JAKARTA (Arrahmah.id) – Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) buka suara soal pernyataan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) terkait 25 ribu produk usaha mikro kecil (UMK) yang menantikan fatwa halal melalui mekanisme Self Declare BPJPH.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda, menjelaskan, total 25 ribu produk tersebut masih dalam tahapan pendaftaran.
Dari tahapan pendaftaran, masih harus melalui sejumlah tahapan lagi antara lain verifikasi dokumen pendaftaran dan laporan hasil pendampingan.
Dia menyebutkan bahwa produk yang sudah masuk ke Komisi Fatwa langsung ditindaklanjuti, tanpa tunda.
Hingga Kamis (21/7/2022), terdapat 5044 laporan pendamping produk halal yang masuk setelah kurasi, diverifikasi internal dan disidangkan.
“Dari dokumen produk tersebut, sebanyak 1.000 laporan produk sudah dibahas dalam sidang komisi fatwa, dan sementara terdapat 162 laporan produk yang dinyatakan tidak memenuhi syarat. Sisanya sudah difatwakan,” kata Miftahul di Jakarta, Jumat (22/7/2022), okezone.com.
Dia menambahkan, Fatwa itu penetapan hukum untuk dijadikan pedoman bagi masyarakat, karenanya butuh kehati-hatian.
Oleh sebab itu, ujarnya, jangan sampai karena mengejar target sehingga tidak memperhatikan kepatuhan, terlebih aspek syar’inya.
“Karena itu, MUI berharap harus ada konsen serius dalam memastikan kelengkapan dan kesesuaian dokumen pemeriksaan, sehingga saat dikirim ke MUI sudah layak sidang,” jelas Miftahul.
Dia memberikan contoh produk yang dianggap tidak memenuhi syarat misalnya, terdapat satu produk yang bahan bakunya hewani, tapi dokumen pendukung yang disertakan bukan informasi terkait produk hewaninya, melainkan foto orang yang sedang foto bersama.
“Hal ini tentu mesti menjadi evaluasi bersama,” terangnya.
Namun hingga hari ini belum ada tim yang bisa bertanggung jawab untuk hadir dalam sidang karena selama ini staf saja.
Dia juga menjelaskan, dalam proses sertifikasi halal, penetapan halal dilakukan dalam sidang di Komisi Fatwa MUI.
Hal tersebut berjalan seperti biasa karena memang ini menjadi mandat dan tugas keagamaan yang dari dulu hingga kini dilaksanakan dengan baik.
Dia menegaskan, sidang-sidang fatwa berjalan sesuai dengan prosedur dan pedoman yang dijadikan acuan bagi pimpinan dan anggota Komisi Fatwa, baik pada aspek syar’i maupun aspek teknisnya.
“Kita juga sudah meredesain pelaksanaan sidang fatwa yang efisien, khususnya untuk produk yang melalui self declare sehingga kapastitasnya bisa banyak dan cepat. Walau demikian harus tetap memperhatikan aspek kepatuhan, karena ini soal penjaminan halal secara syari,” terangnya.
Untuk aspek teknis, kata Miftahul, pihaknya juga sudah mengantisipasi kemungkinan meningkatnya volume sidang-sidang mengingat meningkatnya jumlah produk yang disidangkan, salah satunya dengan digitalisasi dan reformulasi penyelenggaran sidang agar lebih efisien.
Dia mengatakan, pihaknya secara rutin menerima produk yang telah diperiksa LPH LPPOM MUI, LPH Sucofindo, dan juga LPH Surveyor Indonesia.
Penjadwalan sidang juga rutin, dengan pelaporan hasil audit oleh LPH dengan detil.
Langkah ini diawali dengan pelaporan hasil pemeriksaan, diskusi, dan klarifikasi dilaksanakan dalam sidang untuk pendalaman yang secara umum berjalan cukup baik.
“Nah, fungsi pelaporan oleh Direktur LPH dalam model sertifikasi reguler itu dijalankan BPJPH saat sidang fatwa terhadap produk yang model self declare, mengingat tidak melalui LPH,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.id)