JAKARTA (Arrahmah.com) – Dewan Pimpinan Pusat Ahlulbait Indonesia (ABI) menyatakan menolak dengan tegas rekomendasi nomor 6 (enam) Rakernas MUI yang memasukkan ajaran Syiah sebagai salah satu ajaran Islam yang menyimpang walaupun dengan embel-embel nama Syiah Rafidhah. Karena sebagaimana ditulis laman ahlulbaitindonesia.org, “Istilah Rafidhah adalah stigma negatif yang dialamatkan kepada penganut Syiah. Seakan-akan mereka adalah kelompok ekstrem yang menganut ajaran pengkafiran dan caci-maki terutama terhadap tokoh-tokoh Sahabat seperti Khulafa al-Rasyidin (ra), padahal masyarakat Syiah (Imamiyah), khususnya di Indonesia jauh dari segala tuduhan tersebut bahkan termasuk kategori perbuatan yang dilarang, sebagaimana fatwa ulama Muktabar Syiah dewasa ini, seperti Sayyid Ali Khamenei.”
Menanggapi hal itu Sekretaris Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin Ustadz Shobbarin Syakur mengatakan penolakan organisasi Syiah Ahlul Bait Indonesia akan rekomendarsi MUI tersebut semakin menguatkan bahwa mereka adalah kelompok yang sesat di Indonesia.
“Pernyataan ABI dengan terus terang menyatakan Syiah di Indonesia adalah Syiah Imamiyah (Itsna asyariyah) adalah bukti dan fakta kongkrit bahwa Syiah di Indonesia adalah sesat dan menyimpang dari Islam sebagaimana edaran Kemenag (Depag) RI,” kata ustadz Shobbarin kepada arrahmah.com Senin (18/8/2014)
Dia menambahkan, secara resmi Departemen Agama (kini Kementerian Agama) telah mengeluarkan Edaran tentang Syi’ah melalui Surat Edaran Departemen Agama Nomor D/BA.01/4865/1983, tanggal 5 Desember 1983 perihal “Hal Ikhwal Mengenai Golongan Syi’ah.”
“Pada poin ke-5 tentang Syi’ah Imamiyah (yang di Iran dan juga merembes ke Indonesia, red) disebutkan sejumlah perbedaannya dengan Islam,” kata Ustadz Shobbarin.
Lalu, kutip Ustadz Shobbarin, dalam Surat Edaran Departemen Agama itu dinyatakan sebagai berikut:
“Semua itu tidak sesuai dan bahkan bertentangan dengan ajaran Islam yang sesungguhnya. Dalam ajaran Syi’ah Imamiyah pikiran tak dapat berkembang, ijtihad tidak boleh. Semuanya harus menunggu dan tergantung pada imam. Antara manusia biasa dan Imam ada gap atau jarak yang menganga lebar, yang merupakan tempat subur untuk segala macam khurafat dan takhayul yang menyimpang dari ajaran Islam,” demikian isi Surat Edaran Departemen Agama No: D/BA.01/4865/1983, Tanggal: 5 Desember 1983, Tentang: Hal Ikhwal Mengenai Golongan Syi’ah, butir ke 5. (azm/arrahmah.com)