhadap rakyat Palestina. Dan sementara itu kecaman internasional terdengar lantang terhadap penculikan tiga remaja yahudi yang hilang itu.Tapi kemana suara-suara pengkritik atas kematian Ahmad Sabareen, Mustafa Aslan, Mahmoud Dudeen atau Ali al–Awoor, seorang bocah 7 tahun juga tewas oleh tembakan “Israel” minggu ini. Mengapa mereka mendadak bisu?
Pola seperti ini sudah akrab terjadi. Ketika Eyad, Gilad dan Naftali menghilang, sekitar 130 tahanan di penjara-penjara “Israel” berada di ambang kematian setelah lebih dari lima puluh hari melakukan mogok makan sebagai bentuk protes terhadap penahanan administratif mereka. Mereka yang berada dalam tahanan itu banyak yang seusia dengan tiga remaja Yahudi yang hilang itu. Bagaimana juga dengan nasib 196 anak-anak Palestina di bawah umur yang berada didalam penjara-penjara “israel”. Adakah jaminan bahwa bocah-bocah Palestina itu tidak diperlakukan secara biadab? Adakah ini menjadi perhatian media global?
Gelombang besar penangkapan yang dilakukan oleh tentara “Israel” dalam pencariannya terhadap tiga remaja Yahudi yang hilang itu, juga lolos dari kecaman internasional. Sejak menghilangnya tiga remaja Yahudi itu pada hari Kamis, setidaknya 300 warga Palestina telah ditangkap. Tidak ada yang melalui proses pengadilan (banyak yang akan dimasukkan ke dalam penahanan administratif) dan mayoritas adalah anggota Hamas.
Sepintas lalu, Hamas menjadi target karena dianggap bertanggung jawab atas penculikan itu. Tetapi saat hari-hari berlalu dan serangan “Israel” semakin gencar, tindakan keras tersebut kemudian memudarkan pencarian remaja Yahudi yang hilang. Fakta bahwa operasi yang terjadi sekarang ini lebih dari sekedar pencarian tiga remaja Yahudi yang hilang. Tetapi ini adalah niat terselubung “Israel” untuk menumpas Hamas di Tepi Barat. Sebagaimana yang diumumkan pada Army Radio, saat Menteri Ekonomi “Israel” Naftali Bennett berjanji untuk “mengubah keanggotaan Hamas menjadi tiket masuk ke neraka.” Salah satu sumber berita “Israel”, seorang perwira IDF bahkan mengakui bahwa operasi tersebut telah direncanakan sebelumnya, dan bahwa tujuannya adalah bukan untuk menemukan tiga remaja yang hilang itu, tetapi untuk memprovokasi kerusuhan di Tepi Barat.
Ini merupakan operasi penumpasan yang telah diperhitungkan sebelumnya, dan hantu kejam itu bersandiwara di atas kehidupan rakyat Palestina di Tepi Barat, dan hal ini belum benar-benar dipahami oleh media AS. Hal Itu tentu sangat disayangkan, karena konsekuensi dari ketidakpahaman tersebut bisa berdampak banyak. Dua minggu yang lalu, pemerintah persatuan antara Hamas dan partai Fatah yang lebih moderat diumumkan. Pemilihan pun telah dijadwalkan, dan meskipun banyak yang skeptis, langkah tersebut menjadi secercah harapan bagi rakyat Palestina setelah bertahun-tahun mengalami kemacetan di jalan menuju kehidupan bernegara. Sekarang, penculikan dan imbasnya telah menyebabkan setiap harapan tipis untuk pemerintah persatuan Palestina menjadi tampak sia-sia.
Sayangnya, tidak ada yang media yang betul-betul berpihak kepada nasib rakyat Palestina. Semua berharap bahwa Gilad, Naftali dan Eyal kembali dengan selamat ke keluarga mereka. Tapi kita tidak boleh lupa tentang kisah tak terungkap dari ratusan bocah-bocah Palestina yang ditahan di penjara-penjara “Israel”, ribuan diantara mereka tewas dan ratusan ribu terjebak dalam cengkeraman pendudukan.
Sekarang, keluarga-keluarga di Tepi Barat menghabiskan malam dalam ketakutan yang mencekam.Mereka takut, tegang putus asa dan kecewa. Di seluruh dunia, laporan media hanya tentang remaja Yahudi yang hilang, tapi mereka bungkam dengan nasib 800.000 warga Palestina yang hidup dibawah cengkeraman pendudukan di Hebron. Sekali lagi, strategi “Israel” dengan melakukan penumpasan besar-besan bukan untuk menemukan remaja Yahudi yang hilang, tetapi itu sebagai kedok untuk menyiksa rakyat Palestina, dan menumpas Hamas. Kekejaman “Israel” telah menghancurkan impian rakyat Palestina untuk menciptakan negara mereka sendiri, dan mimpi mereka untuk hidup dalam kebebasan. Entah sampai kapan derita rakyat Palestina berakhir, apakah setelah ruh terpisah dari jasad baru damai itu terasa?
(ameera/arrahmah.com)