JAKARTA (Arrahmah.com) – Beredar pesan berantai pada platform media sosial dan pesan instan whatshapp bahwa akan terjadi gempa megathrust dengan kekuatan besar di Pulau Jawa, khususnya Jakarta dengan kekuatan 9,5 magnitudo.
Pesan tersebut menyertakan nama peneliti asing dari Brigham Young University dengan memuat link laman sebuah media online.
Menanggapi hal tersebut, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika BMKG) mengatakan bahwa berita itu adalah berita lama yang disebar ulang ke masyarakat dan memicu keresahan.
“Setelah kami cek, berita yang beredar baru-baru ini merupakan berita lama dan disebar ulang ke masyarakat. Namun, disayangkan ada pihak yang mengemas dan membumbui pesan ilmiah tersebut sehingga diinterpretasikan sebagai ramalan,” ungkap Deputi Bidang Geofisika BMKG, Muhamad Sadly, di Jakarta, Senin (27/8/2018) dalam keterangan persnya, lansir Kumparan.
Sadly menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada satupun teknologi yang mampu memprediksi gempa bumi secara presisi mengenai kapan dan berapa kekuatannya.
Menurutnya, penyataan Profesor Harris 5 Agustus 2017 mengkaji terkait palaeo tsunami (sejarah tsunami di masa lalu). Seperti yang dikatakan Profesor Harris bahwa Indonesia pernah terjadi gempa besar yang mengakibatkan tsunami selain di Aceh, kondisi ini terlihat dari endapan purba di pulau Jawa, Bali, Lombok dan Suba di Bagian Selatan.
Hal ini, lanjut Sadly, dikarenakan Indonesia terletak berada di jalur gempa teraktif di dunia karena dikelilingi oleh Cincin Api Pasifik dan berada di atas tiga tumbukan lempeng benua, yakni, Indo-Australia dari sebelah Selatan, Eurasia dari Utara, dan Pasifik dari Timur.
“Akan tetapi penjelasan kapan dan dimana tempatnya secara pasti masih tanda tanya besar,” ujar Sadly.
Sadly memaparkan, Indonesia merupakan satu dari sedikit negara di dunia yang sepenuhnya terletak di dalam kawasan ‘cincin api’ sehingga bencana bisa terjadi sewaktu-waktu. Fakta kondisi inilah yang perlu dipahami oleh masyarakat Indonesia sehingga perlu dibutuhkan sikap kesiapsiagaan dan mitigasi.
“’Kesiapan terhadap bencana alam yang harus terus dibudayakan melalui sosialisasi dan edukasi publik secara menerus, yang disertai dengan praktik-praktik gladi siaga dan evakuasi gempa bumi, juga merupakan kunci pengurangan risiko bencana gempa selain kewajiban untuk memperketat penerapan ‘Building Code’ bangunan tahan gempa di lokasi rentan,” terangnya.
“Gempa bisa terjadi sewaktu-waktu, kapan pun dan dimana pun. Namun kita berupaya jangan sampai ada korban dan dapat meminimalisir risiko dampak gempa bumi, dengan cara tidak panik dan paham apa yang harus disiapkan sebelum, saat, dan setelah gempabumi,” lanjutnya.
Sadly menghimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak mudah percaya informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dan ketepatan informasinya.
“Pastikan informasi terkait gempa bumi bersumber dari BMKG. Silakan akses info BMKG melalui website maupun media sosial ‘infobmkg’ bukan yang lain. Kami terus memantau selama 24 jam,” tegasnya.
Terkait informasi hoaks yang muncul dan viral di medsos, ujar Sadly, sepatutnya para netizen dapat menyaring secara bijak aneka kabar berupa teks, foto dan video yang begitu gampang diakses publik.
“Perlu proses saring sebelum sharing sehingga (informasi hoaks) tidak menjadi viral. Jangan membuat masyarakat resah dengan kabar yang dapat menyesatkan,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.com)