DHAKA (Arrahmah.id) — Ribuan pengunjuk rasa membakar rumah pendiri Bangladesh, Sheikh Mujibur Rahman, Rabu (5/2/2025), sementara putri Rahman, yaitu mantan Perdana Menteri Sheikh Hasina yang telah digulingkan, menyampaikan pidato berapi-api di media sosial.
Hasina menyerukan kepada para pendukungnya untuk melawan pemerintah sementara negara itu.
Para saksi mata mengatakan, seperti dilansir CNN (6/2), ribuan pengunjuk rasa, beberapa di antaranya membawa tongkat, palu, dan alat lainnya, berkumpul di sekitar rumah bersejarah dan monumen kemerdekaan, sementara yang lain membawa derek dan ekskavator untuk merobohkan bangunan tersebut.
Unjuk rasa itu diselenggarakan bersamaan dengan seruan yang lebih luas, yang dijuluki “Prosesi Buldoser”, untuk mengganggu pidato online Hasina yang dijadwalkan pada pukul 9 malam hari Rabu kemarin.
Para pengunjuk rasa, banyak di antaranya berasal dari kelompok “Mahasiswa Melawan Diskriminasi”, mengungkapkan kemarahan mereka terhadap pidato Hasina, yang mereka nilai sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintahan sementara yang baru dibentuk.
Ketegangan meningkat di Bangladesh sejak Agustus 2024, ketika protes besar-besaran memaksa Hasina melarikan diri ke negara tetangga, India.
Pemerintahan sementara, yang dipimpin oleh peraih Nobel Muhammad Yunus, telah berjuang untuk mempertahankan kendali ketika protes dan kerusuhan terus berlanjut.
Para pengunjuk rasa menyerang simbol-simbol terkait pemerintahan Hasina, termasuk rumah Syekh Mujibur Rahman, yang pertama kali dibakar pada Agustus lalu.
Rumah itu, yang menjadi simbol pendirian negara, adalah tempat di mana Bangabandhu (Sahabat Bengal), begitu Syekh Mujibur Rahman dikenal, memproklamasikan kemerdekaan Bangladesh dari Pakistan tahun 1971.
Beberapa tahun kemudian, rumah itu menjadi lokasi tragedi nasional. Mujibur Rahman dan sebagian besar keluarganya dibunuh di rumah tersebut tahun 1975.
Hasina, yang selamat dari serangan tersebut, kemudian mengubah bangunan itu menjadi museum untuk mengenang warisan ayahnya.
“Mereka boleh merobohkan sebuah bangunan, tapi sejarahnya tidak. Sejarahlah yang membalas dendam,” kata Hasina dalam pidatonya, Rabu.
Dia mendesak rakyat Bangladesh untuk menentang pemerintah sementara, dan menuduh mereka merebut kekuasaan dengan cara yang tidak konstitusional.
Gerakan mahasiswa di balik aksi protes itu berencana untuk merombak Konstitusi 1972, yang menurut mereka mencerminkan warisan kepemimpinan ayahnya. (hanoum/arrahmah.id)