Oleh Ine Wulansari
Pendidik Generasi
Lagi dan lagi, kasus penjualan bayi kembali terjadi. Kali ini tempat kejadian perkara berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dua orang bidan telah ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka, yakni JE (44) dan DM (77). Kasus ini terungkap setelah masyarakat melaporkan pada pihak berwajib kemudian ditindaklanjuti dengan mendatangi lokasi kedua bidan tersebut beraksi.
Direskrimum Polda DIY Kombes Pol FX Endriadi mengungkapkan, kedua bidan itu telah melakukan tindak penjualan bayi sejak tahun 2010 dan berhasil menjual 66 bayi. Di antaranya, 28 bayi laki-laki dan 36 bayi perempuan serta 2 bayi tanpa keterangan jenis kelamin. Hasil penelusuran Endriadi membeberkan kedua bidan tersebut mematok tarif berbeda setiap bayi yang diperjualbelikan sesuai dengan jenis kelaminnya, mulai dari Rp55 juta hingga yang tertinggi Rp85 juta.
Modus kedua tersangka dengan menawarkan jasa perawatan bayi yang bertempat di Rumah Bersalin Sarbini Dewi, Tegalrejo, Kota Yogyakarta. Apabila ada pasangan suami istri yang tidak mau atau tidak mampu merawat bayinya, mereka bisa menitipkan anaknya kemudian dirawat di sana. Berbekal motif tersebut, bidan-bidan ini melancarkan aksinya dengan mencarikan calon pengadopsi anak melalui proses ilegal dan menjualnya. Mirisnya, orang tua bayi menyerahkan begitu saja pada kedua tersangka dengan sukarela. (cnnindonesia.com, 14 Desember 2024)
Penjualan Bayi Akibat Kemiskinan Sistemik
Berulangnya kasus jual beli bayi merupakan cerminan nyata dari kompleksitas masalah sosial saat ini, terutama yang berkaitan dengan faktor ekonomi. Adanya problem ekonomi atau kemiskinan, maraknya seks bebas yang menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan, juga tumpulnya hati nurani dan adanya pergeseran nilai kehidupan, serta tidak adanya jaminan negara atas kesejahteraan rakyatnya, sering kali memicu tidak kriminal untuk memperoleh uang demi bertahan hidup. Dalam kasus ini secara sadar orang tua menyerahkan bayinya untuk diadopsi dan dijual dengan harga yang cukup murah bila dibandingkan dengan beban berat selama hamil dan resiko yang mengancam jiwa saat melahirkan. Belum jika dikaitkan dengan masa depan bayi saat diadopsi orang lain, apakah bernasib baik atau buruk, sementara orang tua tak akan lagi memiliki kesempatan menikmati tumbuh kembang anak dan hal-hal membahagiakan lainnya yang tidak bisa dinilai dengan materi.
Di sisi lain negara sebagai pihak yang diserahi amanah untuk mengurus rakyat justru lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi daripada kesejahteraan rakyat. Akibatnya, masalah kemiskinan, lemahnya penegakan hukum, dan minimnya perhatian terhadap keluarga miskin menjadi hal yang lumrah. Maka wajar dalam sistem saat ini ada orang tua dan praktisi kesehatan melakukan aksi keji dengan menjual bayi, sebab bagi mereka yang berada di bawah bayang-bayang tekanan ekonomi, hal ini dianggap sebagai solusi.
Praktek jual beli bayi ini tidak hanya melibatkan keluarga, tetapi juga tenaga kesehatan yang memanfaatkan situasi demi meraup banyak keuntungan materi. Bayi-bayi tak berdosa ini, dianggap barang dagangan mengikuti harga pasaran melalui pihak yang seharusnya berperan dalam membangun keluarga. Namun sayang, keberadaan mereka justru menjadi sindikat penjual bayi yang tidak mudah diberantas. Ironisnya, hukum yang seharusnya melindungi anak-anak dari eksploitasi sering kali tidak mampu menjangkau kasus-kasus ini karena prakteknya dilakukan secara tersembunyi.
