SAADNAYEL (Arrahmah.com) – Dalam menghadapi cuaca musim dingin yang ganas, pengungsi Suriah telah membuat kamp-kamp tenda tidak resmi yang terbuat dari terpal plastik yang dipakukan ke bingkai kayu, sebagai satu-satunya penghalang yang melindungi mereka dari ancaman musim dingin di daerah Saadnayel di Libanon selatan.
“Saya lebih suka mati sejuta kali daripada hidup melalui musim dingin yang sangat ganas ini,” kata Faisal (48) kepada AFP, Kamis (12/12/2013), sebagaimana dirilis oleh onislam.
“Tidak ada orang lain yang bisa mengalami apa yang terjadi pada kami. Setiap negara telah berkomplot melawan kami, mereka semua pengkhianat,” Kata Faisal, dengan kepala terbungkus syal.
Faisal merupakan salah satu dari 500 lebih pengungsi yang berada dalam tenda seadanya di kamp pengungsian dalam menghadapi badai musim dingin yang ganas selama beberapa hari terakhir di Saadnayel.
Seperti ratusan ribu pengungsi lainnya, ayah dari empat anak yang berasal dari Idlib di barat laut Suriah terpaksa meninggalkan rumah mereka menuju Libanon di mana banyak terdapat kamp-kamp tenda informal sebagai tempat tinggal bagi para keluarga yang melarikan diri akibat pembantaian di negara Suriah.
Lebih dari 835.000 pengungsi Suriah terdaftar di Libanon, meskipun jumlah sebenarnya diperkirakan berjumlah lebih dari satu juta.
Di kamp pengungsian, terlihat beberapa orang memiliki pemanas ruangan dasar untuk menangkis dinginnya badai yang dijuluki “Alexa” yang menghantam Libanon.
“Saya benci dingin,” kata Sakr (13) dalam balutan mantel.
“Saat salju turun, air lelehannya menjadi lumpur di dalam tenda,”
Anak-anak lain, ada beberapa yang tidak memakai penutup kepala sama sekali, menggosok-gosokkan tangan-tangan mereka yang beku. Sepatu mereka berlapis lumpur.
“Beri kami sesuatu untuk membuat kami tetap hangat,” mereka memohon kepada sekelompok wartawan.
Di tenda-tenda lain di kamp pengungsian, pria dan wanita, sambil menggendong bayi di lengan mereka, mencoba untuk membagi sebagian panas tubuh mereka sendiri kepada anaknya.
Beberapa pengungsi telah menggunakan langkah-langkah drastis dalam upaya untuk mengatasi pengaruh dari badai dingin yang menggigit.
“Kami harus membakar sepatu agar tetap hangat karena tidak ada bahan bakar lain,” kata Najla, (40).
Bau yang tajam dari sepatu yang terbakar memenuhi tenda-tenda yang sekarang menjadi “rumah” bagi setidaknya enam orang pengungsi di masing-masing tenda.
Penderitaan para pengungsi
PBB menyatakan keprihatinannya terhadap para pengungsi Suriah di Libanon saat badai musim dingin yang ganas melanda mereka.
“Kami sangat khawatir, karena cuaca benar-benar sangat dingin di wilayah Bekaa, dan kami sangat khawatir terhadap nasib para pengungsi yang tinggal di tempat penampungan sementara, karena banyak dari penampungan tersebut sangat tidak sesuai standar,” kata juru bicara UNHCR, Lisa Abou Khaled.
Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi dan tentara Libanon telah membagikan selimut panas dan biaya untuk bahan bakar pemanas.
UNHCR telah menyiapkan cadangan barang termasuk terpal plastik, tikar, selimut dan kasur untuk membantu pengungsi yang tempat penampungannya mungkin banjir atau hancur oleh badai.
Meskipun beberapa upaya ini, ada kekhawatiran besar tentang nasib pengungsi yang tinggal di lebih dari 200 kamp darurat di bagian utara dan timur Lebanon.
“Para pengungsi Suriah di sini menggigil kedinginan, terutama yang di tenda-tenda,” Wafiq Khalaf, seorang anggota dewan kota Arsal, mengatakan kepada AFP melalui telepon.
“Air dari atap turun menggenangi tenda, dan air dari tanah yang banjir masuk ke tenda,” katanya.
Tapi meskipun penderitaan yang ditimbulkan oleh badai musim dingin, Khalaf mengatakan bahwa para pengungsi masih terus berdatangan, di antaranya 10 keluarga yang melarikan diri dari wilayah Qalamoun utara Damaskus. (ameera/arrahmah.com)