Faktor ekonomi yang sering dijadikan alasan tidak bisa dipisahkan dari persoalan struktural yang lebih dalam, yakni kemiskinan yang merupakan hasil dari ketimpangan ekonomi yang terus berlangsung tanpa solusi nyata. Berulangnya kasus penjualan bayi bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga tidak bisa dilepaskan dari akar permasalahan utamanya, yaitu diterapkan sistem kehidupan sekuler kapitalistik yang mendominasi seluruh aspek kehidupan. Sistem ini menjadikan materi sebagai orientasi utama telah mengikis nilai-nilai kemanusiaan, bahkan di ranah profesi kebidanan yang seharusnya berlandaskan pada pengabdian dan empati.
Penghargaan Islam Terhadap Manusia
Islam memberikan penghargaan yang sangat tinggi terhadap manusia sebagai makhluk paling mulia yang diciptkan Allah Ta’ala. Penghargaan ini tercermin dalam perannya sebagai khalifah di bumi. Peran ini menunjukkan bahwa manusia memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga bumi dan memanfaatkannya secara bijaksana. Islam menekankan betapa pentingnya menjaga nyawa manusia, kehidupan manusia dihargai dan dilindungi dalam ajaran Islam.
Tentu saja penghargaan terhadap manusia ini mendapat dukungan penuh dari negara yang akan menjalankan tanggung jawabnya secara maksimal dengan melindungi masyarakat melalui aturan yang diterapkannya yakni syariat Islam. Negara juga akan memenuhi semua kebutuhan dasar rakyat dan menjamin kehidupan dengan aman dan sejahtera. Negara akan menyelesaikan tindak kejahatan yang berulang dengan menetapkan kebijakan sebagai berikut; pertama, mengedukasi masyarakat dengan melakukan pembinaan keimanan secara kontinyu agar terbentuk masyarakat yang bertakwa. Hal tersebut dilakukan melalui sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Di mana peserta didik mendapatkan materi ajar yang menanamkan iman sehingga terbentuk rasa takut pada Allah Ta’ala. Dengan layanan pendidikan yang disediakan oleh negara secara gratis, kurikulum berbasis akidah Islam, maka akan mencetak generasi yang memiliki kepribadian Islami. Dengan begitu, seseorang akan tercegah dari perbuatan maksiat dan kriminal.
Kedua, negara menerapkan sistem pergaulan dan sosial sesuai syariat Islam. Menjaga pergaulan lawan jenis di antaranya berzina, khalwat (berduaan dengan bukan mahrom), ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan), menjaga pandangan, menutup aurat, dan lainnya.
Ketiga, melakukan kontrol dan pengawasan berbagai macam informasi dan penyiaran. Hal ini dilakukan demi mencegah masyarakat dari berbagai macam unsur pornografi, konten tak bermutu, dan sejenisnya.
Keempat, penerapan sistem ekonomi Islam yang mampu menyejahterakan. Sehingga tidak akan ada orang tua yang tega menyerahkan dan menjual bayinya demi memenuhi kebutuhan hidup. Karena negara berperan aktif dalam mencukupi keperluan seluruh rakyat melalui dibuka dengan luas lapangan pekerjaan yang disediakan oleh negara bagi kaum laki-laki yang mampu bekerja. Maka dari itu, ia akan mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer sendiri, berikut kebutuhan orang-orang yang nafkahnya menjadi tanggungannya.
Apabila ada pelanggaran hukum yang dilakukan seorang warga, maka negara akan menetapkan sanksi tegas dan menjerakan tanpa pandang bulu. Dalam kasus penjualan bayi, hukuman yang diberikan berupa takzir yang ditetapkan oleh khalifah berdasarkan jenis pe;anggarannya, yaitu bisa berupan penjara, pengasingan, hingga hukuman mati.
Demikianlah Islam telah menjamin setiap individu untuk memenuhi keperluan hidupnya sebagai manusia dan mampu membentuk individu yang bertakwa, hingga mencegah kemaksiatan membudaya. Islam juga mendorong setiap manusia untuk menikmati perhiasan dunia dengan cara yang telah ditetapkan syariat sebagai jalan meraih rida Allah Ta’ala.
Wallahu’alam bish shawab.